Chapter 8.1

41 4 0
                                    

Ryota tidak menjadi mayat hidup di kelas.

Dirinya yang ceria sudah kembali.

Ryota juga sudah memutuskan untuk tidak meninggalkan Tamaki.

Setelah pagi dimana dia bercerita, Tamaki sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dia hanya terus memeluk Ryota. Lagipula Ryota juga tidak butuh kalimat penghibur apa pun. Ryota hanya menangis sampai dia tertidur, bangun jam 8 pagi lalu sarapan. Karena Ryota tertidur Tamaki pun ikut tidur, dan saat bangun badan mereka lemas dan kaku.

Dia menyadari bahwa dia salah karena ingin melarikan diri. Dia tidak bisa memakai cara yang sama dalam setiap masalah. Dan kali ini Ryota memutuskan untuk menghadapinya.

Ryota akan terus berteman dengan Tamaki, setidaknya sampai kelulusan. Tamaki adalah teman berharga miliknya. Punggungnya yang terlihat kecil dan lemah itu, dia ingin melindunginya. Tamaki adalah orang baik dan pengertian, tidak ada alasan untuk menjauhinya.

Mengenai perasaannya, dia akan menahannya demi pertemanan mereka. Tamaki mengetahui dirinya gay dan tetap memperlakukannya layaknnya manusia. Dimana lagi dia akan menemukan orang seperti ini? Orang lain mungkin akan menyebarkan hal itu, atau setidaknya menjauhinya. Namun Tamaki menerima dia apa adanya. Ryota pun ingin memerlakukan Tamaki sama berharganya.

Ryota tersenyum senang mendengar bel istirahat berbunyi. Dia mengambil sesuatu dari dalam tasnya, sebuah tiket pertandingan basket. Ryota yang merasa bersalah karena Tamaki tetap ingin berteman dengannya meski Ryota bersikap tidak baik–terutama saat mabuk waktu itu–ingin menebus kesalahannya. Jadi dia ingin mengajak Tamaki menonton pertandingan basket bersama, kalau Tamaki suka.

Jadilah Ryota pergi ke kelas Tamaki untuk menyerahkan tiket. Dia berdiri di depan pintu kelas Tamaki, kelas itu tidak terlalu ramai karena sedang jam istirahat. Ryota melihat Tamaki sedang makan bekal bersama seorang cowok berambut cepak.

"Shinomiya-kun, cari siapa?" tanya seorang gadis yang terlihat senang bisa mengobrol dengannya.

Ryota tersenyum. "Mencari Tamaki. Bisa tolong panggilkan dia?"

Gadis itu berpikir sejenak lalu mengangguk. "Oke."

Tamaki dan Uzaki menoleh bersamaan begitu gadis teman sekelasnya mendekat. "Taki-kun, seseorang mencarimu." Gadis itu menunjuk ke arah pintu.

Ryota tersenyum lebar ke arahnya.

"Shinomiya," gumam Uzaki. "Apa kalian akan pergi ke ruang klub band?"

"Entahlah. Jangan bereskan bekalmu, aku akan kesana sebentar."

Tamaki menghampiri Ryota sambil membalas senyumnya. Ini kedua kalinya Ryota menghampiri Tamaki di kelasnya. Dia ingat pertama kali dia mencari Tamaki di kelasnya, Tamaki menatap Ryota seolah dia ini serangga dan ingin menginjaknya. Dan kini Tamaki berbeda, lebih ramah dan manis. Ryota lebih menyukai Tamaki versi ini daripada Tamaki yang berwajah seperti pengusir hantu dan Ryota adalah hantunya.

"Ada apa, Ryota?"

"Lihat apa yang aku punya!" Ryota melambaikan tiket di tangannya. "Aku ingin menyerahkan ini padamu."

Tamaki menerima kertas yang diulurkan Ryota, kemudian membacanya. "Pertandingan basket? Tim Nagano melawan Tim Toyama."

"Ayo kita melihat pertandingan itu. Pertandingannya diadakan di kota sebelah. Apa kau luang hari libur nanti?"

Tamaki terlihat antusias. "Boleh, aku tidak ada acara. Terima kasih."

Ryota tersenyum melihat wajah senang Tamaki. "Sebagai permohonan maaf karena sudah merepotkanmu beberapa hari yang lalu, aku ingin mengajakmu main."

Love is Called Melody [COMPLETE]Where stories live. Discover now