T I G A P U L U H S E M B I L A N

10K 621 22
                                    

Dita kini duduk di salah satu kursi kosong yang berada di kantin rumah sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dita kini duduk di salah satu kursi kosong yang berada di kantin rumah sakit. Dewa membawanya kesana setelah mendapati Dita dengan deraian air matanya berdiri di depan pintu rawat inap Prabu.

"Minum dulu, Dit." Dewa menghampiri Dita dengan sebotol air mineral yang baru saja ia beli.

"Kenapa kamu jadi baik banget sama aku, Wa? Kamu tau, ini aneh dan aku enggak terbiasa." Dita enggan menatap Dewa. Ia bahkan enggan mengambil air mineral yang Dewa sodorkan ke arahnya. Kebingungan mendominasi kepalanya, menerka-nerka, kebohongan apa yang sebenarnya tengah Dewa lakukan.

"Sebetulnya aku bukan jadi baik banget, Dit." Dewa menegakkan tubuhnya. "Kalo kamu pikir aku bohong, sebetulnya bukan sekarang aku bohong. Justru aku sekarang lagi mencoba untuk jujur setelah bertahun-tahun bohongin diri sendiri."

"Maksud kamu?" Dita memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya dan menatap Dewa.

Dewa tersenyun kecil sebelum menjawab pertanyaan Dita. "Aku emang enggak pandai bergaul dan enggak pandai bicara diluar masalah pekerjaan. Tapi, aku bukan orang sadis. Ada beberapa hal yang maksa aku buat jadi orang yang kamu kenal selama ini. Orang yang menurut kamu bakal ngelakuin hal yang lebih buruk dari yang udah Vano lakuin ke kamu semalem."

"Hal itu apa, Wa?" Dita mengerutkan dahinya, masih belum sepenuhnya mengerti dengan apa yang Dewa katakan barusan.

Dewa menghela napas beratnya. Tidak mungkin juga Dewa katakan kalau ia sebenarnya sudah tertarik dengan Dita sejak zaman prasejarah. Atau ia mengatakan jika selama ini cintanya bertepuk sebelah tangan karena sebenarnya yang Dita sukai adalah Nakula, bukan dirinya.

Dewa menghela napas beratnya sekali lagi. Ia benar-benar menyesal sekarang. Rasa iri terhadap Nakula, perasaan cemburu, kenyataan cinta yang bertepuk sebelah tangan, dirinya yang tak pandai mengungkapkan perasaan, usaha mati-matiannya agar Kemala menyayanginya seperti menyayangi Nakula, dan kebencian Kemala pada Dita, benar-benar sudah menjadi kombo paten untuk membuat imejnya buruk di hadapan Dita. Menjelaskan semuanya sekarang hanya akan membuat Dita semakin tidak mempercayainya yang tengah berusaha untuk memperbaiki hubungan mereka.

"Wa?" Suara Dita mulai melunak.

"Aku belum bisa cerita sekarang, Dit," jawab Dewa pada akhirnya. "Aku bukan enggak mau. Tapi waktunya belum pas. Yang pasti, aku sebenernya enggak seburuk yang kamu pikirin. Yaaa, emang aku buruk banget, sih, kalo dipikir-pikir. Tapi ... aku bener-bener belum bisa ceritain itu sekarang."

Rasa penasaran Dita yang sudah sampai ke ubun-ubun tidak bisa surut begitu saja. Namun, bagaimana jika orang yang bisa menjawab seluruh rasa penasarannya malah enggan menjawab?

"Artinya kamu enggak masalah kan, kalo aku mikir kamu emang 'seburuk itu'?" Dita akhirnya mengambil air mineral yang tadi Dewa sodorkan. Membuka penutup botolnya, lalu meminumnya. "Karena kamu enggak kasih alasan aku buat mikir yang lain selain kamu orang yang jahat."

FIANCÈES | COMPLETED✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang