Seolrin merengut paksa. Niatannya untuk bangun sedikit lebih siang harus seketika sirna. Tatkala ponsel putih dari nakas disebelahnya melantun dengan indahnya. Membuat mimpi indahnya harus terhenyak sejenak. Mesti dilanjutkan disepertiga malam nanti saja.
Suara bariton gadis divia telepon tadi terus saja bercokol dalam sarafnya. Menginterupsi dirinya untuk segera melangkahkan sedikit kaki lebih cepat guna mempersingkat waktu perjalanan sampai dirinya benar-benar tiba diruang kelasnya. Kelas pertamanya ini. Masih begitu pagi.
"Sial kau Kim Seolrin. Kenapa bisa-bisanya kau terlambat." Seolrin meruntuk. Mengutuk dirinya sendiri yang begitu bodoh karena terbangun satu jam diatas rencananya
Seolrin masih berlari hingga suara bariton lantang yang teramat familiar dirungunya memanggilnya dari arah belakang. Sukses menginterupsi dirinya untuk segera membalikkan torsonya dan mendapati seorang pemuda Jeon tengan berlari kecil kearahnya.
"Haii Seol kau sudah kuliah hari ini?" Jungkook membenarkan letak sepatunya yang sedikit bergeser. Mungkin karena tidak sesuai dengan ukuran itu membuatnya jelas terlihat sangat tidak nyaman.
"Kau tidak pernah berubah Jung suka sekali memakai sepatu yang kebesaran." Seolrin tersenyum menatap tingkah Jungkook didepannya. "Kau sendiri sedang apa disini? Masih ingin kuliah?"
Jungkook menggelengkan kepalanya lekas bersamaan dengan telapak tangannya yang bergoyang diudara. Tanda ketidaksetujuan. "Bukan-bukan. Aku sudah lulus beberapa bulan yang lalu. Aku kesini hanya untuk mengurus beberapa berkasku yang belum sempat ku selesaikan."
Seolrin mengangguk dua kali. Dengan mulut yang nyaris membentuk huruf O. "Ooohh begitu. Jadi kau sekarang bekerja?"
"Belum Seol. Aku masih mencoba melamar kesana kemari. Dan belum dapat panggilan. Mungkin nanti. Doakan saja." Jungkook menarik kedua sisi birai tipisnya kentara. Menciptakan guratan-guratan menggemaskan yang terlukis nyata menghiasi sisi wajahnya.
"Euuhhmmm yeahhh tentu." Seolrin mengangguk samar sebelum sesuatu terlampau memuakkan seketika kembali menginterupsinya. Sontak membuat Seolrin menegang sembari menepuk jidatnya kilat. "Astagaaa aku lupa. Ini semua karenamu Jung. Aku harus pergi dulu. Aku sudah terlambat. Nanti kita bicara lagi eoh Jungkookie." Seolrin lari terbirit-birit seraya melayangkan satu lambaian tangan kilas pada Jungkook yang hanya bisa menatapnya heran setengah bingung.
Namun dibalik kesemuanya itu Jungkook bahagia. Jungkook senang. Kehadiran gadis itu kembali dalam hidupnya setelah sekian lama terhalat oleh jarak membuat dirinya merasa seperti hidup kembali. Gadis itu dengan sejuta tingkah aneh juga senyum luar biasa indahnya, sekalipun tak pernah luput membuat debar jantung Jungkook selalu berpacu dengan hebatnya.
Jujur setelah perpisahannya enam tahun lalu Jungkook tidak pernah merasakan jantungnya bisa berpacu secepat ini. Bahkan untuk desir kehangatan saja tak sekalipun pernah menyapa lembut sudut hatinya. Setiap hari Jungkook hanya bisa meruntuhkan sisa waktunya untuk belajar atau setidaknya melakukan pekerjaan rumah. Tinggal dengan manusia es seperti Min Yoongi lantas tak membuat kesedihannya akibat berpisah dengan gadis itu sedikit saja meluruh.
Namun itu semua perlahan berubah. Atmosfer kemuraman, kesepian serta kedinginan itu perlahan menyurut. Senyum kentara gadis itu sanggup mengobarkan kembali semangat seorang Jeon Jungkook yang pernah meredup. Rasa kesepian itu perlahan mengering bersamaan dengan senyum kentara yang tercipta nyata manakala gadis tersebut menarik kedua ujung kurva bibirnya.
Kim Seolrin
Kau tetap cantik
Sejak dulu
Tak pernah berubah bahkan secuil pun sejak terakhir pertemuan kita saat itu
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Epiphania
RandomSegelintir kisah pelik, tentang bagaimana cinta dan maut yang terimplisit dalam satu takdir yang sama. Juli, 2019.