D.G.B | 6

5.3K 514 80
                                    

Tit ... Tit ... Tit

Luhan bergerak perlahan menghampiri tubuh mungil lengkap dengan baju putih tengah tertidur pulas dan selang di mana pun yang membantunya tetap hidup, tetap bernafas lebih tepatnya yang menandakan dia masih hidup meski tanpa bergerak, tanpa melihat ataupun menyapa.

Mengepal untuk meredam seluruh gejolak siap meledak menghancurkan yang ada di sekitarnya.

Begitu jari saling bertautan, badai kembali tenang. Hanya ada lautan yang indah dengan pantulan air menyilaukan. Menghembuskan nafas sejenak berusaha mengumpulkan suaranya yang tersumbat ditenggorokkan.

"Hai, jagoan!" Keheningan cukup lama sampai suara itu kembali muncul memanggil satu nama dirindukan dan dibutuhkan keberadaanya oleh semua orang.

"Jihoon."

Tangisan pecah saat itu juga. Di belakang ibu panti tidak mampu mengontrol air mata dan langsung membawa Luhan ke dalam pelukannya.

"Jihoon-"

Ibu panti membawa tubuh Luhan keluar ruangan.
Saling menangis menuju ruang tunggu.

"Kita harus mengikhlaskan!" ucap Ibu panti, tapi Luhan langsung menggeleng.

Dia melepas pelukan ibu panti dan menatapnya tajam, "Tidak, Bu. Jihoon harus sembuh. Kita harus lakukan segala cara."

Ibu panti menggeleng pasrah, "Tanpa pendonor, Jihoon tidak akan bisa diselamatkan."

Luhan kembali mengisak perih, dia tahu itu.
Lalu, kapan pendonor itu datang? Menyelamatkan Jihoon dari ambang kematiannya?

____

Sudah hampir gelap tapi Luhan belum juga pulang.

Sehun sedari tadi mondar mandir di depan rumah. Memandangi ponselnya, ingin menghubungi tapi terlalu gengsi.

Pakaian kantornya sudah tak berbentuk lagi, apalagi rambutnya, entah sudah berapa kali terkena jambakan kesal dari sang empunya.

"Kemana perginya bocah idiot sialan itu?" Sehun lagi-lagi mengumpat.

Dia tiba-tiba melonjak kaget ketika ponselnya berdering.

Ketika dia mengira Luhan menghubunginya tapi yang tertera di atas layar adalah ... 'Nyonya Besar' memanggil.

Dengan enggan Sehun menekan tombol hijau, "Ya, Ma?"

___

Gemerincing lonceng berbunyi ketika Sehun membuka dan menutup pintu kedai, dia mengedarkan pandangan dan menemukan Mama-nya duduk di sudut ruangan.

Tangan kanannya melambai dengan senyum indah terpancar di kedua sudut pipinya yang mulai keriput.

"Sehunnah, kau sudah datang?"

Sehun hanya menjawab dengan deheman, kemudian duduk di kursi depannya.

"Kenapa Mama memanggilku ke sini?" tanya Sehun tanpa basa basi.

"Sehun, kau tahu sudah beberapa bulan semenjak pernikahanmu, kalian belum bulan madu."

Sehun mengerutkan alis, dia mempunyai firasat buruk sekarang.

"Mama sudah siapkan-"

"Tidak!" Sehun segera menolak sebelum Mama-nya berhasil menyelesaikan kalimatnya.

"Ma, wanita itu sungguh merepotkanku. Aku tidak tahan dengannya. Mama tahu? Bahkan kemarin malam dia tidak pulang, dan sekarang entah pergi ke mana."

Mama Sehun tersenyum, "Itu karena kau pergi ke tempat pacarmu."

Sehun melotot, bagaimana Mama-nya bisa tahu?

"Sehun, Mama sebenarnya ingin menyerah." Mama Sehun membuat mimik pasrah. "Mama tidak berhak memaksamu menikah dengan wanita pilihan Mama jika kau mencintai pria. Seharusnya Mama memikirkan kebahagiaanmu bukan kebahagiaan Mama. Tapi Mama hanya ingin cucu. Jika Mama merestuimu dengan seorang pria, bagaimana kalian bisa memberi Mama cucu?"

Sehun masih tertegun, memperhatikan raut wajah Mama-nya. Apakah Mama-nya sedang berakting atau benar-benar jujur.

Mama Sehun membuang napas berat, kemudian menatap Sehun dengan serius.
"Sehun, berikan Mama cucu, maka Mama akan merestuimu dengan Baekhyun."

Sehun terlalu terkejut mendengar ini. Dia menatap Mama-nya dengan binar ketidakpercayaan.
"Mama serius?"

Mama Sehun mengangguk, "Cepat buatlah anak dengan Luhan. Setelah itu bawa Baekhyun kepada Mama."

Sehun terlalu bahagia, dia bahkan sampai meloncat karena senang dan memeluk Mama-nya.
"Terimakasih, Ma."

Diam-diam Mama Sehun memunculkan smirk di sana.

___

Sehun selesai mandi, dia telah menyiapkan segalanya.

Sebotol wine dan obat perangsang. Dengan begini, mungkin semuanya akan berjalan dengan lancar.

Karena Sehun tidak yakin jika dia tidak meminum obat perangsang dia bisa nafsu melihat tubuh wanita atau tidak.

Pintu kamar terbuka, memunculkan Luhan di sana.

Wajahnya sembab, dengan sedikit pucat.

"Woe, dari mana saja kau?" Sehun segera menghampiri dengan wajah menyeringai.

"Maafkan aku, aku pulang terlambat. Aku baru saja ke rumah sakit. Temanku masuk rumah sakit."

Sehun menerima alasannya, tidak terlalu memikirkannya dan segera beralih untuk mengambil segelas wine yang sudah ia campurkan dengan obat perangsang berdosis tinggi.

Dengan sekali teguk, Sehun meminumnya.

Luhan tidak terlalu peduli dengan apa yang dilakukan Sehun. Pikirannya terlalu larut memikirkan Jihoon.
Dia meletakkan tas di atas meja, kemudian beranjak ke kamar mandi.

Sehun meliriknya, dan berkata cepat sebelum Luhan sepenuhnya menutup pintu kamar mandi.

"Jangan dikunci pintunya, ee ... tadi kuncinya rusak."

Luhan yang mendengar, menoleh pada Sehun. Wajahnya masih nampak linglung sebelum dia menjawab iya dan menutup pintu kamar mandi tanpa menguncinya.

Sehun mengambil ponselnya, menghubungi Baekhyun.
"Baekhyun, siap-siap untuk bertemu dengan Mama. I love you."

Sehun mematikan ponselnya setelah itu. Dia beberapa kali mengusap lehernya, ia merasakan sesuatu pada tubuhnya, panas, dan terasa menyakitkan.

Obat perangsang yang beberapa menit lalu dia minum benar-benar bekerja sangat cepat.

Sehun menoleh pada pintu kamar mandi. Dia berjalan mendekat dengan perlahan.

___

Dua Garis Biru (END-HUNHAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang