E M P A T B E L A S

11.8K 707 18
                                    

"Dit?" Tidak mendapatkan jawaban apa pun dari Dita, akhirnya Vano menyerah untuk melanjutkan percakapannya dengan Dita sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dit?" Tidak mendapatkan jawaban apa pun dari Dita, akhirnya Vano menyerah untuk melanjutkan percakapannya dengan Dita sekarang.

Dita diam disepanjang perjalannya dan Vano menuju ke restoran yang sudah Vano pesan. Dita tidak bermaksud untuk terus diam. Hanya saja, ia bingung untuk menanggapi Vano yang terus-terusan berbicara tentang masa lalu mereka, masa-masa SMA saat mereka masih dekat.

Mobil yang Vano kendarai memasuki pelataran parkir restoran favorit Dita. Vano menghentikan laju mobilnya tepat di depan pintu masuk restoran. Vano pun menurunkan jendela mobil yang ada di sebelahnya untuk memanggil petugas layanan parkir Valet.

"Mas, valet, dong," ujar Vano dengan sopan memanggil petugas layanan Valet.

Petugas Valet pun mencatat plat mobil Vano sebelum ia menghampiri Vano yang berada di dalam mobilnya.

"Ini, Pak," ujar petugas tersebut sambil menyodorkan secarik kertas berisi bukti penggunaan layanan Valet setelah membukakan pintu mobil untuk Vano.

"Sebentar ya, Mas." Setelah menerima kertas itu, Vano segera berlari kecil untuk membukakan Dita pintu.

"Tunggu, Dit," ujar Vano saat Dita ternyata sudah membuka pintu mobilnya. Cepat-cepat Vano meletakan tangannya ke atas kepala Dita. "Pelan-pelan turunnya. Nanti kebentur kepala kamu."

"Makasih, Van." Dita berujar dengan tulus pada Vano yang selalu memperlakukannya dengan baik.

"Tangan." Vano menyodorkan tangannya ke arah Dita, menunggu untuk Dita menyambut tangannya.

"Tangan?" Dita berujar dengan bingung.

"Mau gandengan, Odiiiit." Vano yang gemas dengan Dita yang tak mengerti maksudnya itu pun mengamit tangan Dita. Meski gerakannya cepat, nyatanya Vano memperlakukan Dita dengan lembut.

"Vano, aku digandeng-gandeng terus kayak anak kecil." Meski protes, Dita lagi-lagi membiarkan Vano menggenggam tangannya.

"Kita dulu juga biasa kayak gini, Dit. You used to take me to all your favorite places, and I used to be your knight." Lagi dan lagi, Vano membicarakan masa lalu mereka.

Dita kembali diam. Membicarakan masa lalu dengan Vano hanya membuatnya merasa semakin bersalah. Jika saja Dita tahu apa yang akan terjadi di masa depan, mungkin insiden itu tidak perlu terjadi.

Vano hanya bisa tersenyum saat mendapati Dita lagi-lagi memilih untuk diam karena ia membahas masa lalu. Namun, Vano merasa bersyukur karena Dita membiarkannya memimpin jalan masuk ke dalam restoran. Dita juga tak menarik tangannya sama sekali dari genggamannya.

"Your favorite spot," ujar Vano saat mereka sampai di lantai dua restoran itu. Vano tak melepaskan genggamannya dari tangan Dita hingga mereka sampai di tempat favorit Dita saat datang ke restoran itu.

Di atas meja terdapat tanda jika meja itu sudah dipesan. Karenanya, seorang pelayan datang menghampiri Vano dan Dita.

"Maaf, Pak. Meja ini sudah dipesan," ujar pelayan itu.

FIANCÈES | COMPLETED✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang