Bab. 20

27.4K 2.2K 382
                                    

MALAM yang TERTUNDA (20)

💖💖💖

Aku melirik beberapa kali Mas Aksa yang sedang mengemudi. Sejak pamit pergi tadi, ia diam dan seolah menyimpan beban pikiran. Perubahan yang begitu tiba-tiba. Membuatku tak enak hati dan takut jika Mas Aksa marah padaku.

"Mas Aksa, kita mau ke mana?" tanyaku. Mencoba mencairkan suasana. 

Mas Aksa menoleh. Memandang dengan tatapan entah. "Mas Aksa marah?" tanyaku. Takut sebenarnya.

"Gak. Kita ke ancol, mau?" ucapnya. 

"Ancol?" Aku mengernyitkan dahi, berpikir sejenak kemudian mengangguk.

"Tapi makan dulu. Mau makan apa?"

"Hm … apa ya?" Aku mengetuk-ketukkan telunjuk ke bibir. Kebiasaan kalau ia sedang berpikir.

"Gak pengen makan sesuatu?"

Aku menggeleng. 

Mas Aksa kembali menatap dengan tatapan yang sulit kuartikan. 

"Mau nyoba makanan Korea atau Jepang?" Mas Aksa menawarkan kemudian.

Aku menggeleng cepat. "Gak suka. Kemarin udah nyoba sama Raka. Rasanya aneh. Malah diketawain sama Raka." Aku menutup mulut. Tertawa.

Melihat Mas Aksa terdiam dan terlihat muram, membuatku tak enak hati. Takut jika salah bicara. Kemudian teringat beberapa kali Mas Aksa bertanya dan berharap ia meminta sesuatu padanya. 

"Pengen makan … garang asem aja deh, Mas." Aku berkata asal. Bukan karena benar-benar menginginkan garang asem, tapi lebih karena ingin Mas Aksa senang.

Mas Aksa menoleh. Mengernyitkan dahi. "Garang asem?"

Aku mengangguk. "Tapi kalau ngerepotin gak usah aja, Mas."

"Apanya yang merepotkan sih, Dek?" sahut Mas Aksa cepat. "Aku malah seneng kalau kamu minta sesuatu sama aku." 

Aku mengulum senyum, senang rasanya mendengar ucapan Mas Aksa. Tangan Mas Aksa terulur menyentuh kepalaku. Tersenyum dan bertanya, "Beneran mau makan garang asem?"

"Iya. Seger kayaknya siang-siang begini."

"Ya udah kita cari."

***

Setelah menempuh hampir satu jam lebih perjalanan ke sana-kemari mencari warung makan yang menjual garang asem dan berbagai masakan khas Jawa Tengah lainya, akhirnya kami sekarang duduk menikmati berbagai menu makanan yang dipesan.

"Pelan-pelan makannya." Mas Aksa mengelap samping bibirku yang ada sebutir nasi. Aku tersenyum. Mengangguk. Hatiku selalu berdebar ketika Mas Aksa menyentuh dengan senyuman tak lepas dari bibir.

"Boleh nyobain sayur asemnya?" Aku meminta makanan yang dipesan Mas Aksa. Sengaja. Apa pun akan kulakukan agar lebih dekat dengan Mas Aksa. 

"Boleh dong. Nih." Mas Aksa menyodorkan sendok berisi sayur asem. Aku membuka mulut. Mengangguk dan tersenyum. "Enak," kataku. 

"Mau lagi nih sama nasinya." Mas Aksa menggeser piring nasinya. 

"Berdua, ya?" Aku berkata. Mengambil sendoknya dan mulai memakan nasi sayur asem dengan lauk perkedel kentang.

Mas Aksa kembali tersenyum. Damai sekali rasanya bisa makan berdua dengan nikmatnya bersama suami seperti ini. 

Namun, ketenangan itu harus pupus seketika karena ponsel Aksa yang berbunyi. Setelah melihat, Mas Aksa pamit ke kamar mandi dan beberapa menit kemudian kembali dengan wajah cemas dan gugup.

MALAM yang TERTUNDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang