13. Both Evenings 1

327 19 1
                                    

Tidak. Tidak. Seolrin tidak ingin memaki siapapun untuk saat ini. Tidak untuk saat dimana ini semua adalah kesalahannya sendiri. Keluputan pun kecerobahannya hingga bisa lupa bahwa sebenarnya hari ini ia berencana untuk pergi kekampusnya. Tidak, Seolrin sudah katakan jika ia tidak memiliki jadwal kuliah apapun hari ini. Sungguh. Ia pergi kekampus hanya ingin menyambangi perpustakaan seluas satu hektar yang berada dalam kawasan SNU itu.

Seolrin melupakan sesuatu. Ia harus mencari beberapa buku referensi lagi disana untuk mendukung karya ilmiah miliknya. Perpustakaan kota? Hoho Seolrin terlalu enggan untuk memijak ketempat itu. Menurutnya itu terlalu jauh dan mengharuskan dirinya untuk merogoh ongkos berlebih jika memang memutuskan untuk mencari referensi buku disana.

Tidak. Kim Seolrin itu gadis yang penuh perhitungan dalam memperlakukan lembaran-lembaran bernilai won itu, namun bukan berarti pelit. Meski sebagian orang terkadang menganggapnya demikian. Seolrin tak perduli, hidup diSeoul itu keras dan kejam. Jadi jika tidak dirinya sendiri yang pintar-pintar dalam memanage kebutuhan hidup lalu siapa lagi? Secara dirinya tinggal sebatang kara dikota besar ini.

Ahh lupakan itu tidak penting sekarang

Seolrin menjejalkan telapak kakinya kuat pada tumpukan-tumpukan putih yang menghampar sempurna menutup tipis sebagian jalanan di Seoul. Ahhh... rupanya salju yang dikirimkan sang cakrawala mulai turun berhadir menyambangi ibu pertiwi.

Meski aura dingin itu sedikit terasa menembus sepatu sneekearsnya Seolrin sama sekali tak bergeming. Ia tetap kukuh memijakkan kakinya dengan begitu cepat. Hingga langkah kakinya yang terburu telah mengantarkannya tepat berada didepan ambang pintu perpustakan yang sejak tadi menjadi tujuannya.

"Selamat sore Jang-nim." Seolrin membungkuk singkat pada seorang pria yang jelas berusia jauh diatasnya itu. Ia adalah Jang Geunsuk penjaga perpustakaan SNU yang telah mengabdikan nyaris setengah hidupnya itu untuk menjaga, merapikan, hingga membersihkan ruang literasi dengan berjuta buku didalamnya ini.

"Heumm." Tuan Jang hanya mengangguk samar. Sorot matanya masih terpatri setia pada gerakan tangannya yang tengah membersihkan sela-sela rak buku dengan sebuah kemoceng bulu ayam.

"Aku ingin meminjam beberapa buku lagi." Ucap Seolrin kemudian kembali melanjutkan langkah kakinya menuju deretan rak buku yang berbaris rapi.

"Baiklah tapi jangan lama-lama perpustakaannya sebentar lagi tutup." Tandas pria itu setengah berteriak sebab Seolrin sudah berjalan beberapa langkah menjauhinya.

"Yeahhh aku tahu."

Seolrin menarik pelan jilid demi jilid buku yang berbaris rapi mendiami rak buku kayu didepannya. Dua buah buku setebal kamus telah menjadi pilihannya. Terpagut erat ditangan kirinya. Kini ia hanya tinggal menghabiskan sisa waktu yang ada sebelum pria Jang itu kembali meneriakinya seperti biasa untuk segera keluar karena perpustakan sudah ingin ditutup.

Ahhh rasa-rasanya Seolrin seperti domba piaraan saja yang harus terus menerus diteriaki setiap sore agar bisa masuk kekandanganya masing-masing. Bagaimana tidak, gadis itu sangat suka menghabiskan waktu kala lembayung sore merebut posisi sang mentari disinggasana cakrawala untuk bersedekap diri ditempat ini.

Sebab pada waktu-waktu menjelang malam seperti itu sangat pas untuk dihabiskan ditempat penuh kedamaian ini sebelum dirinya harus kembali menyelampirkan apron ditubuh bagian depannya kemudian kembali memasang topeng palsu bersama senyum indah luar biasa yang terpampang jelas agar dapat menutupi segala kesedihan juga keterpurukan hidupnya sendiri. Biar bagaimanapun juga Seolrin harus bisa bersikap profesionalitas ketika melayani para pelanggannya.

"Wahhhh ini baru yaaa?" Seolrin berbinar menarik perlahan buku setebal dua ratus halaman itu kemudian menaruhnya diatas meja.

Seolrin mengusap pelan halaman utama buku tersebut kemudian lanjut bergumam, "Aku tidak tahu ada ensiklopedia tokoh-tokoh dunia selengkap ini."

EpiphaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang