Part 16

204 44 24
                                    

Alunan musik terdengar begitu damai karena suasana malam minggu di tempat itu tidak terlalu ramai. Banyak orang menghabiskan malam minggu mereka di tempat seperti karnaval atau pasar malam yang lebih meriah dan tidak terlalu membutuhkan biaya yang banyak.

Bahagia itu sederhana, tidak perlu dibuat rumit dan dipersulit. Cukup dapat bersama orang yang mereka sayang. Namun ada juga yang memilih bermalam minggu di rumah. Alasannya adalah malas keluar. Padahal doi lagi malam minggu dengan orang lain.

"Ma, temen papa masih lama ya? aku udah laper tau ma," keluh seorang gadis bergamis hijau toska kepada wanita paruh baya yang dia panggil mama.

"Dia kenapa ma?," tanya papanya yang sedari tadi sibuk memandangi ponsel menunggu konfirmasi dari salah satu klien lainnya.

Gadis tadi menoleh ke papanya, "Aku laper pa, rasanya aku mau pesen duluan aja deh". Melihat reaksi papanya biasa saja membuat dirinya kembali mencari kesibukan.

Tidak lama setelah itu, ada satu keluarga datang ke arahnya dan disambut dengan baik oleh kedua orangtua gadis itu. Dia mengira, mungkin ini adalah tamu yang membuat papanya belum juga memesan makanan.

"Pak Kusuma, perkenalkan ini Aisyah, putri saya satu-satunya". Aisyah hanya bisa tersenyum saat dirinya diperkenalkan.

"Cantik ya pa, anaknya," ucap istrinya Kusuma yang terus memperhatikan Aisyah. Tidak lama kemudian, datang seorang laki-laki berpenampilan cukup formal.

"Maaf, saya terlambat" Lelaki itu langsung cium tangan dan duduk di sebelah Aisyah.

"Loh, Rafa!?"

"Aisyah?"

keduanya sama-sama terkejut, karena Rafa tidak memperhatikan wajah gadis di sebelahnya. Ternyata orangtua mereka adalah rekan kerja yang sedang membangun kerjasama perusahaan.

Semuanya sempat heran, tapi Aisyah dan Rafa memberi tahu kalau mereka berdua adalah teman satu kelas di Sekolahnya.

Orangtua mereka tambah senang, karena sebelumnya tanpa sepengetahuan Aisyah dan Rafa, keluarga Andra dan keluarga Kusuma berniat menjodohkan anak mereka. Namun Aisyah dan Rafa sama-sama menolak.

"Maaf Pah, om, tante. Kalo soal ini Aisyah nggak bisa. Ini nggak bisa main-main, kami cuma teman," jelas Aisyah dengan sopan.

"Iya, benar yang dikatakan Aisyah. Saya dan Aisyah hanya teman," sambung Rafa yang ditanggapi dengan anggukan dari kedua belah pihak.

"Kalau itu yang kalian mau, bunda nggak maksa. Keputusan ada di tangan Papanya Rafa dan Aisyah," ucap bundanya Rafa.

"Aduh, kenapa jadi tegang gini sih, ayo lanjutkan makannya, katanya ini adalah menu favorit di sini". Mamanya Aisyah berusaha mencoba mencairkan suasana.

Semuanya pun lanjut menyantap hidangan yang telah tersedia hingga habis.

•••

Seorang gadis duduk di pinggir halte sambil menatap rintik hujan yang tiba-tiba turun. Sesekali tangannya mengadah keatas, memastikan rintik ini tidak semakin deras. Nihil. Bukannya makin reda, yang semula rintik berubah menjadi gerimis yang semakin deras.

Dia ingin cepat-cepat pulang, tidak seperti di sini yang hanya ditemani beberapa ibu yang sedang berteduh untuk menyiapkan jas hujannya.

Sedangkan dia? ponsel dengan kondisi mati dan tangan yang sudah mulai meminta kehangatan. Jika saja dia bisa memperkirakan akan turun hujan, pasti dirinya akan membawa payung saat ingin membeli perlengkapan untuk tugas prakteknya.

KEISYA STORY (Terbit) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang