Bab 7

5K 765 95
                                    

"Ini bubur abalon, masih hangat," Hanna memberikan kotak makananya pada Taehyung.

Aroma lezat langsung menguar ketika Taehyung berusaha mengintip isinya. Hoseok pasti diberkahi karena memiliki pacar secantik Hanna dan pintar masak. Walau kadang dia sama bobroknya dengan Hoseok, tapi Hanna lebih bisa diandalkan.

"Maaf ya, aku merepotkan mu," kata Taehyung, kembali membungkus kotak makannya.

Hanna mengibaskan tangan, menggeleng lembut. "Aku juga sekalian masak untuk Hoseok, entah kenapa dia juga ingin makan bubur abalon," sahutnya. "Sudah, cepat antarkan padanya. Nanti keburu dingin jadi tidak enak,"

Benar, Taehyung harus bergegas. Aery mungkin sudah menunggu. Gadis tersebut sedang sakit, katanya mendadak terserang flu. Meski agak khawatir, masih ada juga hikmahnya. Setidaknya dengan begitu Aery terpaksa memberikan alamat apartemennya pada Taehyung. Sebab pemuda tersebut memaksa untuk menjenguk dan membawa makanan, karena Aery bilang belum makan apapun sejak semalam.

Ternyata apartemen Aery tidak jauh dari kampus mereka. Hanya tinggal lurus, dan berbelok di beberapa blok. Tempat ini kelihatan sama bagusnya dengan apartemen Taehyung. Milik Aery ada di lantai lima, dia juga sudah memberikan nomor pintunya pada Taehyung.

"Taehyung?" suara sengau Aery menyapa dari interkom. Beberapa detik kemudian pintu dibuka. Gadis tersebut terlihat pucat, masih dalam balutan baju tidur dan rambut yang dicepol ke atas.

Aery menggiring Taehyung untuk masuk, mempersilahkannya duduk di ruang tengah selagi Aery mengambil air minum dan mangkuk. "Tidak ada kuliah?" tanya Aery dari dapur.

"Mr. Luwin terkena diare, sebagai gantinya dia memberikan tugas," sahut Taehyung, sementara matanya menjelajah.

Dinding apartemen Aery terlihat bersih, dilapisi cat berwarna krem terang. Tidak ada foto ataupun lukisan yang digantung. Ruanganya terlihat lengang, tidak banyak perabotan yang ditata. Hanya sebuah rak berisi buku bacaan di bagian atas, dan beberapa bingkai foto di bagian tengah. Lalu di bagian bawah diisi lagi dengan buku dan kaset.

Ada televisi besar di hadapan Taehyung, sama seperti miliknya di apartemen. Lalu sofa abu-abu yang di dudukinya, lengkap dengan meja kaca dan karpet bulu di bawah kakinya. Selebihnya kosong, hingga Taehyung menemukan dua pintu berdampingan. Pasti sebuah kamar, pikirnya.

Taehyung terkesiap saat salah satu pintu terbuka, sosok yang tak asing baginya muncul dari sana. Menatap lurus padanya dengan wajah yang sama kaget.

"Lho, ada tamu?" lelaki tersebut melenggang menuju dapur. Menghampiri Aery yang masih sibuk mengaduk teh.

Taehyung mengamati dalam diam, alisnya menukik tajam tatkala lelaki bertubuh kecil tersebut menyelipkan tangannya pada pinggul Aery. Mencondongkan tubuh, lalu mendaratkan kecupan hangat pada puncak kepala gadisnya. Taehyung mendelik, nyaris melompat ke atas meja kabinet di hadapan Aery demi mencekik laki-laki yang merangkul tubuh gadisnya.

"Mungkin aku akan pulang larut, malam ini. Jangan menunggu, ya," kata lelaki tersebut, melirik Taehyung sekilas lalu tersenyum tipis sebelum melangkah keluar.

Taehyung merasakan pasokan udara disekitarnya libas tidak tersisa. Darahnya naik sampai ke kepala, menatap Aery yang baru kembali dari dapur dengan sorot tak senang. "Kau tinggal bersama Jimin?" tanya Taehyung tanpa basa-basi.

Aery menatap Taehyung sebentar, berganti pada pintu masuk dimana Jimin menghilang barusan. Lantas kembali lagi pada Taehyung lalu mengangguk.

"Kalian tinggal bersama selama ini?" Taehyung berusaha menegaskan, berharap mendapat banyak penjelasan.

"Tentu saja, aku tinggal bersamanya sejak kecil," sahut Aery, mengundang kerut pada kening Taehyung. Gadis tersebut terkekeh kecil, menyadari kesalah pahaman yang terjadi diantara keduanya. "Apa aku belum bilang kalau Jimin adalah saudara kembar ku?"

"Sa-saudara kembar?"

Aery menggaruk tengkuknya agak kikuk. "Well, bagaimana ya menjelaskannya," jeda sejenak saat Aery naik ke sofa. Menyadarkan tubuhnya pada dada Kim Taehyung. "Kami memang tidak terlihat mirip, tapi Jimin lahir lebih dulu. Ibu bilang sekitar lima menit, sebelum dokter berhasil mengeluarkan ku yang setengah sekarat karena terlilih tali pusar,"

Taehyung menghela napas singkat. Lengannya perlahan memeluk Aery dengan erat. Meletakan wajahnya pada batas leher dan bahu Aery, menghirup sisa aroma vanila di tubuh gadis tersebut. Ada rasa lega yang menyusup, ia tidak perduli dengan cerita lainnya. Hanya fakta bahwa gadisnya tidak akan diambil oleh orang lain. Itu sudah cukup melegakan.

Taehyung memberikan kecupan singkat pada leher Aery, dan gadis tersebut dengan cepat menarik diri. "Kau bisa terkena flu juga kalau begitu," katanya memperingatkan Taehyung.

Pemuda tersebut hanya mengulum senyum. Sudah dua hari mereka tidak bertemu karena Aery mendadak terserang flu dan tidak masuk kuliah. Sekarang rasanya sudah luar biasa rindu. Jadi agak berat untuk melepaskan gadisnya dari pelukan. "Kau harus membiarkan ku makan, Tae. Aroma bubur abalonnya menggoda," protes Aery dan Taehyung menyerah. Membiarkan gadisnya menyantap bubur abalon dengan tenang.

"Jadi kalian hanya tinggal berdua?" tanya Taehyung mulai bangkit, mendekatkan diri pada rak berisi foto yang sempat diamatinya tadi. Pengelihatan Taehyung memang buruk, ketika melihat lebih dekat, barulah dia menyadari kalau lelaki di dalam foto berbingkai kecil tersebut adalah Jimin yang sedang merangkul Aery. Ukurannya hanya sebesar dompet, wajar kalau Taehyung tidak melihatnya.

"Papa dan mama tinggal di luar. Papa punya bisnis properti dan mama punya bisnis restoran di Prancis,"

Taehyung mengangguk kecil, mengamati lebih banyak foto. Lalu melihat wajah lain yang tak asing, bocah kecil dengan mata bulat dan gigi kelinci yang menggemaskan ketika tertawa. Itu Maru. "Lalu adik mu?"

Aery menelengkan kepala sejenak, dengan kening berkerut. "Adik ku?" ulangnya agak bingung.

"Iya, adik mu. Maru ya, namanya?" Taehyung mengalihkan pandangan dari bingkai foto. Menatap Aery yang kini tersenyum.

"Oh, Maru," katanya. Menyuap sesendok bubur lalu menelannya dengan mudah. "Dia bukan adik ku. Maru itu putra ku, dia sedang bersama papanya sekarang," []

𝐑𝐄𝐃𝐄𝐌𝐏𝐓𝐈𝐎𝐍 [𝐅𝐢𝐧]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang