Chapter 9.1

32 4 0
                                    

Ryota sejak kecil selalu pengecut.

Meski dia tampan dan keren, meski dia laki-laki, meski dia punya satu adik perempuan, tidak menjadikannya dewasa. Sikap pengecut itu masih ada.

Dia selalu kesulitan menghadapi masalahnya. Jika terlalu berat, dia akan melepas masalah itu dan kabur. Atau paling tidak, dia akan kabur sebentar sebelum menyelesaikan masalahnya.

Tentu saja Ryota membenci sisi pengecutnya dan ingin berubah. Namun, yang namanya sifat, kadang kita melakukannya tanpa sadar. Sehingga sampai saat ini pun Ryota dan kepengecutannya terus tumbuh bersama waktu.

Ryota sadar bahwa saat ini dia sedang menjauhi Tamaki. Bisa di bilang itu sengaja.

Senin kemarin, dia tidak masuk sekolah. Sengaja membolos. Wali kelas menelepon ke nomernya dan Ryota menjawab bahwa dia sakit. Kalau bisa menjawab jujur, Ryota akan mengatakan bahwa dia sakit hati. Seharian penuh hanya menonton tivi, main ponsel, dan makan.

Hari ini pun, Ryota masih menjauhi Tamaki. Istirahat sekolah hari Ryota pergi ke perpustakaan untuk mengantisipasi jika Tamaki mencarinya di kelas. Oke, kalian boleh bilang Ryota kepedean. Namun menurut Ryota sendiri, menyelusup ke tempat sepi saat sedang sedih adalah hal terbaik.

Dengan bosan Ryota membolak-balik shounen manga yang dibawanya dari rumah. Sebenarnya lebih menyenangkan menghabiskan waktu istirahat dengan makan bersama teman dan berbicara, namun saat dia ingin menghindari itu dulu.

Bel tanda masuk berdenting. Ryota buru-buru keluar dari perpustakaan dan berjalan ke kelasnya. Dia mencoba fokus pada pelajaran yang dibawakan guru. Namun kepalanya hari ini tidak mau menuruti pemiliknya. Ingatannya memutar waktu ketika Ryota dan Tamaki melakukan seks malam itu.

Sadar dengan apa yang dia lamunkan, Ryota memukul-mukul keningnya dengan bolpoin. Dia kembali fokus ke pelajaran. Namun beberapa saat setelahnya, ingatannya pergi jalan-jalan, kembali mengingat pernyataan cinta Tamaki siang itu. Ryota memejamkan mata erat, melenyapkan lamunannya.

Terus begitu sampai pelajaran berakhir. Seperti lingkaran setan. Ryota berharap kelas ini tidak ada orang agar dia bisa menghantamkan kepalanya ke meja.

Saat guru tersebut akhirnya keluar, Ryota menghela napas lega. Pelajaran selanjutnya adalah kesenian, dan mereka di suruh pergi ke ruang musik. Anak-anak lain mulai membereskan buku. Ryota tidak berselera memaksakan dirinya lagi mengikuti pelajaran. Ryota pun menoleh ke arah cowok di sampingnya, "Abe, tolong katakan pada Misaki-sensei bahwa aku pergi ke UKS."

"Kau sakit, Shinomiya?" Cowok yang di panggil Ryota bertanya, diikuti tatapan peduli dari cowok di sebelahnya.

"Hanya pusing."

Sementara teman sekelasnya pergi ke ruang musik, Ryota melangkah ke arah sebaliknya. Namun sebelum dia mencapai UKS, badannya berbelok ke arah tangga, lalu pergi ke atap sekolah.

Tentu saja pergi ke UKS itu bohong. Ryota hanya ingin membolos.

Ryota sampai di tempat favoritnya, dekat gudang penyimpanan tak jauh dari pintu masuk. Di atap sekolah yang luas ini, berapa orang yang membolos selain dirinya? Tapi syukurlah tempat ini selalu kosong ketika Ryota datang.

Ryota duduk bersender pada tembok, menghadap pagar. Dari sini dia bisa melihat gerbang sekolahnya, juga permukiman warga. Bayangan yang dihasilkan atap gudang penyimpanan melindungi Ryota dari sinar mentari musim panas. Angin yang berhembus begitu sejuk mengenai kulitnya.

"Eh? Ryota."

Si pemilik nama menoleh mendengar suara itu, dan sosok Kentaro sedang berdiri di sampingnya. Kemudian Kentaro menyeringai, "Tak kusangka kau juga membolos."

Love is Called Melody [COMPLETE]Where stories live. Discover now