61.

6.9K 318 20
                                    

Kembali menjalani hari-hari tanpa ada yang berubah, masalah dalam hubungan Vanya dan Mevan belum juga selsai. Terkadang Vanya memakluminya dan terkadang juga kembali merasa lelah.

Sebelumnya Vanya tak pernah sekuat ini dalam hal mempertahankan, namun karna Mevan, Vanya seolah enggan untuk melepaskannya. Tapi, disatu sisi Vanya seolah kembali di kalahkan oleh Keadaan.

Keadaan menyuruh Vanya untuk menyerah mempertahankan, Keadaan seolah memberitahunya jika ia waktunya mempertahankan telah selesai.

Kembali memaafkan namun tetap di ulangi, entah Mevan lupa atau memang sengaja. Terkadang Vanya harus selalu berhati-hati dalam memilih keputusan, ia tak mau berakhir salah pilih.

Vanya dan Mevan masih satu tujuan, namun seolah mereka mulai berbeda arah.

Masing-masing merasa takut kehilangan, namun tanpa mereka sadari mereka melakukan hal yang membuat diri mereka terluka.

Mereka sadar, bahkan tau. Jika melepaskan atau di lepaskan itu membutuhkan kata ikhlas, dan mereka seolah tak ingin itu terjadi.

Namun percuma bukan? Mempertahankan apa yang sudah akan berakhir? Itu percuma, hanya menunda perpisahan saja yang sudah akan terjadi.
.
.
.

Helaan nafas terdengar begitu getir saat dirinya kembali menyaksikan apa yang membuat hatinya kembali sesak.

Kenapa harus kembali seperti ini? Dirinya seperti telah lelah untuk kembali memaklumi.

Namun dirinya kembali mengingat tujuannya, dengan hati yang di paksa kuat ia berjalan mendekat pada dua orang yang tengah mengobrol dengan sesekali mengeluarkan tawa.

Ke dua tangannya semakin mencekram erat botol aqua yang ada di tangannya.

"Sorry telat," ucap Vanya sambil menyodorkan botol aqua pada Mevan.

Mevan terkejut, sedangkan Renata tersenyum penuh kemenangan karna sukses kembali membuat Vanya cemburu.

"Anya..." panggil Mevan dengan nada terkejut.

"Gapapa, udah biasa," balas Vanya mencoba tersenyum, meletakan botol aqua di hadapan Mevan.

"Gua balik ke kelas dulu yah," pamit Vanya yang langsung berbalik, ia sudah tak tahan melihat kekasihnya tengah asik dengan gadis lain, dan gadis lain itu adalah gadis yang memang berniat merebut kekasihnya.

"Vanya!" panggil Mevan namun tangannya di tahan oleh Renata.

Mevan menoleh, "Ren, gua mau ngejar Vanya dulu," kata Mevan.

"Gua belum selesai cerita Van," ujar Renata sambil menunjukan raut wajah sebalnya.

Mevan menghela nafas, menatap punggung Vanya yang semakin menjauh.

"Vanya bakal salah paham lagi Ren," kata Mevan dengan mencoba melepaskan tangan Renata dari pergelangan tangannya, mulai melangkah mengejar Vanya, namun baru juga beberapa langkah, langkahnya kembali terhenti karna ucapan Renata.

"Lo harus tau Van! Rega adalah orang yang dari awal berniat buat ngancurin hubungan lo sama Vanya! Sahabat lo itu suka sama kekasih lo!" seulas senyum kemenangan kembali terbentuk di bibirnya ketika Mevan membeku di tempatnya.

Renata tau jika Mevan pasti akan mempercayai ucapannya, gelagat Mevan sekarang terlihat jelas jika laki-laki itu tengah menahan amarah.

"Well... kali ini gua lagi yang menang," ucap Renata, menatap kepergian Mevan dengan tersenyum sinis.

***

"Gua cape Ga, gua cape!" ucap Vanya dengan rasa sesak yang kembali menyekiknya.

𝐕𝐚𝐧𝐕𝐚𝐧.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang