Bab. 19

28.4K 2K 260
                                    

MALAM yang TERTUNDA (19)

💖💖💖

Aku sempat gelisah karena ponsel berada di tangan Mama. Bagaimana kalau Mas Aksa menelepon, mengirimkan pesan, khawatir, atau lainnya. Ketika bertanya mengapa dan apa rencana Mama yang sebenarnya, Mama hanya tersenyum simpul dan mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja.

Raka pulang sekitar jam satu siang. Melepas jaket, dan menaruh tas di kamar. Kemudian turun untuk makan siang bersama. Masih seperti biasa, Raka yang selalu bisa mencairkan suasana dan membuat tertawa. Mama yang mengomel dan menjewer anak bungsunya itu ketika ada saja perkataan yang bisa dibantah. 

Satu jam berlalu dan Raka langsung mengajakku keluar rumah. "Kita mau ke mana?" tanyaku setelah mobil mulai melaju di jalan raya dengan kecepatan sedang.

"Ke kampusku," jawab Raka sambil memasang handsfree di telinga. Memberi isyarat padaku untuk diam sebentar, karena ada panggilan.

Aku tidak tahu apa yang dibicarakan Raka ditelepon. Band, musik, acara, kampus, dan jangan terlambat. Entah. Aku hanya diam menunggu Raka selesai dengan teleponnya.

"Kita ke kampus. Ada acara amal buat sekolah anak jalanan. Acara rutin tiap enam bulan sekali. Dan aku ikut tampil sebagai gitaris di grup band milik temenku. Ntar kamu nonton aja." Raka menerangkan setelah selesai menelepon.

 Aku mengangguk-angguk. "Pasti seru. Tapi … kenapa aku gak boleh bawa HP sama Mama? Terus, kamu tahu gak rencana Mama itu apa?"

Raka mengedikkan bahu. "Ikut ajalah. Mama tau gimana baiknya."

"Iya sih, tapi kalau Mas Aksa nyariin nanti gimana?"

"Ya ntar Mama yang urus. Udah jangan dipikirin. Santai aja. Sekarang kita happy happy aja dulu."

Aku menghela napas pelan. Menatap lurus ke depan dengan berbagai macam pikiran. Tentang rencana Mama, dan Mas Aksa yang bisa saja mencari atau malah marah karena aku tidak bisa dihubungi. 

"Mau makan dulu, gak?" tanya Raka ketika melihatku diam saja.

"Masih kenyang sih tapi …." Aku menggigit bibir, berpikir.

"Paan? Kalau pengen makan sesuatu bilang aja. Ntar kita mampir dulu."

"Kamu gak telat nanti?"

Raka tertawa. "Telat apaan? Nyantai aja. Grupku tampil sekitar akhir acara ntar."

"Oh. Kalau gitu kita makan soto betawi dulu, ya?" Aku mengulum senyum. 

"Boleh. Itu di deket kampus malah ada yang jual. Lumayan juga rasanya. Mau?"

Aku mengangguk cepat. 

***

Acara amal yang digelar di taman kampus itu cukup meriah, dengan berbagai macam tampilan dari mahasiswa di sana. Ada yang membaca puisi diiringi dengan petikan gitar, menyanyi solo, tarian, dan beberapa band dari anak-anak kampus itu sendiri. 

Aku duduk di antara mahasiswi lain di sana. Duduk di kursi depan. Raka yang menyediakan. "Khusus untuk ibu hamil," katanya pada teman-teman lain yang memandang penuh tanya. 

Aku ikut tersenyum dan bertepuk tangan ketika Raka tampil. Menyenangkan sekali sebenarnya. Sangat jarang aku menonton acara seperti ini. Namun, tetap ada yang mengganjal di hati, karena pikiranku sejak tadi tertuju pada Mas Aksa. Gelisah. Melirik jam kecil di pergelangan tangan. Mendesah pelan. Kembali menonton. Menoleh ke sana-kemari, entah apa yang kucari.

"Keren gak tadi?" tanya Raka ketika acara selesai dan langsung menghampiriku.

Aku mengacungkan dua jempol dan tersenyum lebar. Raka menepuk dada bangga di depan teman-teman satu band-nya, dan langsung mendapat toyoran di kepala. 

MALAM yang TERTUNDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang