S E M B I L A N

13.5K 794 52
                                    

"Dewa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dewa ... kalo kamu mau lakuin itu, silakan kamu lakuin. Kamu enggak perlu nanya aku, kan, kamu harus lakuin itu apa enggak?" Dita tersenyum menatap Dewa sambil memainkan jemarinya di atas meja, menikmati wajah Dewa yang kini nampak terkejut. "Kenapa? Kok kamu diem?"

"Kamu enggak serius, kan?" Dewa bertanya dalam keterkejutannya. Ia menatap Dita dengan tatapan penuh pertanyaan.

"Kamu serius enggak ngajak aku tunangan lagi? Kalo kamu serius, lakuin seperti apa yang kamu omongin tadi. Berlutut dan mohon-mohon sama aku," ujar Dita sambil tersenyum simpul.

Dewa yang merasa kesal karena tak memiliki pilihan lain itu pun bangkit dari duduknya. Dewa mendorong kursi yang tadi ia duduki dengan betisnya hingga terdengar suara decitan dari kayu yang bergesekan dengan lantai.

Dewa berlutut tepat di depan Dita yang kini duduk menghadapnya. Tak ayal, orang-orang yang berada di cafe itu langsung melihat ke arah mereka.

"Liat aja! Lo pasti bakalan gue bales!" Dewa membatin kesal sebelum ia membuka mulutnya untuk memohon maaf dari Dita. "Dita, aku-"

"Dewa kamu ngapain?" Dita terlihat seolah ia tengah terkejut dengan aksi Dewa. "Aku cuma bercanda, lho. Aku pikir kamu tau kalo aku bercanda."

Dita mendengar Dewa berdecak saat pria itu bangkit dari posisinya dan membersihkan celananya yang kotor karena berlutut tadi dengan gerakan kasar.

"Kalo kamu mau kita balikan, ayo, balikan." Dita tersenyum meski senyumnya terlihat menyebalkan di mata Dewa.

"Makasih kamu masih mau nerima aku." Dewa berujar dengan suaranya yang terdengar ketus di telinga Dita.

"Sama-sama." Dita menjawab Dewa sebelum ia melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. "Kamu cuma mau ngomong itu doang kan, Wa? Kalo udah, aku masih ada jadwal pemotretan lagi. Aku enggak bisa lama-lama."

"Kamu mau aku anter?" Dewa terdengar terpaksa. Jika bukan karena ancaman Rama yang benar-benar tidak bisa Dewa abaikan sama sekali, pria itu pasti tak akan pernah menanyakan pertanyaan itu pada Dita.

"Enggak usah, Wa." Dita bangkit dari duduknya. "Aku udah ditungguin sama pak Asep. Aku duluan, ya."

Dita pergi begitu saja, meninggalkan Dewa dalam rasa bingungnya. Sebab, Dita bertindak seolah wanita itu tidak tertarik padanya lagi. Dewa tahu jika ia seharusnya merasa lega. Tetapi, hal yang ganjil itu nyatanya sedikit meresahkan hatinya.

"Dia pasti lagi ngetes dan main-main sama gue. Tipuannya enggak mempan banget." Dewa berdecih kesal. "Nanti juga dia ngejar-ngejar gue lagi. Sekarang aja sok-sok jual mahal biar gue merasa kehilangan."

Meski Dewa berpikir jika Dita hanya sedang bermain-main padanya, ancaman Rama kembali teringiang di dalam kepala Dewa setelah ia menyesap Caramel Macchiato pesanannya yang sudah mulai dingin.

"Kamu inget ya, Sadewa. Kamu cuma bisa balik ke jabatan kamu kalo kamu tunangan lagi sama Dita. Dan satu lagi, kali ini kalo kamu ngulang kesalahan kamu untuk yang kesekian kalinya dengan nyakitin Dita, Ayah enggak akan segan-segan ngusir kamu keluar dari rumah ini. Kamu bisa apa tanpa Ayah?" Kalimat Rama berputar di kepala Dewa.

FIANCÈES | COMPLETED✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang