Chapter 10.2

56 6 0
                                    

Ryota menoleh kaget. Menatap punggung Tamaki yang membungkuk. "Tentu saja tidak."

Tamaki menoleh ke arahnya. Dia tidak tahu muka seperti apa yang dia tunjukan. Yang pasti sekarang hatinya di lapisi kesedihan. "Kalau begitu, apakah kau marah padaku? Untuk hal terakhir yang kita lakukan."

Ryota bangkit dari tidurnya. Tidak, dia tidak membencinya. Baik Tamaki, maupun kejadian malam itu. Malam itu adalah hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidupnya, namun perasaannya tidak selaras dengan pemikirannya. "Tidak."

Entah itu bohong atau tidak, Tamaki tidak tahu. Dia tidak mampu menatap mata Ryota. "Aku minta maaf untuk apa yang telah aku lakukan. Aku juga minta maaf jika aku egois. Namun, Ryota, aku sungguh menyukaimu."

Itu adalah hal yang sangat ingin Tamaki katakan. Setidaknya, dia ingin membuat Ryota paham dengan perasaannya, meskipun Ryota sendiri tidak menginginkannya. Jika Ryota adalah orang yang pemaksa, maka Tamaki adalah orang yang keras kepala.

Baik Ryota maupun Tamaki menunduk. Keramaian di festival itu masih terdengar jelas. "Tamaki, mungkin itu bukan cinta," ujar Ryota lemah.

Tamaki menatap Ryota marah. Dia tidak apa-apa jika di tolak, namun ketika perasaannya di ragukan, itu masalah lain. "Apa yang membuatmu yakin bahwa ini bukan cinta?"

Ryota menelan ludahnya dengan gugup, dia membuang mukanya. "Aku ini gay, aku sudah pasti hanya bisa menyukai laki-laki. Namun kau tidak sama sepertiku. Kau normal–"

"Normal?" sela Tamaki. Entah bagaimana satu kata itu terdengar sangat menusuk. "Bukankah kau dan aku masih manusia yang sama? Apa menurutmu tidak mungkin orang normal menyukai oang tidak normal?"

Ryota tidak mampu membalas kata-kata ini. Tidak ada yang salah dari ucapan itu.

Bukan masalah tidak percaya. Tamaki yang sampai sekarang masih bersikeras menyatakan perasaannya sudah meyakinkan hati Ryota bahwa perasaan Tamaki benar adanya. Sebenarnya apa yang dia inginkan?

"Ini perasaanku, aku yang paling paham mengenai ini," ujar Tamaki sambil menatap Ryota tegas.

Ryota tidak melewatkan satu pun ekspresi Tamaki. Tamaki membuang mukanya dan menunduk, kemudian wajahnya berubah sedih. Putus asa, semacam perasaan itu. Tamaki sudah tidak tahu harus mengatakan apa. Sepertinya sudah tidak ada harapan lagi.

"Aku menyukaimu..."

Dengan nada lirih Tamaki mengucapkan kalimat itu, seolah seluruh tenaganya habis hanya untuk mengatakan itu. Tamaki bodoh, bertindak sangat gegabah, dan pernyataan cintanya di tolak. Semua pemikiran itu membuatnya sangat murung.

Ryota menatap Tamaki dengan dada sesak.

Untuk pertama kalinya, Ryota sadar, bahwa dia sudah menyakiti Tamaki.

Tangan Ryota terulur untuk menyentuh Tamaki, bahkan sebelum Ryota sadar, dia sudah memeluk Tamaki. Kali dia dia sudah keterlaluan, kepengecutannya membuatnya menyakiti orang yang paling dia sayang. Apa yang sudah aku lakukan?

Apanya yang suka? Apanya yang melindungi? Selama ini Ryota hanya memikirkan dirinya sendiri.

"Maafkan aku..." Ryota memeluk Tamaki erat.

Perlahan, tangan Tamaki menyentuh punggungnya dan mereka berpelukan. Sangat nyaman, sangat hangat.

Ryota menyukai Tamaki. Itulah satu fakta yang tidak bisa di ubahnya.

Dia tidak tahu harus berbuat apa lagi. Dan sepertinya dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Sejak awal, dia sudah jatuh terlalu dalam pada perasaannya. Dan setelah Tamaki ada dalam jangkauannya, Ryota seolah kehilangan akalnya, dia hanya bisa memeluknya erat.

Love is Called Melody [COMPLETE]Where stories live. Discover now