12. Menjadi Pendosa

2.5K 329 57
                                    

Chuuya berbohong saat mengatakan akan masuk lusa. Yang dia lakukan malah membolos hampir seminggu lalu pergi ke rumah Odasaku agar pria lajang itu tidak menguber-uber seluruh murid karena menganggap Chuuya anak hilang.

Sekarang, lihatlah tatapan matanya yang penuh emosi seakan ada seribu lusin kata-kata yang akan tertuang untuk menasihati Chuuya.

"Aku sudah katakan kau harus cerita kalau ada masalah. Setidaknya kabari aku kalau kau sakit."

"Aku tidak ingin mengganggu."

Odasaku mendesah, rasanya seluruh amarah luntur karena tatapan bersalah bocah Nakahara. "Lalu bagaimana dengan Dazai? Kau di rumahnya beberapa waktu kan?"

"Ya.." Chuuya berbohong. "Hanya sebentar."

"Kenapa kesana? Tachihara juga sampai panik karena kau hilang dan tiba-tiba ada di rumah anak baru."

"Dazai dan aku saling kenal di panti asuhan dulu. Jadi sekaligus reuni."

"Oh..." Oda memicingkan mata, namun tersenyum bercanda. "Dia bahkan ikut membolos. Kupikir kau menghasutnya, ternyata kalian memang teman dari dulu."

Teman. Andai Odasaku tahu apa arti teman yang sebenarnya menurut Chuuya, pasti dia tidak akan tersenyum dengan lega seperti itu.

"Kapan rencana kembali ke sekolah?"

"Besok." Chuuya menjawab singkat. Beberapa hari belakangan dia sibuk mencari pekerjaan untuk hidup serta membayar hutang ke Dazai. "Aku bisa masuk besok. Kondisiku sudah sangat baik." Bohong lagi. Bekerja malah membuatnya letih tanpa sempat beristirahat. Tapi itu lebih baik daripada disiksa di rumah.

"Baguslah kalau begitu. Aku masih tidak mengerti kenapa kau dirumah Dazai dan membuatnya bolos. Bagaimana dengan pamanmu?"

Chuuya tercekat. Seperti tertangkap basah. Oda tidak pernah tahu kehidupan berantakan yang didiami Chuuya sejak berada di Yokohama. Dia tidak tahu seberapa kuat keinginan Chuuya lari dari pria menakutkan itu, seberapa kuat keinginan Chuuya untuk lenyap ketika penolakan itu. Oda hanya satu lagi orang luar yang sangat peduli, selain Tachihara.

Lemahnya. Chuuya bahkan tidak bisa mengatasi masalah sendiri sampai bergantung pada semua orang. Lalu dengan enteng berkata tidak ingin melibatkan banyak orang. Dazai benar, dia lemah. Dia hanya ingin bergantung, bersembunyi, tanpa niat menyelesaikan masalahnya.

Tapi inilah Chuuya sekarang. Dia tidak seberani ketika mengajak Dazai melompati pagar panti walau tahu akan dimarahi. Dia tidak senekat memanjat pohon hanya untuk seekor kumbang besar menakutkan. Dia tidak secerdik ketika menangkap capung di daun teratai. Dia sekarang adalah Nakahara Chuuya yang sudah remuk.

"Nakahara," suara Oda mengintrupsi.

"Pamanku sibuk," lagi-lagi ia berbohong. "Aku kasihan karena dia harus bekerja sendiri untuk kami dan untuk sekolahku. Jadi aku minta tolong Dazai kemarin."

Penipu. Penipu. Penipu. Penipu.

Mata Oda memandang iba. Dia sama sekali tidak tahu apa yang disembunyikan muridnya ini, tapi sudah berpuluh kali mata tanpa cahaya seperti itu ia temui sejak menapaki dunia keguruan. Namun tidak sedalam laut di depannya. Jadi ia memastikan bahwa hal ini bukan masalah yang bisa ia tangani.

Tepukan lembut mendarat di pucuk sinoper, "aku akan bungkuskan kare untuk makan malammu."

-0-0-

Sejak hari hujan, Dazai sama sekali tidak bertemu Chuuya lagi. Bahkan dia tidak menerima telepon apapun untuk menjadi alasan kembali ke flat mungil itu. Terkadang ada hasrat pergi ke sana, namun kalah dengan pikiran, "jangan terlalu terikat."

Pagi ini, entah angin panas apa yang berhembus di Yokohama sampai Dazai ingin sekali berlari memeluk sosok mungil yang berdiri di sisi jendela. Memandang keluar, melihat Dazai dan berpapasan mata. Kali ini tidak salah, Dazai benar-benar hendak mengangkat tangan untuk menyapa tapi sapphire itu menoleh.

Apa seperti ini sakit yang dirasakan Chuuya ketika Dazai membuang pandangan darinya?

Yah.. Asalkan dia masih berdiri dengan kedua kaki, Dazai rasa itu cukup.

Pelajaran, Dazai sesekali mencuri pandangan dan mendapati Chuuya melamun memandang gerakan awan.

Istirahat, Dazai punya banyak teman siswi yang membuatkannya bento atau mengajaknya ke kantin. Tapi ia sekali lagi mencuri pandangan dan melihat Chuuya pergi keluar dengan roti isi murahan.

Jam pulang, Dazai tidak bisa memilih antara ajakan ke game centre atau karaoke karena sejujurnya ia ingin pulang atau pergi ke sebuah cafe ala Prancis untuk segelas atau dua gelas anggur merah. Di tengah pilihan, sejenak ia menoleh, Chuuya tidak ada lagi.

Bukan. Bukannya Dazai terkena sindrom asmara remaja. Dia hanya ingin bertegur sapa singkat dengan Chuuya. Bertanya bagaimana kondisinya, mengajaknya pulang bersama, dan mampir di rumah makan jepang. Hanya bertegur sapa, bukan?

Beberapa hari terlewati begitu saja. Ia ingin berbicara walau sekadar lewat pesan singkat. Tapi hanya Chuuya yang punya nomornya, dia tidak punya nomor Chuuya.

Seakan ingin sekali melihat manik biru laut itu, Dazai sampai-sampai mengekorinya pulang. Ya ampun, Dazai gila. Dia berakhir berdiri di bawah lampu jalan, melihat pintu rumah Chuuya tertutup, tanpa berani bicara. Benar-benar orang hilang akal.

Kemudian, bertambah satu hari lagi dimana Dazai akan tetap bersikap seperti gadis SMP yang naksir kakak tingkat. Bukan, Dazai bukan gadis, dia tidak SMP, dan dia tidak sedang naksir kakak tingkat, Chuuya bukan kakak tingkatnya.

"Untuk persiapan festival sekolah.."

Oh, Tetcho Suehiro, ketua kelas, sedang membacakan draft untuk festival sekolah minggu lusa. Mereka sudah menyinggung ini sejak Chuuya absen seminggu, tapi Dazai tidak terlalu mengerti. Sejenak ia melirik ke arah si sinoper, sama sekali tidak menyangka akan disambut raut tertarik dan penuh perhatian.

Lucu. Sungguh. Dazai pikir dia tidak akan pernah melihat mata biru bulat dan tangan mengepal itu lagi. Hampir saja ia tertawa jika Tetcho Suehiro tidak memanggilnya.

"Dazai-kun akan menjadi perwakilan drama."

Apa?

Bukan cuma Chuuya yang kaget, Dazai pun kaget. Dia hanya sepakat akan mengikuti festival dengan bayangan orang yang mengatur-atur, tidak dengan pentas drama tentang Hemlet. Kuno. Dazai tidak suka cerita romansa, apalagi yang tragis. Dia lebih suka kartun kucing melawan tikus.

"Apa ada perwakilan lagi, untuk drama musikal ini?"

Dazai berharap seseorang menolongnya, menemaninya, tapi nihil.

"Kalau begitu draft paduan suara, lalu stan kelas-"

Entah karma apa yang terjadi. Lebih baik Dazai ikut paduan suara itu dan berbaris paling belakang dari pada memainkan peran dengan pakaian jadul. Tidak sudi- sebenarnya.

Tapi ya.. Baiklah.

Dazai sudah bersandiwara sejak ia berpisah dengan Chuuya. Menjadi anak baik dengan harapan bisa terlepas dari lubang yang ditinggalkan sosok kecil itu. Walau ternyata ketidakhadirannya membuat dunia lebih hampa.

To Be Continued

21 Juli 2019
SeaglassNst

Spring FallsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang