Chapter 7.2

36 3 0
                                    

Pantas saja Keisuke merasa pusing setelah meminum hampir setengah minuman itu. Untunglah akal sehatnya memberitahu untuk berhenti minum. Tidak ada yang terjadi pada Tamaki karena dia baru menyesapnya sedikit tadi, dia tidak punya kebiasaan minum sambil makan. Sementara Kentaro tidak menyukai soda karena itu dia meminum kopi susu.

"Kau mabuk, Yuu bodoh!" sergah Keisuke ke arah Yuu.

"Eh?" Yuu menatap Keisuke sayu. "Aku bukan akan keciiiil, aku tidak akan mabuk perjalanan. Kemana kita akan pergi?"

Keisuke mengepalkan tangan. Dia ingin sekali menepuk kepala Yuu kuat-kuat.

"Apa yang harus kita lakukan?" Tamaki bingung, dia tidak pernah menghadapi orang mabuk sebelumnya.

"Lebih baik kita antarkan Yuu ke rumahnya. Kita tidak tahu apa yang akan dilakukannya nanti," saran Kentaro. Jika tiba-tiba Yuu membakar apartemen Ryota, Kentaro tidak tahu bagaimana mereka akan bertanggung jawab nanti.

"Ibu Yuu mungkin ada dirumah sekarang. Bawa ke tempatku saja, orangtuaku pulang terlambat hari ini," ujar Keisuke. Kentaro langsung ingat bahwa rumah Keisuke dan rumah Yuu berdekatan.

"Kau benar. Kalau membawa pulang Yuu dalam keadaan mabuk begini mungkin ibu Yuu akan membunuh kita." Kentaro mengangguk.

Keisuke menarik tangan Yuu. "Oi, ayo kita pulang. Kau bisa berdiri?"

"Eh? Kenapa?"

"Karena kau mabuk, lebih baik kita pulang."

"Tidak mauuu! Aku mau bersama Ryota-senpaiii!"

Yuu merengek seperti bocah. Ryota tidak bereaksi meski namanya disebut. Keisuke mendecak frustasi.

"Ryota-senpai ingin beristirahat. Kau juga lebih baik istirahat. Besok kita akan main ke apartemen Ryota-senpai lagi dengan banyak jajanan," bujuk Keisuke.

"Benarkah? Oke." Yuu perlahan berdiri. Kakinya terlihat lemah menyangga tubuhnya. Saat melangkah tubuhnya limbung, Keisuke cepat-cepat menyangga Yuu.

"Merepotkan," keluh Keisuke.

"Tamaki, kau tolong urus Ryota, ya." Kentaro menyangga tangan Yuu yang satunya untuk membantu Keisuke setelah berpesan.

"Ah, baiklah."

"Kami pulang dulu."

Setelah pintu di tutup, Tamaki masih bengong menatap pintu. Dia tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini. Orang idiot mana yang tidak sengaja membeli minuman berakohol, dan saat meminum satu kaleng langsung mabuk? Tamaki berharap populasi orang-orang seperti itu sangat sedikit di dunia ini.

Tamaki menghampiri Ryota yang sekarang tertidur di atas meja. Dia menggaruk kepalanya lelah, "Idiot..."

Bahu Ryota di guncangnya pelan. "Ryota, bangun, kau akan sakit jika tidur disini."

Ryota tidak merespon. Ini menyusahkan, Tamaki tidak bisa menggendong Ryota ke kasur karena fisiknya tidak lebih dari selembar kertas–lemah. Dia tidak suka olahraga dan kegiatan luar, karena itu jika pelajaran olahraga dia pasti akan sangat kelelahan.

"Ryota, hei! Bangunlah. Jika kau ingin tidur, tidurlah di kasur." Tamaki mengguncang kembali bahu Ryota.

"Berisik..." Ryota berbisik dengan suara berat.

"Eh?" Tamaki mendengar Ryota bergumam tidak jelas, dia mendekatkan kepalanya. "Ryota?" Kembali tidak ada respon, Tamaki mengguncang bahu Ryota lagi.

"Berisik!"

Tanpa di nyana Ryota menghantamkan tinju ke wajah Tamaki, begitu keras sampai dia tersungkur. Tamaki merasa kesakitan awalnya, namun kemudian bingung. Kenapa tiba-tiba Ryota memukulnya? Terdengar gumaman Ryota, "Bangsat... sialan kau... Ini salahmu..." Apakah ini sifat asli Ryota? Apakah dia sebenarnya bermulut kasar, dan sifat aslinya keluar saat mabuk? Dan apa yang sedang dibicarakannya saat ini?

Love is Called Melody [COMPLETE]Where stories live. Discover now