Bab. 9

24.1K 1.6K 61
                                    

MALAM yang TERTUNDA (9)

💖💖💖

Gerimis mulai turun malam ini. Setengah jam kemudian, rintiknya semakin deras. Pendingin ruangan kubiarkan menyala meskipun dingin menyergap. Sedingin hati ini yang tak tahu apa sebabnya.

Resah, gelisah, curiga, atau … cemburu? Entah. Yang pasti, rasanya benar-benar tidak tenang.

Mas Aksa, tiga kali mengingkari janji. Janji mengajak nonton di bioskop dan makan malam di luar. Sibuk dan ada urusan penting di rumah sakit, begitu alasannya. Bahkan selalu pulang larut malam.

Aku berjalan menuju jendela kamar. Membuka tirai biru muda motif bunga. Menatap air hujan di luar dengan tatapan menerawang. Tangan menyentuh kaca jendela. Menciptakan bekas tangan karena kaca yang berembun. Dingin. Tersenyum teramat tipis, lalu menulis nama Aksa Arjuna dengan telunjuk.

Sekarang, sudah hampir jam 12 malam. Mas Aksa belum juga pulang. Ponsel sering sekali tidak aktif. Bolehkah jika hati ini mulai curiga?

'Tega kamu, Mas!'

Kalimat yang diucapkan wanita di swalayan waktu itu, selalu saja membuat pikiranku tak tenang. Kalimat bernada kebencian. Tatapan yang menyiratkan dendam. Jelas, bukan? Pasti ada sesuatu yang disembunyikan oleh Mas Aksa.

Tentang cinta, aku bahkan sudah berani mengatakannya. Meski sedikit gugup dan bahkan suara hampir tak terdengar. Berharap mendapat balasan, nyatanya hanya senyuman yang sulit diartikan.

Entahlah. Apa Mas Aksa belum mencintaiku? Aku tidak tahu pasti. Yang pasti, dia adalah suami yang sangat bertanggung jawab selama sebulan lebih ini. Tidak ada yang aneh. Bahkan, sikap dan perlakuannya begitu lembut padaku. Selalu memenuhi kewajiban sebagai seorang suami pada istri. Memberi nafkah lahir dan batin.

Lalu, sekarang apa sebenarnya yang aku gelisahkan?

Aku mendesah panjang.

Suara mobil Mas Aksa terdengar parkir di halaman. Ingin rasanya segera tidur dan mengabaikannya. Tapi hati tak sanggup tentunya. Seharian tak melihat wajahnya, membuatku ingin segera menghampiri dan memeluknya.

Aku berlari kecil keluar kamar dan menuruni tangga. Memberikan senyuman menyambut kedatangan Mas Aksa. Wajahnya, sama seperti malam-malam sebelumnya. Terlihat lelah dengan tatapan yang … entah.

"Kenapa belum tidur?" Mas Aksa bertanya saat aku mencium tangannya.

"Bagaimana aku bisa tidur, kalau Mas Aksa belum pulang dan gak ada kabar." Aku menatapnya sedikit kecewa.

"Maaf," bisiknya setelah merengkuh tubuhku dan mendekap begitu erat. "Aku lelah, Dek. Sungguh."

Luruh sudah rasa kecewaku. Berganti dengan perasaan tak tega. Apa pun itu, dia tetap suamiku. Tak semestinya aku bisa punya pikiran yang bukan-bukan? Bisa saja, dia memang sedang sibuk dengan pekerjaannya.

"Mas Aksa aku buatkan wedang jahe, mau?" Aku menawarkan.

"Aku tidak butuh apa-apa saat ini. Aku hanya lelah."

Aku menghela napas. Mengurai pelukannya. Tersenyum menatap wajah yang memang menampakkan kesakitan. Bukan fisik, tapi hatinya. Aku bisa melihat dari sorot matanya. Tanpa harus bertanya.  

Ternyata, jauh lebih sakit saat melihat orang yang dicintai sedang terluka hati. Apa pun sebabnya, aku tak rela melihat Mas Aksa seolah begitu menderita.

Ada yang bilang, jika seorang lelaki telah menunjukkan sisi lemahnya pada wanita, maka percayalah, wanita itu spesial baginya.

Aku tersenyum. Mengusap lembut wajah Mas Aksa, lalu mengajaknya naik ke atas untuk istirahat.

MALAM yang TERTUNDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang