T I G A P U L U H D E L A P A N

10K 590 26
                                    

"Iya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Iya. Kamu emang bukan orang yang kayak gitu, Wa." Dita tersenyum. Setitik kelegaan muncul di hati Dewa saat mendengar Dita berbicara seperti itu. "Seorang Sadewa yang aku kenal pasti lakuin hal yang lebih dari itu buat nyakitin dan permaluin aku. Aku udah hafal banget, Wa. Kamu tau, kan? Aku bahkan udah enggak kaget lagi kalo kamu yang lakuin itu."

"Demi Tuhan, Dit." Bahu Dewa merosot. Ia tahu, ini adalah konsekuensi dari perbuatannya pada Dita. Namun, tetap saja hatinya terluka mendengar Dita berkata seperti itu. "Buat apa aku ngancurin acara yang aku pengen banget adain? Buat apa, Dit?"

"Jangan bawa-bawa Tuhan, Sadewa!" Dita memundurkan langkahnya. "Kamu bilang, kamu bakalan terima apa pun setelah aku nonton video itu. Aku udah nonton dan tetep enggak percaya sama kamu!"

Dita membalikan tubuhnya untuk pergi dari hadapan Dewa. Ia tak lagi memerlukan jawaban. Semuanya sudah terlihat jelas sekarang. Dewa hanya cuci tangan dengan menyuruh polisi menangkap pria yang menyulik Vano kemarin-Franky.

Saat Dita mulai melangkah, Dewa memutar rekaman suara yang baru saja ia rekam tadi. Suara Franky dan pengakuannya.

Tubuh Dita membeku mendengar rekaman itu. Ia tak hanya marah, tetapi juga malu karena menuduh Dewa yang tidak-tidak.

"Wa-"

"Aku masih ada bukti lain, Dit." Dewa memasukan ponselnya ke dalam saku, lalu meraih tangan Dita dan menuntunnya mendekati laptopnya yang berada di atas meja kerja.

"Ponsel yang aku kasih ke kamu, itu bukan ponsel aku. Itu rekaman dari cameraman dokumenter acara semalem yang dipindahin ke hpnya. Aku buru-buru sampe ngambil hpnya. Tapi, aku jamin video itu enggak diedit sama sekali," jelas Dewa sambil menarik kursi kerjanya. "Duduk, Dit," pintanya pada Dita.

Dita yang masih kelewat shock pun menuruti ucapan Dewa. Dewa berdiri di samping kursi kerjanya, lalu membungkukan tubuhnya untuk memainkan laptop.

Dita tak sengaja menoleh ketika wajahnya dengan wajah Dewa berada dalam posisi berdekatan. Perasaan shock karena telah dibohongi oleh Vano, berubah menjadi sebuah gelenyar aneh. Sebab, jika Dewa menoleh, mungkin bibir mereka bisa ....

"Astaga, Dita! Inget! Ini pria yang udah bikin kamu malu dan terluka! Jangan gampang luluh karena kebaikan dia hari ini! Inget! Yang ada di hadapan kamu itu Dewa! Sadewa Dirgantara yang enggak akan pernah perlakuin kamu kayak manusia! Inget seberapa sering dia nyakitin dan permaluin kamu!" Kepala Dita menggeleng kala terdengar bisikan di telinganya tentang Dewa.

"Dit?" Benar saja. Dewa yang sedari tadi memanggil Dita namun tak mendapatkan respon apa pun dari Dita, akhirnya menoleh. Dita cepat-cepat mengalihkan pandangannya. Bibir mereka nyaris saja bertemu. "Ekhm." Dewa berdehem salah tingkah, menyadari posisinya yang mungkin saja bisa membuat Dita kurang nyaman. "Maaf, Dit. Aku cuma mau nunjukin ini."

Dita membuang jauh-jauh pikirannya dan kembali fokus. Kini matanya tengah menyaksikan sebuah rekaman dari CCTV klab. "Ini ... klab yang semalem, kan?" tanyanya memastikan.

FIANCÈES | COMPLETED✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang