D.G.B | 13

5.2K 562 139
                                    

Luhan membuka matanya, hal yang pertama kali ia lihat adalah ruangan yang sunyi sepi seperti di mana ketika ia terbangun setiap pagi.

Matanya berkeliaran mengerjap bingung, perlu beberapa waktu hingga dirinya menyadari jika ia berada dalam sebuah kamar rumah sakit.

Suara pintu yang terbuka mengalihkan pandangannya.

Oh Sehun dan Mama-nya beserta seorang dokter muncul di sana.

"Luhan, Kau sudah sadar? Bagaimana keadaanmu? Kau merasakan sesuatu?" Mama Sehun bertanya dengan gurat khawatir.

Luhan menggeleng, tidak ada rasa sakit yang ia rasakan sekarang.

"Syukurlah, bayi yang kau kandung baik-baik saja. Lain kali kau harus lebih berhati-hati lagi." Dokter itu tersenyum pada Luhan.

Sementara Luhan langsung menatap ke arah Sehun, dan Sehun hanya melempar senyum sengit padanya.

"Luhan, mulai sekarang kau jangan mengerjakan pekerjaan rumah lagi. Mama akan mengirimkan seseorang untuk mengurus rumah."

"Tidak, Ma. Aku tidak apa-apa. Lain kali aku akan berhati-hati lagi."

"Tapi-"

"Ma, percayalah! Aku bisa mengurus diriku sendiri dan calon bayiku."

Mama Sehun tidak bisa membantah lagi. Dia ingin yang terbaik untuk Luhan.

"Baiklah, Nyonya Oh, kau bisa pulang setelah mengambil beberapa obat dan vitamin." Dokter itu kembali tersenyum pada Luhan kemudian beralih menatap Sehun. "Selamat, Sehun. Kau sebentar lagi akan menjadi seorang Ayah."

Sehun tersenyum miring, "Aku bahkan tidak yakin anak yang dikandungnya adalah anakku."

"Sehun!" Mama Sehun langsung melotot tajam.

"Bagaimana bisa aku yakin itu adalah anakku, sementara dia sering tidak pulang dan menghabiskan malam bersama laki-laki lain? Bahkan setelah setiap kali aku melakukan itu bersamanya, dia selalu membeli pembalut dan haid. Kemarin dia juga tes pakai tespek tapi hasilnya negative. Aku sudah lama tidak menyentuhnya, dia pasti hamil dengan laki-laki lain."

Mata Luhan membesar. Dia sangat terkejut dan shock. Dia tidak menyangka Sehun akan mengatakan kalimat ini.
Butuh tujuh detik, kemudian raut wajah Luhan menjadi rileks dan tatapannya kembali teduh serta senyum tipis tergaris di bibirnya.

"Apa maksudmu?" Mama Sehun menatap dengan ketidakpercayaan, kemudian beralih menatap Luhan. Luhan hanya tersenyum tipis dengan isyarat mata mengatakan untuk percaya saja apa yang dikatakan Sehun.

"Dia selalu pergi bersama laki-laki bernama Chanyeol. Bahkan tengah malam dia menelfon laki-laki itu untuk datang membawakan makanan. Aku benar-benar terhina. Seperti di mata dia, aku ini tidak bisa membelikannya makanan. Ma, seperti itukah wanita yang Mama pilihkan untukku?"

Luhan tersenyum, ia menatap Sehun dengan sorot mata ketulusan, tidak ada rasa sakit hati atau kecewa.
"Kau juga jarang pulang. Selalu menghabiskan malam bersama kekasihmu, Baekhyun. Lalu kenapa aku tidak boleh melakukan hal yang sama? Aku menelfon Chanyeol untuk datang membawakan makanan karena aku sangat lapar, di dalam kulkas tidak ada makanan apapun. Dan benar, kau tidak bisa membelikan aku makanan. Jika kau bisa mencukupi kebutuhanku, aku tidak akan mungkin berakhir dengan menelfon seseorang untuk membawakanku makanan. Apakah yang aku lakukan semua itu salah?"

"Salah!" Sehun segera berjalan lebih mendekat ke arah Luhan. "Kau punya suami, seharusnya sebelum kau meminta bantuan kepada orang lain, kau meminta bantuan kepada suamimu terlebih dahulu!"

"Suami? Sejak kapan aku mempunyai suami? Aku bahkan tidak pernah merasa bahwa aku mempunyai suami." Luhan menjeda sebentar kalimatnya, kemudian meneruskan dengan senyum tipis di wajahnya, "Suami seperti apa yang selalu meninggalkan istrinya sendirian di rumah? Padahal dia tahu istrinya takut sendirian di dalam rumah. Tidak pernah memberinya uang, sampai makanan di dalam kulkas pun tidak punya."

