34 . Janji?

72 3 0
                                    

Saat itu Faiz sedang menonton acara kesayangannya di televisi. Dia baru sadar kalau sejak pulang dari kampus tadi, Ran tidak kelihatan lagi. Dia mendekam terus di kamar. Diliriknya  jam dinding yang jarumnya menunjukkan pukul 19.00. Itu artinya, sudah waktunya makan malam. Faiz mematikan TV lalu beranjak menemui bi Am.

"Bi, tolong siapkan makan malam ya, aku mau panggil Ran dulu. Sejak pulang tadi dia di kamar terus," pinta Faiz.

"Iya, Mas."

Faiz mengetuk pintu kamar Ran sembari memanggilnya beberapa kali, namun Ran tak kunjung menyahut dari dalam kamar. Lama-lama Faiz merasa khawatir dan langsung membuka pintu kamar Ran. Ternyata Ran sakit. Badannya menggigil tetapi suhu badannya panas sekali. Situasi ini mengingatkan Faiz pada kejadian saat di hotel, saat dia tiba-tiba sakit. Meski dalam keadaan panik, Faiz memaksakan dirinya tetap tenang. Dia memikirkan apa yang harus dia lakukan. Faiz teringat tindakan Ran saat dia sakit waktu itu, yaitu Ran mengompres Faiz sebagai tindakan pertama.

"Sariiiiii!" teriak Faiz kencang. Tak lama kemudian Sari datang.

"Ada apa, Mas?"

"Tolong ambilkan mangkuk dengan air panas ya, jangan lupa handuk kecilnya. Aku mau mengompres Ran."

"Baik, Mas."

Sari berlari ke dapur menyiapkan apa yang sudah disuruh majikannya itu. Dengan cepat Sari kembali ke kamar Ran. Faiz mulai mengompres Ran dengan air hangat dengan hati dag dig dug tidak karuan. Faiz benar-benar khawatir melihat keadan Ran.

"Sar, kamu tahu nggak, obat untuk sakit Ran ini?"

Sari terdiam sambil berpikir.

"Kalau kamu sudah tahu obatnya, tolong carikan ya, terus kamu letakkan di sini."

"Iya, Mas," jawab Sari seraya mengangguk.

Faiz menghentikan langkah Sari saat dia hendak keluar dari kamar Ran.

"Sar, tolong sekalian kamu ambilkan makanan juga ya, nanti kalau Ran sudah bisa minum obatnya biar sekalian dia bisa makan dulu. Dia belum makan malam soalnya."

Sekali lagi Sari hanya mengangguk dan melenyapkan tubuhnya di balik pintu.

Faiz duduk di bibir dipan menunggui Ran yang masih panas. Bermenit-menit Faiz menunggu Ran bangun. Setidaknya Ran sudah tidak menggigil lagi walau suhu tubuhnya hanya berkurang sedikit. Malam semakin larut hingga Faiz tanpa sadar jatuh tertidur di tempatnya.

Menjelang tengah malam, Ran membuka kedua kelopak matanya. Panas tubuhnya sudah normal. Kondisinya sudah mendingan, meski masih agak lemas. Mungkin karena dia belum makan malam. Didapatinya Faiz yang tertidur dengan posisi duduk di sampingnya.
Ran menepuk-nepuk lengan Faiz, membangunkan Faiz dari tidurnya. Beberapa kali Faiz mengerjapkan matanya.

"Ran, kamu sudah bangun? Kamu makan dulu ya, terus kamu minum obat."

"Aku sudah enakan, kok, Kak. Nggak perlu minum obat."

"Ya udah. Ok, kalau kamu nggak mau minum obat, nggak apa-apa. Pokoknya kamu harus makan ya, kamu belum makan malam," paksa Faiz.

Faiz meraih piring di atas nakas lalu menyuapi Ran dengan telaten. Ran merasa sangat terharu dengan perhatian Faiz pada dirinya. Ran bangun duduk menghadap Faiz. Ran sangat yakin kalau suaminya juga pasti belum makan malam. Teringat tadi dia tertidur karena menunggui Ran yang sedang sakit. "Ya Allah, terima kasih kau telah kirimkan malaikat yang sangat baik ini dalam hidupku. Mengapa aku sangat bodoh, baru menyadari ini semua sekarang? Kak Faiz bagitu baik padaku. Dia menghormati aku, menghargai aku selaku istrinya, menjagaku, selalu perhatian padaku, setia, tidak pernah menyakiti perasaanku dan yang paling penting, Kak Faiz tidak pernah menyia-nyiakan aku. Walau aku sering mengecewakan dia. Terima kasih ya Allah sudah menyadarkan aku." Ran membatin.

Ran mengambil sendok hendak menyuapi Faiz juga. Faiz tersentak melihat kelakuan Ran.

"Ran yakin, Kak Faiz pasti belum makan malam juga, kan?"

"Kamu tahu dari mana?" tanya Faiz seraya memasukkan makanan di sendok itu ke mulutnya.

"Kan, Kak Faiz tertidur tadi. Pasti itu karena Kak Faiz kecapean ya, jagain aku?"

"Nggak, kok. Emang lagi ngantuk aja. Ya udah, kita gantian nyuapinnya? Hehe."

Sebelum tidur, Ran mengajak Faiz mengobrol. Ran tidak mau saat Faiz menyuruhnya untuk langsung tidur setelah makan tadi. Katanya takut gendut kalau langsung tidur. Takut perutnya besar. Itu alasan Ran. Dan meskipun masih merasa mengantuk, dengan setia Faiz tetap menemani Ran mengobrol.

***

Ketukan di pintu terdengar jelas. Ran langsung turun ingin membukanya, karena Ran yakin itu adalah Faiz yang datang. Tetapi langkah Ran tertahan saat kedua retinanya melihat Sari yang lebih dulu sampai di pintu dan membukanya.

Faiz muncul dari balik daun pintu dan langsung memberi satu ciuman di kening Sari. Mata Ran terbeliak melihatnya. Berani sekali Faiz melakukan itu di rumahnya sendiri. Bahkan Faiz seakan tak menghiraukan keberadaan Ran di sana. Sebagai istri, Ran merasa Faiz tak menghargai Ran sama sekali.

Selama pernikahan Ran dan Faiz, Faiz tak pernah mencium Ran seperti itu. Tapi mengapa mudah sekali dia mencium Sari? Sejak kapan Faiz berubah seperti ini? Apa Faiz benar-benar sudah tak menganggap Ran istrinya lagi? Sejak kapan Faiz berani selingkuh?

Sari meraih tas kerja Faiz dari tangan Faiz dan juga meletakkan sepatu yang dipakai Faiz ke rak sepatu dengan rapi. Ran jadi teringat dirinya yang tak pernah melakukan itu pada Faiz.

"Sayang, kamu mau mandi dulu, apa makan dulu?" tanya Sari.

"Mandi dulu aja, deh, Sayang. Tolong kamu siapkan air panasnya ya?"

"Siap, Sayangku."

"Sayang? Sejak kapan dia memanggil Sari dengan sebutan itu?" batin Ran. Hati Ran semakin teriris.

Faiz melangkah melewati Ran begitu saja tanpa menyapanya. Mata Ran terus mengikuti langkah Faiz yang masuk ke kamar Ran. Yang tak seberapa lama disusul Sari masuk ke dalam kamar Ran juga. Hal ketiga yang telah membuat Ran terkejut.

Berani sekali mereka berdua masuk ke kamar itu. Hati Ran semakin memanas. Ran tidak terima diperlakukan seperti ini. Ran juga cepat masuk ke kamar yang sama. Yang lebih mengejutkan lagi, di dalam kamar itu Faiz dan Sari bermesraan di depan kedua mata kepala Ran membuat hati Ran semakin hancur. Tangannya mengepal.

Faiz berjalan menuju dapur. Di atas meja ruang makan sudah tertata rapi makanan yang kelihatannya enak-enak. Kabarnya itu masakan Sari. Khusus dibuatkan Sari untuk Faiz agar Faiz lebih mencintainya.

"Kak Faiz, jangan dimakaaaan!" pekik Ran yang sama sekali tak didengarkan Faiz.

Seketika kedua mata Ran terbuka. Mimpi buruk yang baru saja dialami Ran membuat Ran takut. Ran melihat ke semua penjuru kamar tidurnya. Faiz sudah tak ada. Ran turun, keluar kamar mencari Faiz di kamarnya.

Ran mengetuk pintu kamar tidur Faiz seperti orang kesurupan. Faiz yang kaget lantas membukakan pintu. Betapa Faiz terkejut sekaligus heran saat Ran langsung memeluknya .

"Ada apa, Ran?"

"Kak Faiz tidur di kamarku aja ya?"

"Emangnya kenapa kalau aku tidur di kamar ini? Bukannya kamu selama ini nggak keberatan kita pisah kamar?"

"Tapi sekarang aku pengennya Kak Faiz pindah ke kamarku lagi," jawab Ran sembari menunduk.

"Nggak ah, nanti aku di bikin kesal lagi."

"Aku janji, nggak akan ngecewain Kak Faiz lagi."

"Janji?"

"Iya, janji," jawab Ran disertai anggukan mantap berkali-kali.

***
25.7.19
26.10.19

[TAMAT] You're Mine (Raniz) (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang