1. Holly

900 66 10
                                    

Bunyi gemerisik dari hempasan air shower yang menghujam kuat marmer putih dibawahnya, masih melantun dengan begitu nyaringnya sejak beberapa menit terakhir. Tepatnya setelah pria dengan bahu selebar tiang jemuran itu memasuki kamar mandi kemudian melenyapkan torsonya disebalik pintu hitam tersebut.

"Ahhh aku lupa menaruh ini." Seijin bergumam sendiri, meraih tas hitam kotak yang menjadi tas kerja sang suami. Kemudian menaruhnya didalam almari dengan desain cokelat muda mengkilap berplitur yang terletak mengisi salah satu sudut ruang kamar persegi tersebut.

Baru saja tangannya ingin menempatkan tas hitam kotak tersebut kedalam tempat yang seharusnya, Seijin terhenyak. Menatap pada dua buah lembar kertas berukuran kira-kira seperti ukuran ponsel canggih keluaran terbaru iphone, yang tetiba saja melayang jatuh dari dalam tas Seokjin tepat mengenai punggung kakinya.

Seijin membungkuk kemudian meraih kertas tersebut. Menatapnya lamat selama seperkian detik lamanya kemudian berkata, "Tiket?"

Ceklek

Pintu hitam itu kembali terbuka. Menampilkan torso seorang pemuda Kim yang masih nampak begitu basah dengan kaus putih tipis yang membalut tubuh seksinya. Masih dengan mengacak-ngacak pelan surai hitamnya yang lepek akibat sehabis mandi, Seokjin menatap heran pada presensi Seijin yang tengah mematung sembari memandangi dua buah kertas kecil ditangannya. Lantas ia pun melangkahkan tungkainya mendekati sang isteri.

"Oohhh kau sudah mengetahuinya. Padahal rencananya aku ingin memberi tahu nanti saja kalau waktunya lebih tepat." Ucapnya santai. Tangannya bergerak mengusap pelan puncak kepala Seijin. Hal yang selalu membuat Seijin merasa seperti anak-anak lagi pun juga sukses membawa gejolak euphoria tersendiri baginya. Hal yang sama juga sering dilakukan sang appa padanya dulu, membuat afeksi kehangatan sang appa kerap kali melintas samar direlungnya hanya dengan perlakuan manis Seokjin.

"Oppa ingin pergi? Kemana?" Seijin mengangkat kepalanya berhasil mempertemukan retina miliknya dengan retina milik Seokjin.

"Bukan aku tapi kau juga." Sahutnya sensual terdengar begitu sarat arti.

"Maksud oppa?"

Seokjin menghela napas pendek. Tak habis pikir mengapa isterinya ini sulit sekali diajak berpikiran sedikit, yaaaa dua puluh tahun keatas misalnya. Yeahh pemuda Kim itu sedang memikirkan itu sekarang.

"Aku ingin mengajakmu liburan sayangku." Ucap Seokjin gemas seraya mencubit kilas ujung hidung Seijin.

"Tapi kenapa tiba-tiba? Lalu bagaimana dengan Seowoon?" Tanya Seijin sedikit cemas.

Seokjin kembali mengangkat tangannya mengusap pelan surai hitam Seijin. "Jangan khawatir kita bisa menitipkan Seowoon pada Namjoon. Lagipula kita hanya tiga hari disana."

"Tapi apa Namjoon oppa tidak akan keberatan? Euuhmmm maksudku apa dia tidak akan kerepotan dengan tingkah Seowoon? Oppa pahamkan maksudku?" Ada getir kekhawatiran yang melecut jelas dari setiap untai kata yang melesat disana.

Seijin tidak begitu yakin pria dengan kaca mata kotaknya itu akan sanggup menghadapi kelincahan sang buah hati yang masih menginjak usia lima tahun selama kurang lebih tujuh puluh dua jam lamanya. Secara yang Seijin tahu pria itu memang sangat ulung dalam menghadapi beragam karakter mahasiswa dikampusnya, namun belum tentu dengan bocah kecil sumber kebahagiaannya itu.

Seokjin terkekeh pelan hingga menimbulkan guratan-guratan manis dibawah matanya. "Justru itu Sei, aku ingin melatih anak itu agar terbiasa dengan anak kecil bukan hanya ratusan tumpukan buku saja. Setidaknya persiapan untuk dirinya yang mungkin saja sebentar lagi akan menjadi seorang ayah juga sepertiku." Seraya menggedikkan kedua bahunya singkat.

EpiphaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang