Bab 20

2K 346 15
                                    

Dilarang menjiplak, menyalin dan mempublikasikan karya-karya saya tanpa izin penulis.

.

.

.

Cerita lengkap dapat kalian baca di versi ebook dan cetak. Untuk yang sudah membeli versi cetak, buku baru minggu depan selesai, tapi yang tidak bisa menunggu dan ingin uang kembali bisa PM saya ya. Saya akan transfer balik uangnya. (:

.

.

.

Happy reading!

.

.

.

Jian Lei mengetatkan rahang saat melihat lukisan Hongli dipasang dibeberapa tempat strategis di wilayah ibu kota Kerajaan Air. Ia merasa heran; kenapa calon kakak iparnya dicari hingga wilayah kerajaan lain? Kenapa Hongli dicari seperti seorang penjahat?

Pangeran ketujuh yakin jika ini ada hubungannya dengan Raja Liang atau kerabat-kerabatnya. Orang yang menodai wanita itu pasti memerintahkan penjilat-penjilatnya untuk mencari keberadaan Hongli.

Brengsek! Jian Lei memaki di dalam hati.

Ia menatap lekat lukisan di depannya, tanpa ekspresi. Kepalanya dimiringkan ke satu sisi. Penampilan putra bungsu mendiang Raja Jian Guo seperti seorang anak bangsawan pada umumnya. Pemuda itu terlalu fokus ke lukisan di hadapannya hingga tidak menyadari jika ia tengah menjadi pusat perhatian wanita-wanita muda saat ini.

Sebuah gugukan pelan menarik perhatian Jian Lei. Seekor anjing kecil jenis shih-tzu mengibaskan ekornya tepat di kaki kiri pangeran ketujuh. Pekikan wanita-wanita muda di sekitar Jian Lei tidak membuat pangeran ketujuh tertarik, sebaliknya, ia malah berjongkok untuk membawa anjing itu ke dalam pelukannya.

Anjing itu pasti milik salah satu bangsawan di kota ini, pikir Lei. Bulu dengan varian warna putih, cokelat muda dan hitam terlihat sangat bersih, dan terawat. Dengan hati-hati Jian Lei membawa anjing berusia sekitar satu tahun itu ke dalam pelukan. Dibelainya puncak kepala binatang itu hingga membiat para wanita muda yang melihatnya berhasil dibuat cemburu.

"Aku tidak bisa membawamu serta," gumam Jian Lei, menundukkan kepala. "Tuanmu pasti sedang mencarimu saat ini," tambahnya dengan nada bicara yang sama.

Lei membalikkan badan dengan gerakan pelan. Ujung jubah bulu yang ia kenakan menyapu salju yang menumpuk tipis. Ia berjalan, rambutnya mengayun di punggung. Keributan di sebuah bangunan megah menarik perhatian pangeran ketujuh.

Anjing kecil di dalam pelukannya mendengkur, terlihat sangat nyaman dalam pelukan, sementara Lei membelah kerumunan orang-orang yang berkumpul, mereka sama tertarik seperti dirinya.

Suara teriakan, bentakan terdengar keras dari arah sebuah bangunan besar di depan Jian Lei. Bisik-bisik penduduk yang berkumpul menjalar dengan cepat, tangan mereka tertuju kea rah bangunan yang didominasi oleh warna merah.

"Ada apa?" Jian Lei akhirnya memberanikan diri bertanya kepada seorang wanita paruh baya yang berdiri di samping kanannya.

Awalnya wanita itu mendelik, tapi raut wajahnya segera berubah saat melihat sosok dan penampilan Jian Lei. "Putri Keluarga Xu menolak untuk dinikahkan," terangnya dengan suara manis berlebihan.

Jian Lei mengangguk pelan, walau ekspresi datarnya tidak berubah. Ia baru saja hendak berbalik saat terdengar suara raung tangisan dari arah berlawanan.

Seorang wanita muda berparas cantik lengkap dengan pakaian pengantin dan segala perhiasannya berlari ke arahnya. Kerumunan penduduk segera terbelah. Tanpa kepedulian menabrak orang-orang di depannya yang menatap kesal. Wanita muda itu berlari kesusahan dengan pakaian pengantin berat yang dikenakan.

"Kembali!" teriakan seorang pria terdengar keras. Bentakannya tidak membuat wanita muda itu berhenti berlari. Sementara raung tangis wanita paruh baya ikut meramaikan suasana cerah, siang ini. "Kembali atau aku akan menghukummu sampai mati!"

Wanita muda itu tidak bergeming. Dengan wajah pucat pasi dia berusaha mencari pertolongan hingga tatapannya bertemu dengan Jian Lei. Untuk beberapa saat keduanya hanya saling menatap. Secara tiba-tiba wanita itu membalikkan badan lalu menarik pakaian Lei ke arahnya. "Aku tidak akan menikah selain dengan dia."

Pria paruh baya yang mengejar wanita itu dengan cepat menghentikan langkah kaki. Napasnya putus-putus, wajah pria itu memerah karena marah dan lelah. Siapa yang menyangka memiliki anak perempuan bisa membuatnya sakit kepala? Salahnya yang terlalu memanjakan putri bungsunya secara berlebihan.

Wanita muda berusia tujuh belas tahun itu menatap Jian Lei dengan lekat. Ekspresinya berubah cerah, sementara sang ayah ikut mengamati Jian Lei dengan saksama. Matanya menilai dari ujung sepatu hingga ujung rambut pangeran ketujuh.

"Kau dari keluarga mana?"

Dengan polosnya Jian Lei menjawab, "Huan." Ia behkan tidak berpikir saat jawaban itu meluncur mulus dari mulutnya.

"Huan?" beo ayah calon pengantin perempuan. Sikapnya masih tidak bersahabat walau dia menebak jika pria muda di hadapannya berasal dari keluarga bangsawan seperti dirinya. "Aku tidak pernah melihatmu di daerah ini."

"Aku berasal salah satu cucu Bangsawan Huan dari Kerajaan Lang."

Penuturan Jian Lei langsung membuat kedua mata pria paruh baya itu berbinar. Perutnya bergetar saat dia tertawa keras. Siapa yang tidak mengenal Keluarga Bangsawan Huan dari Kerajaan Lang?

"Jadi kau menyukai pria ini?" Pria itu bertanya kepada putrinya yang langsung mengangguk dengan antusias. "Kenapa tidak mengatakannya dari awal?"

Tawa keras pria itu kembali menggema. Di belakangnya, sang istri berhenti menangis dan berhasil menguasai diri. Tandu pengantin wanita dan rombongan pengantar masih menunggu di depan pintu gerbang kediaman sang bangsawan.

Bisik-bisik kembali terdengar, menyebar ke segala penjuru. Lei menjadi pusat perhatian kali ini.

"Maksudmu apa?" Lei bertanya. Anjing kecil dalam pelukannya mengangkat wajah, seperti terganggu mendengar nada bicara tidak bersahabat orang yang memeluknya.

Jian Lei menjeda, mengibaskan tangan wanita muda yang langsung merengut, berkaca-kaca. "Aku bahkan tidak mengenal putrimu," terangnya.

"Kalian akan saling mengenal setelah menikah," balas pria paruh baya itu, tidak peduli. Siapa yang mau melepas calon menantu dari Bangsawan Huan yang terkemuka dan kaya. Calon menantunya saja tidak memiliki seperempat harta yang dimiliki Keluarga Huan.

Pria itu memasang senyum terbaik. "Masuklah ke dalam rumah terlebih dahulu. Kau pasti akan menyukai putriku."

Jian Lei bergerak mundur, pelan. Satu alisnya diangkat naik. "Maaf, tapi aku tidak bisa menikah dengan putrimu."

"Kau berani menolak putriku?" Bangsawan itu terlihat marah sekaligus terhina karena putri bungsunya yang paling cantik ditolak mentah-mentah. "Kau tidak tahu siapa aku?"

"Kau berani berhadapan dengan Keluarga Bangsawan Huan?" Jian Lei balik bertanya dengan sikap tenang, tapi penuh penekanan. Pria itu terlihat tidak gentar saat dikepung oleh pengawal pribadi lawan bicaranya.

Wajah pria paruh baya itu kembali memerah karena marah. Satu tangannya diangkat, menunjuk tepat ke arah hidung Jian Lei. "Kau pikir aku tidak berani?" bentaknya, murka. "Aku masih kerabat dari Raja Song." Ditatapnya Jian Lei dengan kesal.

Kerumunan itu menatap takjub lawan bicara sang bangsawan. Mereka mulai berpikir jika pria muda itu tidak waras. Bagaimana bisa dia menolak putri bungsu dari kerabat Kerajaan Air?

"Dan aku kerabat dari Kaisar Long Wei." Lei menjawab dengan ringan, seolah tidak ada beban. "Kau pikir bisa melawan seorang Kaisar Longwei?"

Bangsawan itu tidak langsung menjawab. Sekali lagi ia mengamati Lei dari ujung sepatu hingga ujung rambut. Tatapan pria itu berhasil membuat pangeran ketujuh merinding. Mendadak perasaannya tidak enak. Hati kecil Lei seperti member peringatan, memintanya untuk pergi sejauh mungkin.

"Kalau begitu aku tidak memiliki alasan untuk melepasmu," kata pria bangsawan, "kau harus menjadi menantuku!"

.

.

.

TBC

TAMAT  - The Crown PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang