Rutinitas tetaplah rutinitas. Selelah apapun kita, semalas apapun kita sekarang, tidak ada kata untuk meninggalkannya.
Sama halnya seperti sekarang ini. Aku yang masih duduk dibangku mahasiswi sekaligus merangkap menjadi seorang isteri memiliki rutinitas ganda sekaligus. Yakni sebagai mahasiswi SNU dan sekaligus seorang isteri dari Kim Seokjin.
"Seijin aku akan mengantarmu hari ini." Ucap Jin seraya membukakan pintu kanan mobilnya.
"Tapi apa tidak merepotkan oppa?" Seijin menelisik mencari ketidaknyamanan yang mungkin terselip dikedua manik pria yang bermarga sama dengannya tersebut.
"Jangan khawatir aku tidak ada meeting pagi ini. Jadi naiklah sekarang. Aku akan mengantarmu." Membenarkan posisi duduk hingga nyaman kemudia memasang seat belt disisi kanannya.
"Nee oppa." Ucap ku singkat kemudian masuk kedalam mobil.
Tidak butuh waktu lama bagi Jin mengantarku kekampus dan akhirnya sampai juga. Setelah melambaikan tangan ku padanya, ia pun bergegas menancap pedal gasnya lagi kemudian berlalu kencang meninggalkanku.
Tak berbeda dari hari-hari sebelumnya, hari ini kelas ku berjalan lancar. Setelah menyelesaikan kelas ku, ku langkahkan kaki keluar kelas menuju lobi utama kampus.
Hari ini, sepertinya aku akan pulang cepat karena ku rasa aku tidak memiliki janji dengan siapapun.
Terlebih dengan Jimin. Semenjak aku menikah dan dia punya teman culunnya itu aku sudah jarang sekali berhubungan dengannya. Namun, langkah ku kali ini harus tersendat oleh sebuah panggilan.
Ralat bukan panggilan alam
Melainkan panggilan dari lelaki berkacamata yang tidak lain tidak bukan adalah Kim Namjoon.
"Yaaaa Jeogiyaa." Namjoon yang tadi berlari dibelakang ku kini sudah sejajar dengan ku meski dengan napas yang sedikit terengah.
"Yaaa ku kira kau tidak akan berhenti. Kenapa jalan mu cepat sekali eoh?" Ucap Namjoon dengan napas tersengal sembari memegangi sisi dadanya.
"Mianhae kyosunim aku tidak mendengar tadi." Jawab ku lalu tersenyum miris melihat tingkahnya.
Setelah mengatur napasnya hingga merasa jauh lebih baik ia pun kembali memberi ku pertanyaan basa-basi.
"Ooh iya sekarang kau mau kemana? Atau langsung pulang saja?""Sepertinya aku tidak ada janji hari ini. Jadi aku mau langsung pulang saja." Tutur ku sopan.
"Jinjja kau tidak ada janji? Waahh sepertinya kebetulan sekali. Bagaimana kalau kita makan dulu sebentar. Disekitar sini ada restoran jepang yang baru buka. Aku mau coba kesana tadi, tapi rasanya tidak nyaman kalau pergi sendirian. Mau ikut dengan ku?" Ajak Namjoon ramah.
"Tapi..." Aku berfikir sejenak mencoba mempertinbangkan ajakan hangatnya tersebut.
"Ku mohon kali ini jangan menolak ku." Pintanya penuh melas.
Ku pikir-pikir lagi ini juga masih belum terlalu sore, lagipula apa salahnya jika aku menerima tawarannya toh ini adalah restoran jepang.
Tidak ada kamus penolakan traktiran dikepala seorang Seijin
"Baiklah kyosunim Kim aku ikut." Ucap ku yang spontan merubah raut wajahnya menjadi lebih ceria.
"Jinjja? Gomawo Seijin-ah. Kajja." Ucapnya lagi lalu berjalan mendahului ku didepan.
Setelah memesan banyak makanan jepang yang aku sendiri sebenarnya tidak tahu namanya, kami pun mulai mencicipi satu demi satu kudapan khas negeri sakura itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Epiphania
RandomSegelintir kisah pelik, tentang bagaimana cinta dan maut yang terimplisit dalam satu takdir yang sama. Juli, 2019.