Sehun mengepal tangannya. Ia menoleh ke samping. Melihat Dokter dan Mama-nya yang menatap tidak percaya padanya.

Sementara Luhan terus tersenyum.
"Tidak apa-apa, lupakanlah! Aku tidak pernah mempermasalahkan tentang ini."

Sehun benar-benar merasa dipermalukan sekarang. Selain polos, ternyata Luhan sangat licik, dimatanya.

____

Brak!!!

Sehun membanting beberapa kantong belanjaan. Semua adalah makanan ringan.

Luhan yang sedang duduk di sofa dengan memegang buku bancaannya melirik sekilas.
"Apa yang kau bawa?" Luhan pura-pura tidak peduli.

"Makanan! Jika itu masih kurang kau bisa katakan padaku! Dan stop meminta bantuan lagi kepada temanmu itu!"

"Baiklah!" Luhan menutup buku bacaannya dan menguap. "Aku mengantuk sekali, tolong masukan semua makanan itu ke dalam kulkas!" Luhan hendak berjalan pergi tapi Sehun segera mencengkeram tangannya.

"Kau pikir aku pembantumu?"

"Tidak." Luhan tersenyum tenang, "Kau adalah suamiku. Kau bilang sebelum aku meminta bantuan kepada orang lain aku harus meminta bantuan terlebih dahulu padamu."

Sehun ingin mengumpat tapi tertahan. Dia merasa benar-benar dikerjain oleh mahkluk memuakkan di depannya ini.

"Jadi, tolonglah suamiku. Aku mengantuk sekali. Tapi jika kau tidak mau, ya sudah tidak apa-apa. Aku bisa menelfon-" Luhan pura-pura mengeluarkan ponselnya.

"Iya! Iya! Iya!" Sehun memotong cepat.

Luhan kembali tersenyum, "Terimakasih, suamiku." Kemudian berjalan pergi.

___

Semenjak itu Sehun lebih sering berada di rumah. Tidak pernah lembur lagi atau pun menginap di tempat Baekhyun. Waktunya sepenuhnya untuk Luhan.

Meski, Sehun masih tidak mau menganggap anak yang dikandung Luhan adalah anaknya.

"Sehun, tolong kancingnya ini!" Luhan berdiri membelakangi Sehun, meminta Sehun untuk menarik resleting bajunya.

Sehun yang sedang membaca majalah bisnis tidak merespon. Dia hanya melirik sekilas dan tidak melakukan apapun.

Melihat tidak ada pergerakan apapun, Luhan meliriknya.
"Oh, baiklah! Aku akan melakukannya sendiri." Luhan berusaha melakuknnya. Karena perut yang sedikit buncit, dia tidak bisa menarik resleting baju di punggungnya.

"Argh!" Sampai tiba-tiba Luhan mengerang sakit dan Sehun segera melempar majalahnya.

"Singkirkan tanganmu! Aku akan membantumu!"

Luhan tersenyum.
"Terimakasih."

Sehun berdiri, dan menarik resleting baju Luhan.

"Sehun, ini weekend, kau tidak berencana untuk jalan-jalan bersama Baekhyun?"

"Kau ingin aku pergi bersamanya?"

"Iya, dia pacarmu. Seharusnya dihari weekend kalian menghabiskan waktu bersama."

"Kau tidak cemburu?"

"Untuk apa aku cemburu?" Luhan tersenyum, kemudian mengelus perutnya. "Setelah anak ini lahir, aku akan pergi. Dan kalian bisa mewujudkan mimpi untuk bersama."

"Kau yakin itu anakku?"

Gerakan Luhan terhenti, senyumnya perlahan memudar.

Sehun menangkap raut wajah Luhan yang tiba-tiba berubah.

"Aku hanya pernah melakukannya denganmu. Tidak ada laki-laki lain yang pernah menyentuhku." Setelah mengatakan itu, Luhan menoleh untuk menatap Sehun, kemudian tersenyum.

"Jika kau ingin jalan-jalan bersama Baekhyun, maka pergilah! Aku janji tidak akan pergi bersama Chanyeol. Aku akan di rumah."
Luhan berjalan pergi, tapi langkahnya terhenti ketika Sehun mengatakan sesuatu yang mengejutkan.

"Apa kau tidak ingin berjalan-jalan denganku?"

Bersambung

Dua Garis Biru (END-HUNHAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang