Bab. 3

28.9K 1.6K 36
                                    

MALAM yang TERTUNDA

💖💖💖

Hari pertama setelah acara pernikahan. Rumah masih sangat ramai, banyak saudara atau kerabat jauh yang menginap, rencana sih sore nanti baru akan pulang. Banyak tetangga sebelah datang membantu membereskan rumah yang masih berantakan.

Keluarga dan saudara Mas Aksa, sudah pulang setelah makan siang. Tinggal Mas Aksa yang masih di sini, entah sampai kapan. Sekarang, dia duduk di teras depan bersama Ayah dan para tamu yang masih banyak berdatangan. Mbah Kakung, justru setelah acara selesai, langsung pulang. Sepertinya masih sedikit kecewa dengan pernikahanku.

Aku sendiri, sibuk membereskan kamar. Membuka satu persatu kado yang bertumpukan. Rasanya, menyenangkan sekali. Sangat jarang aku menerima hadiah atau kado. Bahkan, saat ulang tahun pun hampir tidak pernah mendapatkan.

Ya, karena aku hanyalah gadis desa biasa. Ayah dan Ibu hanya seorang petani. Rumah pun sangat sederhana. Aku sendiri, hanya bekerja di minimarket dekat pasar. Dan, rasanya masih sulit dipercaya kalau ternyata jodohku adalah lelaki kaya dari kota.

Dari awal, aku tidak terlalu suka dengan anak orang kaya. Bukan karena tidak percaya diri bersanding dengan mereka, tapi lebih karena takut jika dibedakan oleh keluarga atau saudaranya.

Karena pada kenyataannya, perbedaan kasta selalu menjadi salah satu permasalahan dalam rumah tangga.

Semoga saja kali ini berbeda. Toh, Ayah sudah sangat mengenal almarhum papanya Mas Aksa. Mama dan keluarga Mas Aksa juga sangat baik, sama sekali tidak risih memasuki rumah ini. Aku rasa, mereka adalah orang-orang yang luar biasa.

Mataku membelalak ketika membuka kado dari sahabatku. Lingerie merah terang, kulebarkan di hadapan. Sungguh di luar dugaan, kalau sahabat yang selalu menasihati tentang kebaikan, memberikan kado pakaian menerawang.

"Cantik."

Aku terlonjak kaget dan reflek menyembunyikan lingerie di balik kado lainnya.

"Mas Aksa! Kok gak ketuk pintu dulu?" sungutku, meski tampak sekali wajahku berubah gugup. Aih, bagaimana tidak malu, saat ketahuan sedang melihat lingerie?

Mas Aksa terkekeh sambil menutup pintu. "Maaf. Kebiasaan di rumah. Jadi, mengira kamar sendiri."

Aku menunduk saat Mas Aksa berjalan mendekat. Duh, ngomong apa enaknya, ya? Jadi bingung begini.

"Aku kira kamu tidur."

Ah, akhirnya Mas Aksa memulai pembicaraan lagi. Aku mendongak, dan Mas Aksa berjongkok di dekatku. Tangannya melihat-lihat bungkusan kado.

"Nggak, Mas. Penasaran sama semua isi kado ini. Mas Aksa sendiri, mau ngapain?" Aku menggigit bibir, urung melanjutkan ucapan. Pantaskah bertanya, mau apa dia masuk ke kamar? Toh, kamar ini, sekarang miliknya juga.

"Tamunya sudah pada pulang. Ayah juga menyuruhku istirahat di kamar."

Aku hanya mengangguk-angguk. Tidak tahu harus berkata apa. Hanya bisa merasakan debaran yang semakin kencang saja. Mencium aroma parfum di tubuh Mas Aksa saja sudah membuat dadaku berdebar.

Aku … sama sekali belum pernah pacaran. Ah, itu bukan karena aku sangat paham agama. Bukan. Aku hanya gadis biasa yang sedang mencoba memperbaiki diri. Keimananku pun hanya seujung kuku. Sangat tak seberapa.

Aku, hanya ingin menjaga kehormatanku sebagai seorang wanita. Agar semua bisa kupersembahkan untuk pertama kalinya pada lelaki yang memang seharusnya mendapatkannya. Lelaki yang telah berani mengucap ijab qobul di hadapan orangtua dan berjanji pada Allah untuk bertanggung jawab atas diriku.

MALAM yang TERTUNDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang