D U A P U L U H D U A

12.3K 734 20
                                    

"Dita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dita." Dewa memanggil Dita setelah membuka pintu. "Kamu ke sini enggak bilang-bilang. Aku nyariin kamu tadi ke IGD."

"Kamu ngapain lagi sih, Wa?" Dita berdecak sebal saat keinginannya untuk menangis benar-benar hilang karena kedatangan Dewa.

Pikir Dita, jikalau saja ia tahu Dewa bukan lah orang yang mengerti situasi dan kondisi seperti ini, mungkin sudah sejak dulu ia berhenti menyukai pria itu. Pahadal kenyataanya, sudah sejak dulu Dewa bersikap seperti itu. Hanya saja, Dita baru menyadarinya sekarang, setelah perasaannya pada Dewa mulai memudar.

Dewa mengangkat tangannya yang membawa kantung plastik, menunjukan jika kedatangannya ke sana untuk memberikan apa yang berada di dalam kantung plastik tersebut kepada Dita.

"Aku udah bilang, kan? Aku enggak mau makan, Sadewa!" Dita melipat tangannya di depan dadanya. Lama-lama, Dita jengah juga dengan tingkah Dewa yang tak bisa mengerti ketika berkali-kali ia mengatakan hal yang tak ia inginkan.

"Ini bukan makanan." Dewa berjalan mendekat ke arah Dita yang menatap jengah ke arahnya. "Ini jus alpukat. Aku enggak tau kamu suka apa enggak. Tapi, yang aku tau alpukat punya kalori yang cukup buat ganjel perut. Kalo kamu enggak mau makan siang, seenggaknya kamu minum ini."

Dita tertegun di tempatnya. Hari ini adalah pertama kalinya Dewa berbicara panjang lebar dengannya. Meski sebelumnya Dita pernah berbicara dengan Dewa, pembicaraan itu hanya berisi dengan kata-kata menyakitkan. Kata-kata yang menjadi cerminan dari rasa tidak suka Dewa terhadap Dita.

"Minum," ujar Dewa sambil meletakan kantung berisi jus alpukat yang ia bawa ke atas paha Dita yang tengah duduk sambil bersedekap menatapnya. "Tanggung jawab aku udah selesai. Aku balik beneran. Sekarang, puas-puasin deh, sayang-sayangannya."

Dita mengernyitkan alisnya sambil menatap punggung Dewa yang berjalan menjauhinya. Saat pintu ruang perawatan Vano tertutup, Dita baru menyadari ucapan tidak jelas Dewa.

"Dewa ngomong apa?" tanya Dita pada dirinya sendiri. Ia benar-benar tidak mengerti dengan ucapan Dewa. "Sayang-sayangan?"

Dita menggelengkan kepalanya, berusaha menghapus kebingungan yang hanya akan membuatnya pusing karena tak akan mendapatkan jawaban apa pun jika tidak bertanya langsung pada orang yang bersangkutan.

"Kenapa dia sekarang jadi orang enggak jelas, deh?" Meski berujar seperti itu, Dita tetap saja menusuk penutup jus dengan ujung sedotan yang tajam lalu menyedot jus alpukat yang Dewa bawa.

"Eh? Enak masa." Dita memuji rasa jus alpukat yang Dewa bawakan. "Tapi, ngomong-ngomong ada angin apa tuh orang baik banget hari ini. Apa dia beneran takut aku aduin ke ayah, ya?"

"Shhh ...." Di tengah-tengah perbincangan Dita dengan dirinya sendiri, suara Vano yang meringis kesakitan sampai di telinga Dita.

"Vano?! Kamu udah sadar?" Dita bangkit dari duduknya, meninggalkan jus alpukat yang Dewa bawa ke atas nakas dekat bangkar pesakitan Vano.

FIANCÈES | COMPLETED✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang