D.G.B | 8

6K 513 89
                                    

Operasi Jihoon berjalan lancar. Dan Luhan merasa lega.

Setelah melihat keadaan Jihoon yang mulai membaik, Luhan berpamit pulang.

Chanyeol tidak bisa mengantarkannya pulang karena dia harus bekerja, sementara Ibu panti menunggu Jihoon di rumah sakit.

Akhirnya Luhan pulang sendiri dengan menggunakan bus.

Di dalam bus, Luhan memandangi ponselnya.
Sudah tiga hari sejak kejadian itu, Sehun tidak pulang.
Bahkan sms-nya tidak ada satu pun yang dibalas.

"Apa ada sesuatu yang terjadi di kantor?" Luhan merasa sangat khawatir, dia takut jika Sehun terlalu fokus dengan pekerjaannya, dia akan sakit. Luhan takut Sehun melupakan waktu istirahat dan makannya.

Luhan kemudian berdiri, turun di halte depan untuk berpindah bus menuju kantor Sehun.

"Aku ingin pastikan kalau dia baik-baik saja."

___

Sampai di kantor, seorang resepsionist menyapanya, dia tahu jika Luhan adalah istri Sehun. Dan resepsionist itu mempersilahkan Luhan untuk naik ke lantai atas di mana ruangan Sehun berada.

Luhan menuju lift, dia masuk ke lift yang terbuka dan menekan tombol 20.

Setelah keluar dari lift, Luhan di buat terpaku dengan pemandangan yang tersaji di depannya.

Sehun bersama dengan seorang pria. Berciuman dengan mesra.

Luhan menjatuhkan pandangan, menatap lantai marmer yang tidak menarik sama sekali.

Seharusnya Luhan tidak mengalihkan pandangannya, seharusnya tubuhnya tidak akan terasa kaku, seharusnya matanya tidak mulai berkaca-kaca.

Ini tidak benar.
Pria itu pasti Baekhyun.

Luhan berbalik dan melangkah pergi.
Jika dia masih belum bisa melepaskan Baekhyun, kenapa dia menciumku? Mengapa dia menyentuhku? Apa waktu itu dia sedang mabuk?

Luhan meremas dadanya.
"Kenapa rasanya sakit sekali, ya?" Luhan menggeleng, "Ah, pasti karena aku belum meminum obatku."

___

"Kau kembali setelah nyaris dua minggu tidak pulang?" Luhan menyambut Sehun dengan nada gembira.

Ia baru saja keluar dari dapur dan melihat Sehun yang sedang melepas sepatunya di depan pintu masuk.

"Kau menghitungnya dengan baik. Apa itu berarti kau menungguku?" Sehun membalasnya dengan nada acuh tak acuh.

Dengan senyum masih menghias di wajahnya, Luhan menghampiri Sehun. Mengambil alih tas kerja Sehun dari tangan pria itu kemudian membantu melepas jas-nya.
"Bagaimana aku tidak menunggumu pulang, kau kan suamiku."

Pergerakan Sehun terhenti, dia menatap Luhan yang masih memamerkan senyum manisnya. Kemudian berpaling, berjalan pergi menuju kamarnya.

"Kau ingin makan malam di rumah atau di luar? Hm, di rumah Baekhyun mungkin?" Luhan yang membuntuti langkah Sehun dari belakang bertanya, tidak ada kata yang terdengar kecewa atau sakit hati di sana. Namun, Sehun merasa tidak enak mendengarnya.

Dia berbalik untuk menatap Luhan dengan kesal.
"Kau cemburu?"

"Cemburu?" Luhan tertawa. "Untuk apa aku cemburu?"

"Lalu kenapa kau menyinggung nama Baekhyun?" Sehun sudah nampak emosi, berbeda dari Luhan yang justru tersenyum alami.

"Bukannya dia kekasihmu? Lalu aku harus menyebut nama siapa lagi?"

"Cukup! Cukup!" Sehun mengangkat tangannya, tanda menyerah. Berdebat dengan Luhan memang tak akan pernah ada habisnya.

Sehun melepas dasi kemudian kemejanya, dia tanpa sengaja melihat sesuatu di atas meja.

Pembalut?

Sehun dengan cepat meraih benda itu dan menatap Luhan yang sedang menaruh tas-nya di atas meja.

"Ini apa?" Sehun mengangkatnya ke udara.

Luhan menoleh, lalu tertawa.
"Itu namanya pembalut."

"Aku tahu, tapi ..." Sehun terlihat bingung ingin menjelaskan. "Bukannya kita sudah melakukannya waktu itu, kenapa bisa-" ucapannya terhenti, dia menjambak rambutnya frustasi, "pasti gagal, sial!"

"Aku baru saja haid beberapa hari lalu, tapi sekarang sudah selesai. Biar aku simpan sisanya." Luhan meraih pembalut itu dari tangan Sehun kemudian menyimpannya di dalam lemari.

"Sial!" Sehun mengumpat, dia kemudian teringat sesuatu. Dengan cepat menuju laci di dekat ranjang.
"Ah, masih," ucapnya sambil mengambil pil di dalam sana. "Kali ini harus berhasil." Tanpa berpikir, Sehun segera mengambil beberapa butir dan meminumnya.

"Kau mau mandi sekarang atau nanti? Biar aku siapkan airnya." Luhan hendak berjalan ke arah kamar mandi, tapi Sehun segera memeluknya dari belakang.

"Luhan, aku merindukanmu."

___

Gema dari tubuh saling bertabrakan terdengar di mana-mana.

Luhan melihat ke langit-langit, terenggah-enggah, tubuh bagian bawahnya terus ditusuk tanpa ampun.

Bibirnya kini dikulum tanpa henti. Dihisap dan dilumat dengan nikmat.

Ini bahkan lebih nikmat dari pertama kali mereka melakukan ini.

Sangat nikmat ... sampai Luhan berharap akan terus bisa merasakan ini.

____

Taman kota yang sepi, sehabis hujan.

Luhan menyesap kopi panasnya kembali. Lalu mendesah lelah. Ia memandangi sebuah cek yang barusan diberikan Mama Sehun untuknya.

Luhan bersandar di leher kursi. Memikirkan kata-kata Mama Sehun barusan.

"Kau berhasil! Sebentar lagi Sehun pasti meninggalkan Baekhyun. Aku akan mengirimkan video ini kepada Baekhyun."

"Ma, sejak kapan kau memasang cctv di dalam kamarku?"

"Haish, Luhanie, ini adalah caraku memantau kalian. Dengan cctv aku bisa tenang. Ah! Kalian luar biasa. Kau tahu? Sehun sudah berani menyentuhmu, Itu artinya dia bisa tertarik dengan wanita. Hanya bersikaplah lebih agresif padanya. Buktikan bahwa dia bukan Gay lagi. Tinggal kurang kita pisahakan Sehun dengan Baekhyun. Dan semuanya pasti akan beres."

Luhan mengusap wajahnya, entah mengapa dia menjadi merasa sangat jahat terhadap Sehun.

"Luhan, ini bayaranmu untuk kali ini. Jika kau hamil aku akan memberikan kau cek lagi."

Luhan kembali mendesah.
"Sehun, maafkan aku."

Bersambung

Dua Garis Biru (END-HUNHAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang