D.G.B | 1

15.8K 715 71
                                    


Xi Luhan terduduk di sisi ranjang, di mana anak panti asuhan yang sudah dia anggap sebagai adik kandungnya sendiri tertidur dengan alat-alat bantu pernapasan. Air mata tak pernah berhenti menetes dari kedua mata sembabnya.

"Luhan."

Luhan menghapus airmatanya dan menoleh pada Namjoon, dokter yang menangani adiknya. Luhan tahu jika Namjoon akan mengatakan hal buruk padanya. Luhan bisa melihat itu dari raut wajah Namjoon.

"Kau sudah beritahu Ibu panti soal ini? Kita harus cepat melakukan Transplantasi sel induk. radioterapi sudah tidak berguna untuk Jihoon."

Luhan mengangguk, lalu bertanya,
"Apa yang harus kita lakukan?" Airmata Luhan kembali membanjiri pipinya.

"Jika kau menyetujuinya aku bisa mencari pendonor sumsum tulang belakang. Usia Jihoon masih terlalu kecil untuk bisa kita jadikan pendonor untuk dirinya sendiri, terkeculi jika ada Ayah dari Jihoon. Kita bisa mencoba melakukan tes kecocokan padanya."

Luhan menggeleng. Itu terdengar lebih mustahil dibanding harus mencari pendonor.

"Lalu berapa biaya untuk operasinya?"

"Untuk operasinya kau harus menyiapkan tiga ratus juta won dan itu belum termasuk membayar pada pendonor."

Luhan menggenggam erat dress yang ia kenakan. Tiga ratus juta won bukanlah nominal yang kecil. Kepasrahan mulai menghinggapi hati Luhan. Harsukah ia merelakan adik kecilnya pergi?

Luhan menggeleng untuk mengeyahkan pemikiran bodohnya, dan kembali menghapus sia-sia jejak airmata dipipinya, karena seberapa keras Luhan menghapus. Jejak itu akan kembali terbentuk.

"Lakukan operasi, Dok."

......

"Luhan, kau yakin mau menerima tawaran orang kaya itu?" Himata, Ibu panti asuhan yang sudah Luhan anggap sebagai ibu kandungnya sendiri bertanya di ruang tunggu rumah sakit.

"Aku tidak punya pilihan lain, Bu." Luhan mengusap wajahnya dengan gurat pasrah.

"Tapi-" Himata menggantung ucapannya sambil menggenggam tangan Luhan, "Itu artinya kau siap menikah dengan laki-laki gay itu?"

Luhan menghela napas panjang,
"Aku tidak punya pilihan lain. Wanita kaya itu menawari uang yang cukup besar jika aku mampu membuat anaknya mengubah orientasi sexsualnya menjadi lurus. Semua kulakukan demi Jihoon."

"Aku terharu padamu." Himata menarik Luhan untuk memberinya sebuah pelukan. "Aku hanya bisa mengucapkan terimakasih padamu."

"Tidak perlu berterimakasih, Bu. Jihoon adalah keluarga kita. Adik kandungku sendiri."

.........

Satu sosok pria yang tidak perlu di ragukan lagi tentang ketampanannya tengah duduk dengan santai di meja makan.

Dia 'Oh Sehun', berusia dua puluh lima tahun yang memiliki tampang rupawan alami. Berambut hitam pekat, pemilik senyum mempesona, seorang pria kharismatik nyaris tanpa cela.

Apapun yang melekat pada tubuh Oh Sehun akan menjadi sangat istimewa walaupun kini ia hanya mengenakan celana pendek bewarna hitam dan juga kaos berwarna senada dengan gambar bibir melet yang membalut tubuh maskulinnya.

Oh Sehun menatap jam rolex hitam di tangannya. Pria penyuka warna hitam itu menghela napas.

"Di mana Papa dan Mama?" tanyanya tanpa menoleh ke arah para maid yang berdiri di sisi kanan dan kirinya.

"Tuan dan Nyonya besar akan pulang jam 7 malam nanti."

"Jam 7?" Dahi Sehun mengerut.

"Nyonya berpesan untuk menyiapkan makan malam special hari ini. Karena akan ada tamu istimewa. Dan Tuan muda diharap tidak meninggalkan rumah malam ini."

"Siapa tamu istimewa itu?" Sehun bertanya penasaran.

Para maid saling melirik, sebelum akhirnya salah satu dari mereka menjawab, "Calon istri Tuan muda."

.

.

.

Oh Sehun menggaruk alisnya sesaat setelah Mama Papa-nya memberitahu bahwa mereka akan menjodohkannya dengan wanita pilihan mereka.

Situasi menjadi sangat sulit saat Papa Sehun mengancam bahwa dia akan memblacklist pacar Gay-nya jika dia tidak mau menerima perjodohan ini.

Sehun pura-pura pasrah, diam-diam dia telah merancang sesuatu di otaknya.

___

Wanita itu berjalan anggun dengan senyuman tipis yang mampu memikat lawan jenis dalam hitungan seperkian detik.

Mata kecilnya yang dilengkapi bulu-bulu lentik menatap pada seisi kediaman Oh yang berisikan perabotan mahal yang didominasi oleh cat berwarna merah dengan paduan gold, menimbulkan kesan mewah juga elegan.

Tidak berbanding jauh dengan gambaran seorang Xi Luhan yang sangat cantik. Mengenakan dress selutut berwarna peach, juga surai kecoklatannya yang terurai, menjuntai sepanjang dada menimbulkan kesan manis juga imut yang begitu melekat kepadanya. Tidak terlewat poni yang menutupi kening sampai garis alis matanya kian menambah kesan polos yang akan membuat siapa saja jatuh cinta.

"Kau sudah datang?" Mama dan Papa Sehun menyambut gembira.

Luhan membungkuk sopan, memberi salam sebelum Mama Sehun mengajak Luhan menuju meja makan.

"Hari ini kau sangat cantik."

"Terima kasih, Eomanim."

Mereka mendudukan diri masing-masing di kursi meja makan. Kemudian Mama Sehun menoleh ke arah tangga, mencari keberadaan sang putra tercinta.

"Oh Sehun!" Mama Sehun berteriak memanggil putranya. "Sehun!" Berteriak lagi ketika anaknya itu tidak kunjung muncul dari arah tangga.

"Nah ... Itu dia." Mama Sehun tersenyum kala melihat putranya muncul menuruni tangga.

Dan Luhan sepenuhnya memperhatikan Sehun yang ternyata lebih keren dari foto yang kedua orangtua Sehun pernah berikan kepadanya.

Jadi pria ini yang akan dia nikahi?
Membayangkan dalam mimpi akan mendapatkan pria setampan ini bahkan Luhan tidak pernah.

"Ini Oh Sehun." Mama Sehun memperkenalkan pada Luhan.

"Ya." Sedikit tersipu Luhan cepat-cepat berdiri, menjulurkan tangan ke arah Sehun.
"Aku Luhan."

Namun, yang terjadi Sehun justru tidak menanggapi dan langsung duduk di kursi makan sebelahnya. Membuat pipi tersipu Luhan lenyap seketika akibat sikap tak sopan Sehun padanya.

"Apakah sikap semua pria Gay selalu seperti ini kepada wanita?"

- BERSAMBUNG -

Dua Garis Biru (END-HUNHAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang