Bab. 10

24.5K 1.6K 137
                                    

MALAM yang TERTUNDA (10)

💖💖💖

Gaun putih terurai panjang menjuntai dengan pernak-pernik di sisi bagian dada dan pinggang. Jilbab lebar membingkai wajah ditambah manik seperti sang putri di atasnya. Aku memutar tubuh dengan senyum mengembang. Cantik sekali aku malam ini.

Segera mungkin keluar kamar dan menuruni tangga dengan langkah ceria. Senyum memudar seiring langkah yang memelan. Bibir bergetar serta mata yang menatap tak percaya.

"Mas Aksa …." Aku mendesis berulang. Dada berdebar begitu kencang. Bukan debar bahagia, tapi debar menyesakkan.

Semakin sesak dan sangat menyakitkan ketika jelas di bawah sana, Mas Aksa yang memakai kemeja putih itu sedang berdansa dengan seorang wanita dengan gaun sama persis denganku. Bedanya hanya pada jilbab. Wanita itu mengurai rambut panjangnya yang bergelombang.

Aku menggigit bibir menahan nyeri ketika Mas Aksa menerima pelukan wanita itu. Bahkan senyumnya terkembang dengan wajah terlihat begitu bahagia.

Siapa wanita itu?

Langkahku perlahan menuruni tangga dengan mata tak henti menatap Mas Aksa. Sayangnya, kakiku terjerembab oleh gaun yang panjang. Jatuh tersungkur.

Aku mendesis sakit. Dada naik turun bersama detak jantung tak beraturan. Kedua tangan mencengkeram sprei. Perlahan, mata terbuka. Napas tersenggal seiring bibir berucap lirih istighfar.

Siapa wanita itu?

Pertanyaan yang sama dengan mimpi barusan. Belum sempat aku melihat wajahnya. Kenapa malah terbangun?!

Bangun dan menarik napas panjang. Berulang-ulang dengan tangan menekan dada. Hanya mimpi, tapi kenapa sakitnya terasa nyata? Mimpi yang mungkin hadir karena sejak matahari hendak tenggelam, aku memikirkan satu hal.

Tentang wanita bernama Lisa.

Tangan meraba samping bantal mencari ponsel. Membuka layar dan mengernyitkan dahi karena sekarang hampir jam satu malam. Mas Aksa, lagi-lagi belum pulang.

Acara menonton di bioskop kembali gagal karena sore tadi, aku memberitahu bahwa Raka datang bersama Lisa ke butik. Terlihat jelas raut wajah yang menegang karena terkejut. Kemudian tanpa pikir panjang, Mas Aksa pamit pergi setelah membatalkan acara begitu saja.

"Aku tidak apa-apa dan tidak akan terjadi apa-apa," katanya menjawab sorot mataku yang penuh tanya dan kekhawatiran.

Pesan whatsapp yang kukirim beruntun tak jua mendapat balasan. Ah, jangankan membalas, dibaca saja tidak. Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi dengan Mas Aksa. Sungguh, hati perih membayangkan mimpi tadi akan menjadi nyata.

Kaki kutekuk lalu tangan memeluk. Meringkuk sesak. Bibir bergetar seiring air mata yang mulai berjatuhan. Ada banyak pertanyaan di kepala. Ada banyak kemungkinan yang terpikirkan. Ada banyak ketakutan yang mendera.

Kaca jendela yang kubiarkan tirainya terbuka, memperlihatkan air embun yang menetes dari luar. Hujan sudah reda ketika sejak sore membungkus kota. Aku di sini, menggigil dingin dengan hati yang teremas perih. Sendirian hampir tiap malam.

Suara deru mobil terdengar parkir di halaman. Mas Aksa pulang. Tapi kaki berat melangkah turun. Bahkan hati sudah kebas dengan kekecewaan. Ingkar janji kesekian. Ditambah selalu pulang larut malam.

Adakah yang disembunyikan di luar sana?

Kuseka mata dan wajah yang basah. Kembali meringkuk berselimut memeluk guling. Memejamkan mata dan tak lagi berselera menyambut pulangnya suami.

MALAM yang TERTUNDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang