"Minggu depan ada festival sekolah kan?" suara garpu yang beradu di atas piring terjeda, Dazai bergumam sebagai jawaban atas pertanyaan ayah angkat yang hawa-hawanya akan menimbulkan masalah. "Kalau begitu tidak perlu datang."
"Aku ikut serta dalam pentas drama." Melangkahi sang ayah, Dazai memberi alasan dusta terlebih dahulu. Memang ia terdaftar sebagai pemain drama, tapi ia sudah membicarakannya dengan Suehiro untuk mengundurkan diri, tinggal menunggu kabar ACC sajalah kira-kira. Saat ini, alasan Dazai untuk berbohong tidak lain tidak bukan adalah janji yang lebih penting daripada festival sekolah. Karenanya ia menggunakan alibi palsu untuk membentengi diri dari segala macam rencana sang ayah yang mungkin mengganggu janji itu.
"Futou-san meminta bertemu untuk membahas pernikahan."
Dazai menghela napas. Kadang-kadang ia kesal pada kemampuan memprediksi yang selalu tepat. Futou adalah nama dari ayah tunangan Dazai, pemilik Futou Group tempat ayah angkat Dazai menanamkan saham. Seperti bos, orang besar, politikus ternama yang tidak bisa dilawan. Yah, konglomerat seperti itulah.
"Aku sudah berjanji."
"Permintaan Futou-san tidak bisa ditolak. Apalagi ini membahas pertunanganmu." Mendengar perlawanan Dazai, suara sang ayah mengeras. Jika aura bisa dilihat, maka di atas meja makan itu akan tampil dengan dahsyat badai yang berkecamuk. "Batalkan janjimu."
Tidak menjawab, Dazai langsung bangkit dari meja makan. Diteguknya air mineral sebelum meraih tas sekolah lalu berangkat tanpa mengucapkan salam.
Sekolah seperti biasa. Anak klub, guru bimbingan konseling yang patroli, tukang bersih bersih, Nakahara Chuuya yang melakukan rutinitas bolosnya. Hah. Padahal Dazai yakin jika melihat sosok itu barang sejenak dapat membuat perasaannya sedikit lebih hangat.
Ketika istirahat, dari jendela perpustakaan, Dazai melihat Chuuya bersandar pada pohon sakura dengan mata tertutup benar-benar seperti biasa. Kali ini ia tidak menahan diri untuk melompati jendela itu dan duduk di sebelah Chuuya.
"Dazai?"
Dazai tersenyum melihat sosok mungil mengucek mata dengan punggung tangan, "Aku membangunkanmu?"
Chuuya menguap, memutar leher yang kaku, lalu menjawab, "Ya."
Senyum yang terpahat di wajah Chuuya seakan berkata telah mengabaikan semua hal yang Dazai lakukan. Chuuya berpijak pada kenyataan, Dazai ada di sana, duduk di sebelahnya, mendorongnya untuk maju.
Melupakan bukan kata yang tepat. Chuuya tidak ingin melupakan Dazai kecil yang rapuh dan semua cumbuaannya. Chuuya ingin selalu mengingat kedua tangan itu merengkuhnya, walau sekarang tidak mungkin dirasakan lagi, tapi Chuuya ingin menjaganya tetap di memori. Chuuya hanya ingin melangkah ke masa depan yang selalu ia idam-idamkan.
"Ada apa?" tanyanya.
Dazai berpikir sejenak. Sejujurnya pertemuan dengan Futou-san itu bukan hal besar. Dia punya seminggu untuk membolos saat festival, sisanya tinggal mengatur jadwal agar bisa menepati janji dengan Chuuya. Mudah. Tapi Dazai enggan, hatinya berat mengatakan pada Chuuya kalau ia memiliki janji lain yang tidak bisa ia tolak.
"Kapan kita ke Yamaguchi?"
"Oh itu.." Chuuya menimbang-nimbang, "jumat pagi, aku libur kerja disitu. Hari terakhir festival jadi kau tetap bisa bersenang-senang."
Andai Dazai bisa mengajukan opsi untuk pergi seminggu penuh, demi Tuhan akan ia lakukan. Ia menghela napas.
"Kau menyesal tidak ikut kembang api penutupan?"
Segala bunga api yang cerah, api unggun di akhir festival yang membawa nuansa ceria, lagu-lagu anak SMA yang diiringi suara gitar dan persahabatan, semua itu tidak sebanding dengan berada di sisi seorang Nakahara Chuuya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spring Falls
FanfictionDazai egois dan Chuuya bodoh. . . --Ongoing . . Bungo Stray Dogs adalah milik Asagiri Kafka dan Harukawa Sango. Author tidak mengambil keuntungan apapun dari fanfiction ini.