23. Senja Adalah Kecupan yang Membebaskan Pendosa dari Gulita

3.5K 261 157
                                    

"Selamat pagi," adalah kalimat pertama dari Chuuya ketika Dazai menginjakkan kaki di ruang kelas. Jikalaulah tidak ada orang lain di sini, Dazai yakin sudah memeluk pria mungil itu erat-erat.

"Bagaimana pipimu?"

"Sembuh tanpa bekas."

Dazai tersenyum lembut menjawab milik Chuuya. Alih-alih pergi ke meja masing-masing, mereka malah berdiam saling menatap dengan di dekat pintu.

"Dazai, kita menghalangi jalan."

Tawa canggung sebelum berpindah ke bangku Chuuya. Beberapa anak ingin memulai pembicaraan dengan Dazai sang idola baru dan Chuuya mengerti. Yang seperti ini memang cocok untuk Dazai Osamu. Dikelilingi orang-orang dan berbagi kebahagiaan. Chuuya hanya tidak mengerti bahwa bagi Dazai tidak ada suara yang sampai padanya lebih tulus dari milik Chuuya. Mereka hanya ingin dekat karena Dazai sempurna, sedangkan Chuuya tetap disana sebagai orang yang paham bahwa Dazai penuh luka dan ingin menyembuhkannya. Itulah alasan mengapa Dazai kembali dan akan selalu kembali pada orang ini.

"Ada yang ingin kubicarakan sebenarnya," ucap Chuuya, "Tapi sepertinya tidak bisa sekarang," dengan matanya menunjuk pada segerombol gadis yang juga melihat ke arah mereka. "Bisa kau luangkan waktumu pulang sekolah nanti?"

"Tentu," Dazai sejujurnya ingin menyerukan pada gadis-gadis itu untuk hengkang dan meninggalkan mereka, namun ia memahami perasaan Chuuya dan menerimanya. "Tapi aku harus mengurus surat izinku karena bolos selama festival."

Sebagai orang yang dicap karena selalu bolos, para guru sudah menjamin ketidakhadiran Chuuya dengan ucapan Oda-sensei. Tapi sepertinya Dazai si anak baru belum dapat melakukan itu dengan lihai hingga Chuuya tertawa geli. "Akan kutunggu."

Pelajaran pertama dimulai setelah homeroom dengan Shibusawa-sensei sebagai wali kelas menjelaskan peringkat-peringkat kejuaran di Festival. Stan kelas ini mendapat peringkat dua dan Dazai yang tidak ikut serta juga turut bersuka cita.

Bahasa merupakan pelajaran yang Chuuya sukai namun ia sama sekali tidak bisa fokus. Alih-alig melihat guru di depan, matanya malah fokus ke arah punggung Dazai di garis pandang yang sama. Segala macam pemikiran berkecamuk di dalam kepalanya yang mendung. Sedih namun senang, bahagia namun suram. Chuuya tidak mengerti situasi hubungan mereka selain dari kenyataan bahwa Dazai kembali padanya dan akan bersikap bodoh di masa depan jika mereka tidak bisa bersama.

Ketika senja terbit dan para murid pulang, Chuuya setia menanti Dazai di meja depan miliknya. Duduk menghadap langit kemerahan dan berkali-kali meninjau ulang kehidupan mereka.

Andai sejak awal Dazai dan Chuuya tidak terpisah, mereka bisa keluar dari panti asuhan bersama di umur enam belas. Hidup berdua, mencari kerja, bahu membahu, tidak terpisah. Andai adalah kata yang munafik karena hanya memberi kebahagian semu yang tidak akan pernah terjadi.

"Chuuya..." Suara Dazai diiringi langkah kakinya dan Chuuya berbalik arah untuk duduk di tepi meja  membelakangi jendela.


"Dazai," Chuuya tidak tersenyum setelah panggilan itu. Walau lebih baik mengukir kebahagiaan, tapi dia tidak ingin membohongi satu-satunya arti hidup dengan bahagia semu. "Aku telah melakukan hal buruk pada tunanganmu," Chuuya memulai dengan sebuah kalimat padat yang jelas namun terlalu rumit untuk Dazai mengerti. "Aku telah mengambilmu darinya, aku seharusnya tahu kau bukan lagi milikku. Tapi ketika kau disana, membelaku, berada di sisiku dan menyentuhku, aku hilang akal dan ingin sekali memilikimu lagi."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Spring FallsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang