xliv. dia jatuh cinta

848 188 5
                                    

"felix, ayo pulang." kira-kiranya sekitar jam empat pagi, changbin mengguncang tubuh felix yang kini berbaluti jaketnya juga. untung saja air pantai yang mulai pasang menggelitik kakinya. bila tidak, mereka bisa tambah beku di sini. terlebih changbin. felix terbangun dengan mata yang sesekali masih mengatup. dirinya duduk dan berdiam diri guna menarik raga yang masih melayang di udara. "aku ketiduran? kita benar-benar tidur di sini?" surai felix diacak oleh jemarinya sendiri. "iya." lalu felix mengangguk. "oh--HAH? KITA BENAR-BENAR TIDUR DI SINI?" changbin berjengit kaget ketika felix tiba-tiba sepenuhnya sadar dan bangkit dari tidurnya lalu segera meraih sepeda yang masih berada di posisi semula.

"hei, hei! kenapa?!"

"kakek! dia tidak tahu aku pergi!"

*

berkunjung rutin ke gymnastic di kota dulu dan memiliki tubuh yang terbilang kekar tak menjamin dia akan menang oleh felix di turnamen dadakan ini. changbin sampai sekiranya enam menit setelah felix sudah sampai. sepedanya bergoler di depan gerbang dengan keadaan mengenaskan. karena terburu-buru, changbin melakukan hal yang sama. kakinya sedikit tergelincir ketika melompat dari jok dan tergesa-gesa menghadap ke pintu rumah felix, sebabkan dia mengetuk pintu sembari mengelus betisnya. "permisi, kakek, felix. ini aku, changbin." dan tak lama setelah itu, pintu di hadapan tergeser. ia kira figur kakek akan menyambutnya. ternyata felix ada di sana.

*

kakek baru saja bangun dari lelapnya, tapi sudah mampu membabat habis changbin dan felix dengan omelan yang maut itu. "felix, seharusnya kau beritahu kakek bila akan pergi. segala menginap, di pantai pula. aduh. kau ini aneh-aneh saja." katanya. "kau juga, changbin. aku percaya kau, dan--secara tidak langsung--aku menitipkan cucuku padamu. harusnya kau tahu harus bertindak apa. kalian berdua ini, benar-benar." changbin mengangguk patuh. "iya, kek. maafkan aku. salahku juga aku ikut tertidur. aku minta maaf sekali."

kakek menatap kedua anak itu dengan tatapan skeptikal. "kalian ... tidak bertindak yang aneh-aneh, kan?"

changbin terhenyak. "tidak, kek! kami sepenuhnya sadar dan kami bersumpah hanya saling bertukar pikiran semalam."

*

felix mengantar changbin sampai gerbang rumahnya. "maaf ya, changbin. harusnya kau bangunkan aku saja. kenapa kau malah selimuti aku dengan jaketmu?" changbin tersenyum kecil. "tidak apa." dia berdeham kemudian. "salahku juga. aku kasihan kau terlihat nyenyak sekali. bila dibangunkan takut mengamuk. lalu kau kedinginan. ya, jadi aku berikan jaketku." ucapnya. mulut felix membulat, kemudian dia mengangguk kecil. buliran pasir jatuh dari kepalanya, dan changbin langsung melarikan tangannya ke kepala felix, usak-usak, kemudian berkata. "banyak pasirnya." kemudian dia memutarbalikkan arah sepedah.

semburat merah merekah sampai ke telinga. felix berusaha menjaga ekspresi wajahnya untuk tetap seperti biasa, lalu dia mengalihkan topik. "kau tidak pulang ke rumah, changbin?"

"tidak. aku mau ke toko dulu."

*

chaeyoung yang tadinya sedang bergaya di depan kaca, bertingkah layaknya dia seorang fashionsta sembari mengenakan pakaian baru dari sang ayah menjadi terganggu ketika dengar suara bariton yang merapalkan namanya dari belakang rumah. "berisik sekali!" dia berhenti bertingkah, lalu membuka jendela dan menyembulkan kepala keluar, lalu terkaget sendiri menemukan sahabat karibnya di bawah sana dengan mata yang berkaca-kaca.

"changbin! kau kenapa?!"

"aku jatuh cinta!"

[2] verano | changlix ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang