Chapter 8.2

42 4 0
                                    

Tamaki menonton pertandingan dengan hati puas. Meski tidak terlalu paham dengan basket, dia menikmati pertandingan basket yang dimenangkan Tim Nagano. Ryota sedikit tidak suka ketika tim ini menang, sepertinya jagoannya kalah.

Mereka sampai di kota tempat mereka ketika matahari sudah menghilang. Berjalan berdua dari stasiun, Ryota mendesah panjang, "Hari ini menyenangkan!"

"Aku setuju."

"Kapan-kapan ayo kita menonton bersama lagi!"

"Boleh saja."

Ryota mendongak menatap langit. Bintang tidak muncul malam ini. Ryota pernah mendengar bahwa ketika bintang tidak terlihat berarti planet lain sedang menghalanginya. Mungkin planet venus sedang berhadapan dengan bumi sekarang? Entahlah.

"Tamaki, apakah kau ingin menginap di tempatku malam ini?"

Tamaki menoleh cepat, sedikit terkejut mendengar tawaran itu.

"Ini sudah malam. Lagipula orangtuamu tidak akan pulang malam ini, bukankah lebih baik kau temani aku di apartemenku?" Ryota mengingat di kereta tadi Tamaki berkata orangtuanya sedang ada perjalanan bisnis.

Tamaki sedikit menimbang penawaran itu. Disela-sela hening yang hanya beberapa detik itu, Ryota menyadari kesalahannya–dia mengajak temannya menginap! Sementara Tamaki tahu dirinya gay.

Buru-buru Ryota berkata, "A-aku hanya tidak ingin kau kesepian begitu sampai dirumah... Ah, bukan begitu maksudku. Uh... Aku tidak memaksa, aku hanya berpikir kalau lebih baik kau menginap di rumahku karena malam ini kita sama-sama sendiri..."

Ryota berharap kata-katanya bisa menjelaskan pada Tamaki bahwa dia tidak bermaksud apa-apa. Tamaki tersenyum melihat kepanikan Ryota. "Baiklah, aku tidak masalah."

Dada Ryota berdebar senang seakan ada kembang api meletup-letup di dalamnya. Dia bisa bersama Tamaki lebih lama lagi. Belakangan ini Ryota sedikit melupakan rasa sepinya karena kehadiran Tamaki. Entah bagaimana tidur bersama Tamaki membuat tidurnya lebih nyenyak–dibandingkan tidur sendiri, dia akan memikirkan beban hidup dan kesepian sampai insomnia.

"Bagaimana kalau kita makan malam di luar saja? Agar setelah itu kita bisa langsung tidur di apartemenku."

"Ayo."

Mereka makan ramen di sebuah kedai keluarga yang cukup ramai dan membicarakan hal-hal sepele. Kuahnya yang kental dan mienya yang kenyal melengkapi kebahagiaan hari ini. Tamaki dan Ryota makan dan tertawa seolah mereka tidak mengenal sebuah nama: 'masalah'. Seolah mereka manusia paling bahagia di penjuru bumi ini.

Setelah kenyang mereka pulang ke apartemen Ryota. Ryota menghidupkan lampu semua ruangan. Wajahnya terlihat agak mengantuk. "Tamaki, kau mandilah dulu."

Tamaki mengangguk.

Ryota melepas jaketnya dan menggantungkannya di tembok. Dia mengambil baju santai untuk Tamaki dan meletakkannya di atas mesin cuci samping pintu kamar mandi agar Tamaki bisa langsung memakainya. Lalu mengistirahatkan badannya di atas kasur empuk sambil memainkan handphone.

Perasaan senang masih terus merayapi hati Ryota sampai dia bingung sendiri. Beginikah kencan itu? Ryota tidak terlalu mengerti. Hal-hal yang dilakukannya dulu dengan pacar-pacarnya hanyalah pulang bersama, chatting, dan makan di kafe. Meskipun pacarnya mengajak kencan, dia selalu menolak dengan segudang alasan.

Hanya Tamaki saja yang membuatnya merasakan asam manis cinta.

Meskipun hubungan mereka hanya sebatas teman...

Asalkan mereka tetap bersama, itu sudah cukup.

Tamaki keluar dari kamar mandi menggunakan baju miliknya. Ryota pun lekas mandi karena dia ingin segera mengistirahatkan tubuhnya. Air hangat yang mengguyur tubuhnya perlahan menghapus lelahnya.

Love is Called Melody [COMPLETE]Where stories live. Discover now