Bab. 8

27.9K 1.5K 73
                                    

MALAM yang TERTUNDA (8)

💖💖💖

Pernah merasa bagai di awan? Terbang dengan hati penuh kebahagiaan? Hingga lupa kesusahan apa saja yang dulu pernah dirasakan. Karena saat ini, hati melambung tinggi karena seseorang.

Mas Aksa Arjuna.

Sempurna sudah diriku menjadi seorang istri. Malam yang sampai kapan pun tidak akan pernah kulupakan. Bagaimana saat Mas Aksa memulai. Deru napasnya yang menyapu telinga, tatapannya, bibir yang tersungging tipis, dan tangannya yang mengurai lembut rambut panjangku lalu menari-nari di raga ini.

"Kamu beneran siap?" bisik Mas Aksa tepat di telinga setelah menarik wajahnya dari bibirku. Aku mengangguk penuh keyakinan.

Mas Aksa menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan. Mengangkat satu alisnya dan bertanya sekali lagi, "Beneran sudah siap?"

Rasanya, tak tahan ditatap begitu lama dengan jarak dekat. Aku merangkulkan tangan di lehernya. Berbisik, "Lakukanlah, Mas. Bukankah ini juga termasuk ibadah?"

Ah, entahlah. Aku bisa mendapat keberanian dari mana bicara seperti itu. Hanya saja, sudah kepalang tanggung. Untuk apa malu.

Rintik hujan di luar menjadi saksi malam panjangku. Malam di mana aku menyerahkan seluruh raga ini menjadi milik Mas Aksa, suamiku. Tak ada kata yang bisa menjabarkan bagaimana rasa hatiku. Tak ada pena yang sanggup melukiskan bagaimana indahnya malamku.

Semuanya berlalu begitu … sempurna.

Jam bundar di dinding berdetak lambat ditingkahi gemericik air hujan yang semakin deras. Menemani aktivitas kami memadukan cinta bersama.

Waktu menunjukkan jam 12 tepat. Mas Aksa tidur tertelungkup di sampingku. Perlahan, kakiku mulai turun setelah memakai kembali piyama.

"Mau ke mana?" Mas Aksa bertanya.

"Mandi, Mas." Aku menjawab lirih. Ingin berdiri, kaki rasanya berat sekali.

"Kuat jalan?"

"Eh?" Aku menggigit bibir. "Kuatlah." Aku mulai berdiri dan berjalan pelan meski sedikit sempoyongan.

Langkah Mas Aksa mendekat. Aku mengernyitkan dahi. Tanpa kata apa pun, Mas Aksa menggendongku dengan sekali angkat.

"Lho, Mas! Ini ngapain?" Tanganku merangkul lehernya. Menatap bingung.

"Katanya mau mandi." Mas Aksa menjawab enteng sekali. Berjalan menuju kamar mandi.

"Iya, tapi aku duluan nanti baru Mas Aksa. Turunin, Mas."

"Nanggung."

"Hah?"

***

Aku menutup wajah dengan kedua tangan. Antara sadar dan seperti masih melayang. Bibir, tak henti-hentinya menyunggingkan senyuman. Dada berdebar kian mengencang saat mengingat kejadian semalam.

Setelah melipat mukena dan meletakkan di lemari, aku menjepit rambut dan turun ke lantai satu menuju dapur. Menyiapkan sarapan, mengangkat jemuran, dan membereskan seluruh ruangan.

Mas Aksa, sholat Subuh di mushola kompleks perumahan yang jaraknya tidak terlalu jauh dan bisa ditempuh dengan jalan kaki. Sudah hampir jam setengah enam tapi belum juga pulang. Mungkin, jalan-jalan sambil ngobrol dengan orang kompleks lain.

Pagi ini, aku menyiapkan sarapan roti tawar dengan selai nanas dan kacang kesukaan Mas Aksa. Dipanggang sebentar, sambil menyiapkan minuman. Susu cokelat menjadi minuman wajib di pagi hari.

Pikiran tak henti-hentinya memikirkan kejadian semalam. Membuat rotiku hangus terpanggang karena aku sibuk dengan lamunan. Tertawa sendiri menyadari kecerobohanku. Mengulang lagi dan kali ini fokus pada apa yang sedang kukerjakan. Membuang pikiran yang bukan-bukan.

MALAM yang TERTUNDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang