13. Emas Di Tengah Ladang Bunga Matahari

2.4K 340 51
                                    

Tidak Chuuya sangka akan ada anak yang keluar di awal tahun ajaran. Tapi sebagai gantinya, ada satu lagi murid baru untuk kelas ini.

Lagi? Cukup Dazai saja yang menjadi pengacau, Chuuya tidak ingin ditambahkan seseorang. Sungguh kabar Odasaku tidak membuat hatinya bertambah baik.

Gadis, rambutnya hitam legam. Mata hitam bercahaya zamrud sendu. Tinggi semampai, cantik. Chuuya berpikir, jika ada orang yang bisa bersanding dengan Dazai Osamu, pastilah seorang gadis cantik seperti dia.

Diliriknya Dazai, terkejut karena gestur tangan mengepal sama sekali bukan hal yang pantas ditampakkan ketika bertemu siswi mempesona. Kenalan? Atau apa?

Paras elok itu segera mendapat perhatian dari semua orang di kelas. Tidak Chuuya, dia lebih penasaran pada Dazai sebenarnya. Tapi setelah dipikir-pikir, urusan Dazai bukan lagi urusannya.

Sasaki Nobuko namanya. Menyapa Dazai dengan senyum, berbalas senyum dan segera beberapa orang yang mengelilingi si brunette menjauh. Chuuya melirik sekilas, bertatap mata dengan manik hazel lalu pergi membawa roti lapisnya.

Tempat biasa Chuuya duduk adalah pohon sakura di belakang perpustakaan. Menghadap kolam mati yang berisi kelopak-kelopak layu. Tachihara yang menghampirinya.

"Aku senang melihatmu lagi, Chuuya-san." Pemuda itu membuka kotak makan siang. "Hampir dua minggu ya kau tidak datang."

"Ya.. Tinggal menunggu waktu aku dipecat saja."

Guguran sakura jatuh ke bahu Chuuya, Tachihara menepisnya. "Jangan dulu, festival belum dimulai."

Tawa muncul, bukan dari hati tapi ia cukup terhibur. Dia tidak mengerti kenapa bocah satu ini menyempatkan diri menemaninya menatap kolam sembari berbagi daging cincang. Padahal banyak sekali teman yang ingin bermain dengannya dari klub bola dan band.

"Apa kau tidak bersama band mu, Tachihara? Kalian tidak menyiapkan persembahan untuk festival?"

"Oh! Tentang itu, aku hampir lupa." Tachihara meneguk teh hijaunya. "Kami ingin membuat konser solo, Chuuya-san bagaimana? Tertarik?"

Konyol. "Tentu saja tidak." Jelaslah itu jawaban Chuuya. Sudah lama sekali dia tidak bernyanyi di depan umum sejak menjadi pembawa lagu mars sekolah mereka saat upacara penerimaan siswa baru tahun lalu. Rumor mengatakan banyak orang yang jatuh cinta pada suaranya walau hanya menyanyikan intro. Sempat ia ditarik ke klub musik, dua bulan kemudian keluar. Tubuhnya tidak sanggup dan tidak punya waktu.

"Sayang sekali.." Tachihara mendesah. "Aku harus cari orang lagi."

"Maaf ya." Bukan Chuuya malu atau apa untuk bernyanyi lagi. Dia hanya tidak bisa. Tidak ada waktu untuk latihan bersama karena dia harus bekerja dan belajar. Chuuya masih cukup tergugah untuk mempertahankan nilai-nilai standarnya. Jangan sampai turun.

Selain itu, dia tidak bisa bernyanyi di depan sepasang mata kopi. Dahulu ia masih suka membayangkan Dazai akan kembali memainkan pianika mengiringi nyanyian Chuuya, tapi sekarang dia tidak punya hasrat. Semua tentang masa lalu hanya menambah garam di luka. Dia tidak bisa.

"Aku ingin bertanya tentang murid yang kemarin, boleh?" Tachihara mengubah topik, lebih intim dan privasi. Tidak pernah ia lakukan dan sungguh Chuuya terkejut mendengarnya. "Aku hanya penasaran, bukan memaksa."

Sejujurnya Chuuya enggan, sangat. Bercerita tentang Dazai berarti mengingatnya. Sosok hangat dan dinginnya. Chuuya tidak ingin, tapi ia mengambil langkah pertama. 'Melupakan masa lalu,' batinnya.

"Dia temanku di panti asuhan dulu. Aku menumpang di rumahnya beberapa hari karena demam."

"Kenapa tidak hubungi aku saja? Aku juga sudah menghubungi tapi kau tidak menjawab."

Spring FallsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang