18. Tarik Aku Dari Sangkar Itu

2.1K 273 18
                                    

Sekolah sunyi.

Dazai merasakan ratusan jarum menusuk dada tiap berpapasan dengan sepasang manik samudra. Latihan puisinya terhenti. Ia benar-benar kembali ke titik dimana dirinya dan orang itu bertemu dalam keadaan paling buruk. Ingin sekali ia tarik kedua tangan mungil itu, lalu memeluknya dan mengatakan beribu ucapan maaf. Tapi ia tidak tahu untuk apa kata maaf itu ditujukan.

Festival seminggu lagi, Dazai sama sekali tidak mengerjakan bagiannya dalam teater dan menghabiskan waktu tidur di perpustakaan. Suehiro hampir saja menyerahkan bagiannya pada orang lain.

Seluruh ruang dalam kepala kompleks yang selalu beroperasi tengah sibuk pada satu titik. Seorang bersurai fajar. Dazai sama sekali tidak mengerti untuk apa senyum itu datang di hari pertama informasi festival karena selama masa persiapan Chuuya sama sekali tidak berkontribusi bahkan sekadar datang melihat.

Festival diadakan seminggu. Senin untuk sains, selasa rabu untuk seni, dan kamis jumat untuk olahraga. Dazai tidak ingin terlibat di ketiganya kecuali untuk mencari traktiran makan, dan kesempatan berbaikan dengan si surai fajar.

Ia menghela napas, memperhatikan lapangan dari bangku tempatnya meminta Chuuya menjadi tutor puisi sementara. Sangat-sangat biasa. Berbeda dengan hari ketika sosok itu berada di sebelahnya dan berbicara. Sekarang Dazai hanya ingin angin ini secara ajaib berhembus ke arah Chuuya dan menyampaikan permintaan maafnya.

"Kau seperti orang mati."

Dazai tersentak. Ia sama sekali tidak mengira keajaiban angin datang padanya dan membawa sosok mungil itu ke sini. Berdiri di sampingnya dengan sekotak susu strawberry.

"Chuuya?" ia hampir percaya yang dilihatnya adalah halusinasi.

"Kalau kau masih memikirkan hal kemarin, sebaiknya hentikan. Kita harus mulai melangkah."

Kalimat itu benar, tapi Dazai merasakan begitu banyak luka dalam suara yang sampai ke telinganya.

Nakahara Chuuya memutari kursi, duduk di sebelah Dazai dan membuka bungkus yakisoba. "Aku juga tidak tahu harus bersikap bagaimana," ucapnya. "Aku hanya ingin puas dengan hubungan teman sekelas yang kita punya sekarang. Aku tidak ingin mengharapkan lebih, lalu kecewa lagi."

Antara hangat dan dingin. Dazai tahu kalimat itu bukan dimaksudkan untuk menuduhnya. Chuuya hanya ingin menyampaikan kesiapan hatinya untuk bangkit dan berubah, namun seakan mencabik-cabik.

"Chuuya kau orang paling kuat yang pernah kutemui."

Chuuya mendengus, tertawa kecil dengan nada mengejek. "Kalau begitu kau kurang pergaulan."

"Aku pikir kau yang tidak hobi bergaul disini."

"Atas dasar apa kau bilang begitu? Asal tahu saja aku punya teman dari kelas dan tingkat lain."

"Teman dan cuma tau nama itu beda." Dazai tertawa. Benar-benar anak satu ini. bisa membuatnya merasa nyaman hanya dengan sepatah kata dan wajah kesal. "Begini loh, Chuuya tidak ikut bagian dalam festival jadi aku pikir kau tidak mau."

"Aku punya rencana lain.."

"Oh? Seperti bolos atau semacamnya?"

Sungguh, tawa itu ingin Dazai ingat sampai liang lahat.

"Rencananya mau pergi berziarah ke makam orangtuaku di Yamaguchi.. Sudah lama aku tidak kesana jadi kurasa kali ini kesempatan baik."

Dazai terkejut sampai tidak bisa memikirkan respon lebih baik selain 'oh' singkat. Masih ada rasa penasaran alasan Chuuya kehilangan orangtuanya dan menjalani hidup penuh kekerasan oleh sang paman tapi ia tidak punya hak untuk bertanya.

Yamaguchi, tempat mereka bertemu dan berbagi masa kecil. Tempat dimana istana impian terbangun dan runtuh begitu saja.

"Kau ikut?" Sekali lagi kejutan untuk Dazai. "Oh maaf.. Aku lupa kau tidak pernah bolos." Chuuya tersenyum ketika mengatakannya. Sungguh, sebuah tangan telah meremat jantung Dazai akibat suara dan senyum itu. "Aku cuma ingin mengajakmu lagipula itu berkatmu aku tidak perlu minta izin dari paman. Tapi kau pasti memilih festival, aku lupa."

"Aku ikut."

"Eh? Kau mau ikut bolos? Kau ikut teater kan?"

"Ya, aku tidak tahu masih diikutsertakan atau tidak, tapi aku ingin ikut. Atur saja jadwalnya."

"Benar?"

"Ya.. Berapa hari?"

Chuuya memutar manik birunya, tengah berpikir. "Mungkin sehari, tapi kalau kau nekat bisa dua hari."

Desiran aneh itu dari masa lalu. Waktu dimana Chuuya selalu mengajaknya melakukan hal nakal. Menyebrangi sungai, memanjat pohon kesemek, bersembunyi di gubuk dalam hutan, Dazai menyukai petualangan itu. Kenapa dia baru menyadarinya sekarang?

"Beritahu aku harinya, Chuuya."

-_-_-

"Aku dengar kau bertemu dengn teman masa kecilmu," pria itu menyesap kopi hitam tanpa mengalihkan pandangan dari tabletnya. "Siapa namanya? Aku tidak ingat."

"Otou-san, apa itu hal yang perlu dibahas dengan nada serius?"

"Yah, kalau Tunanganmu menunjukkan ekspresi selain kemarahan mungkin atmosfer percakapan ini bisa berubah.."

"Oh, Nona Besar yang pengaduh."

"Jaga bicaramu, Osamu!"

Dazai Osamu diam di tempatnya. Ia sudah mengira ayah yang pulang sebulan sekali dari tugas akan ada malam ini hanya untuk mengomentari pertemuannya dengan Chuuya. Sampai sekarang dia sendiri tidak mengerti kenapa mereka sangat tidak menyukai sosok hangat itu.

"Lalu? Apa yang Nona itu katakan lagi?"

"Kau melupakan kencan, menyuruhnya menunggu di mobil, berbagai macam."

"Wahh.. Sebagai anak Politikus Maha Kaya dia jujur juga."

"Osamu." Suara itu menggetarkan, tapi tidak cukup melunturkan senyum di wajah si brunette. "Jangan cari masalah dengan Dia."

"Aku penasaran kenapa pertemananku dengan murid baru bernama Nakahara Chuuya sangat tidak direstui," ia menghindari titah Ayahnya.

"Karena dia tidak layak dibandingkan denganmu."

Tapi dia adalah satu satunya jiwa yang mengerti Dazai Osamu, dan Dazai tahu itu.

"Oh, pemikiran objektif yang jenius!" Ia melebarkan senyum. "Jadi hanya dengan itu kau bisa mengukur derajat manusia. Benar-benar hebat, Otou-san."

Kalimat itu jadi yang terakhir terdengar sebelum kaki Dazai menaiki anak tangga. Untuk seorang yang diadopsi dan dididik menjadi manusia sempurna, ini pertama kali ia memberontak pada Ayahnya, sungguh, Dazai tidak menyesalinya.

To Be Continued

15 September 2019
SeaglassNst


.
.
.

Sumpah, ini chapter ke berapa sih? Aku ga tau XD

Btw, ada something important!
Untuk tunangan Dazai, saya gak tau mau buat siapa ahaha.. Karena saya mencintai semua karakter dan tidak ingin menjadikannya sasaran kebencian dari seluruh tokoh dan readers,, jadi saya mau pake OC. Gak OC sih, saya pake nama asal aja sebenarnya.. Wujudnya yah bayangkan saja sendiri, okay?

Udah itu doang.

Spring FallsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang