11. Hujan, Aku Tidak Menunggu

2.4K 320 86
                                    

Chuuya menyerah.

Sulit berurusan dengan keras kepala dan paksaan seorang Dazai Osamu hingga membuatnya berakhir di dalam sebuah apartemen kelas menengah saat ini.

Chuuya membeli beberapa makanan dan pakaian sederhana dengan uangnya, lalu obat-obatan dengan uang Dazai. Apartemen itu memiliki kulkas, futon, dan kitchen set sendiri. Kecil namun cukup untuk ditinggali.

"Cukup?"

"Apa kau sadar yang sedang kau lakukan adalah membantu seseorang melarikan diri dari rumah?"

Dazai meletakkan barang bawaan, "kau sendiri yang menolak kuantar ke tempat Odasaku."

"-sensei. Tolong sopan santunnya, Tuan Calon Dokter." Chuuya mencuci wajah di westafel. "Melibatkan lebih banyak orang hanya menambah rumit."

"Itu dia. Kau sama sekali tidak punya keberanian mengakhiri masalah."

"Tidak ingin dengar itu darimu..."

Percakapan putus karena mereka berpisah. Chuuya yang menyusun makanan ke kulkas, lalu Dazai yang menerima telepon di balkon.

"Maaf, ada temanku yang sedang dapat masalah."

Chuuya tidak bermaksud menguping, namun flat itu sangat sepi sampai tidak ada yang bisa menghalangi suara Dazai.

"Ya, aku hanya membantunya sedikit. Heh? Janji yang mana? Maaf aku tidak ingat. Iya ya, minggu ini ya? Iya, aku juga mencintaimu."

Seplastik jeruk jatuh, Chuuya penyebabnya. Menggelinding, namun tangannya terlalu bergetar untuk mengutip. Ya ampun, seharusnya Chuuya tahu kalau Dazai bukan lagi miliknya. Untuk apapun dan dalam bentuk apapun, segala hal tentang Dazai bukan untuk dirinya.

"Hei," Dazai muncul dari balik pintu. Chuuya terkesiap sontak memasukkan jeruk satu persatu ke kulkas, menahan getaran tubuhnya.

"Aku akan keluar mencari seragam. Aku punya kenalan seorang alumni."

"Tidak usah. Aku akan libur sampai lusa."

"Yah terserah mau libur sampai kapan."

Chuuya tidak ingin melihat wajah itu. Walau Dazai mengetahui rahasianya, walau Dazai membantunya sampai sebanyak yang telah ada, Chuuya tidak ingin terikat lagi dengan dia.

"Aku punya beberapa seragam di rumah Tachihara, akan kuambil besok pagi. Besok libur, kurasa dia tidak akan kemana-mana."

"Oh? Perlu kuantar?"

Chuuya menggeleng. "Kau bisa pergi.. Aku mau istirahat."

Dazai mengerti pengusiran itu. Bukan Chuuya tidak tahu terimakasih atau apa, ia ingin menjaga jarak antara hatinya dan keberadaan seorang Dazai Osamu.

"Kau punya ponsel?"

"Ya?"

"Aku tinggalkan nomorku disini, hubungi kalau kau butuh sesuatu. Jangan lupa obatmu."

Setelah meletakkan secarik kertas kecil di atas meja, Dazai beranjak. Tidak lagi ia paksa Chuuya untuk sesuatu. Kelakuannya ikut campur dalam hidup si mungil sudah cukup lancang. Tapi Dazai tidak bisa menutupi kalau hatinya diam-diam bersyukur dapat mencairkan penderitaan Chuuya.

-0-

Dazai sudah menunggu dua jam. Entahlah apa yang dia tunggu, sosok itu atau redanya hujan sore ini. Jika meninjau ulang, ia bahkan tidak tahu apa yang membuatnya mengambil bis ke arah apartemen Chuuya setelah kencan, bukannya pulang ke rumah.

Sekarang, lihatlah dia yang merapat ke pintu untuk menghindari curahan air. Menikmati dingin musim semi dan senja yang mulai muncul. Sambil mengingat-ingat masa lalu ketika dirinya dan sosok mungil itu bermain di atas genangan air, di bawah rintikan hujan. Tertawa dan terjatuh lalu berakhir dihukum oleh Ibu Asuh.

Langkah kaki di tangga besi memanggil perhatian, ia menoleh dan mendapati wajah terkejut seorang Nakahara Chuuya. Entahlah itu senang atau sakit namanya, ketika berjumpa lagi dengan sepasang safir jernih.

"Apa yang kau lakukan disini?"

"Mampir saja," jujurnya. "Tadi aku mau pulang karena pintumu terkunci, tapi hujan turun."

"Aku baru dari rumah Tachihara.." Chuuya mengangkat bingkisan plastik di balik mantel beningnya yang kebesaran. Menjauhkan payung basah lalu membuka pintu. "Kau bodoh sekali datang tiba-tiba. Kenapa pula kau datang?"

"Aku cuma ingin memeriksa keadaanmu."

Gerakan Chuuya yang hendak melepas mantel terjeda. Matanya memicing ke arah si brunette. "Konyol."

Ia menekan saklar, memberi gestur agar Dazai tetap berdiri di depan sana lalu membawakan sebuah handuk yang baru ia beli kemarin.

"Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja. Jadi, pulanglah saat hujan reda."

"Aku akan pulang sekarang.." handuk itu tergantung di tangan Chuuya.

"Di luar masih hujan."

"Aku hanya ingin memastikan kau sudah sembuh. Aku pinjam mantelmu," tanpa diizinkan, Dazai sudah mengenakan mantel bening berlis hitam yang masih basah karena baru digunakan. "Akan kukembalikan di sekolah."

"Kau kesini naik bis?"

Dazai menghela napas. Disana ada manik biru yang ragu bukan atas keselamatan Dazai, namun atas keinginannya agar Dazai pergi atau tinggal. Tapi beginilah akhirnya. Setelah melihat Chuuya dengan kondisi baik, ia tidak lagi punya alasan berada satu ruang dengannya untuk kesekian kali.

"Ya.."

Chuuya sadar sepenuhnya bahwa ia ingin sekali mengatakan 'tinggallah sebentar. Akan kubuatkan teh hangat.' Tapi setelah menimbang-nimbang, terbayang bagaimana sesak dadanya ketika bersama dengan orang yang paling ingin -dan paling tidak boleh- ia peluk di dunia.

Kancing mantel dirapatkan. Chuuya tidak sengaja menyekap kedua lengannya dengan tangan yang lain hanya dengan memikirkan ia telah berbagi mantel dengan pria itu.

"Aku tidak akan melarangmu."

"Aku harap juga begitu." Dazai menutup pintu kembali. Samar-samar terdengar langkah menjauh yang diredam derasnya hujan.

'Dan lagi.. Kau pergi meninggalkan sepi hanya untukku.'

To Be Continued

Juli 2019
SeaglassNst

Oke,, buat yang belum tahu, sebenarnya fanfict ini update tiap lima hari sekali. Tapi mungkin ini yang terakhir update sesuai jadwal karena sungguh saya ga sempat pegang hp, apalagi ngetik, kecuali malam. Itu juga capek banget dan kadang malah jadi kacau ceritanya... #curcol
Maafin ya kalau chapter depan mungkin akan ngaret atau kurang panjang atau kurang asik hehe ...
Terimakasih pada kalian semua yang sudah membaca dan sudah memberi vote atau komentar. Maaf banget saya ga bisa balasin komentarnya satu satu. Selain saya bukan orang ramah ramah amat, saya ga tau mau bales apa karena agak terharu tapi ngakak juga hehe.. maaf ya.
Tapi beneran ini makasih banget loh, makasih makasih deh hehe..
Udah ya, sampai jumpa di chapter berikutnya~

Nih buat hasup

Nih buat hasup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Spring FallsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang