9. Guardian

335 45 6
                                    

Merasa kelopak matanya sedikit ditusuk sesuatu yang transparan namun begitu terasa, Seolrin sontak membuka perlahan pejaman matanya. Menatap sekejap segaris sinar mentari yang merangkak masuk dengan menembus ventilasi kamarnya kala itu. Perlahan bangkit dari rebahannya Seolrin kemudian menatap mesin kecil dengan dua jarum didalamnya yang berada tepat mengisi satu sudut dinakas sebelahnya.

Jam menunjukkan pukul tujuh pagi. Namun entah mengapa rasanya sorot sinar sang mentari diluar rumahnya sudah berpenjar dengan terangnya. Lantas Seolrin pun segera menyibak kilat selimut tebal kotak-kota yang berada diatas perhelatan tubuhnya. Segera melangkahkan kakinya memasuki kamar mandi untuk melakukan acara ritual paginya.

Selesai berkutat dengan dinginnya air kamar mandi, beberapa potong baju yang sedikit membingungkan ingin memakai yang mana sebab dirinya yang tidak terlalu banyak membawa pakaian selama pindah keSeoul serta sedikit sentuhan samar make up diwajahnya, Seolrin segera melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya.

Diluar ruang tamunya Seolrin langsung disambut dengan pemandangan manis yang terlampau menghangatkan. Pupil hitam miliknya mendapati presensi seorang pemuda Jeon yang masih terpekur nyaman dalam afeksi bawah sadarnya diatas single sofa miliknya.

Hanya berselimutkan jaket jeans yang sama seperti yang ia lihat tadi malam, saat pemuda Jeon tersebut datang kepadanya dengan begitu cepat kemudian menyelubungi atmosfer ketakutannya dengan penuh perlindungan. Layaknya seorang guardian.

Seolrin lagi-lagi tergugu. Menatap sosok pelindungnya saat ini yang masih terlelap nyaman bersama birai tipis menggemaskannya yang sedikit terbuka. Jungkook melakukannya dengan baik. Pria itu benar-benar menepati janjinya untuk menjaga dirinya sepanjang malam bahkan hingga saat ini. Hingga sang surya kembali menyingsing sinar terangnya.

Seolrin perlahan mendekati tubuh setengah mati itu, begitu pelan bahkan nyaris tidak mengeluarkan suara lirih sekalipun. Khawatir itu akan membuat gendang telinga pemuda Jeon tersebut bergetar hingga pada akhirnya meruntuhkan mimpi indahnya.

"Terimakasih Jung. Kau selalu menjadi guardian ku sejak dulu." Gumam Seolrin lirih kemudian berjongkok menyamai tingginya dengan pria itu.

Sesaat kemudian Seolrin mendaratkan telapak tangannya diatas punggung tangan pria itu. Dingin Seolrin rasakan tatkala reseptor pada telapak tangannya mengusap pelan punggung tangan pria itu. Seolrin menghela napas dalam sebelum kembali berguman, "Jungkook-ah kau adalah pria terbaik yang pernah kutemui."

Seolrin kembali menjeda suaranya. Menatap sendu Jungkook yang masih terlelap nyaman didepannya sebelum akhirnya kembali berucap, "Aku sudah berusaha untuk menjauh darimu dan menghadapi semua yang ada dalam hidup ku seorang diri. Tapi aku gagal Jung, aku seratus persen gagal untuk itu."

Seolrin sedikit meremat punggung tangan Jungkook. Berusaha menahan gejolak kerapuhan yang sejak dulu mendiami kejam satu sudut hatinya. Hingga akhirnya kerapuhan itu pun perlahan runtuh bersamaan dengan hatinya yang kembali remuk redam.

Keputsannya untuk menjauhi Jungkook dulu telah berhasil membuat dirinya seperti meremat batang bunga mawar disetiap detiknya. Keputusan fatal yang diambilnya tak lain bagai membunuh dirinya sendiri secara perlahan. Tak ayal membuat afeksi putus asa serta defresi sering kali menggurat kejam alur hidupnya.

Dan saat ini kerapuhan itu sudah terlanjur hancur luluh lantak tak bersisa. Seolrin tak dapat lagi menanggungnya seorang diri. Bagaimanapun juga ia tetap membutuhkan sosok guardian itu didalam hidupnya. Dan sekarang ia telah kembali menemukannya.

Seolrin mengangkat telapak tangannya dari punggung tangan Jungkook untuk menyeka kasar setetes cairan putih bening yang perlahan terproduksi dengan cepat diirisnya. Lantas Seolrin pun hanya dapat menunduk seraya meremat kuat dadanya yang terasa begitu sesak. Seolah kedua pasang rusuknya menghimpit paksa paru-parunya.

EpiphaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang