Bab 12

4.1K 598 32
                                    

Taehyung menggeret tungkainya lemah, pandangannya buram, bergoyang. Mungkin karena kepalanya yang terasa berputar.

"Man, sungguh ini alamat yang benar?" Kim Namjoon mendongak tinggi, menatap ujung gedung yang sulit dijangkau pandangannya. Sementara lelaki di sampingnya sudah meracau tidak jelas, sebelah lengannya melingkar di belakang tengkuk Namjoon. Melangkah gontai seperti tidak punya tulang.

"Kenapa kau bisa sampai mabuk begini, ha?" Namjoon menggeleng tidak habis pikir. Baru kali ini dia melihat Kim Taehyung begitu berantakan, tidak pernah juga melihat Kim Taehyung mabuk berat bahkan ketika Soora mencampakannya. "Dimana tempatnya, dude. Arghㅡ" Namjoon mengerang pendek menahan bobot tubuh Taehyung pada sebelah tubuhnya. "Kau berat dan bau alkohol." keluhnya masih berjalan tertatih menaiki lift.

Taehyung bergumam tak jelas, "Apa?" alis Namjoon berkerut. "Lantai lima?" ulangnya mengkonfirmasi,lalu dengkuran halus Kim Taehyung terdengar sebagai jawaban. Pemuda tersebut menghela napas, frustrasi. Jelas saja, kalau bukan karena Kim Taehyung sudah menghamburkan banyak uangnya di bar tempat Namjoon bekerja, dia tidak akan mau repot-repot memapah pria pemabuk tersebut untuk pulang.

"Apa ini tempatnya?" Namjoon bicara pada dirinya sendiri, tidak berguna menanyakan ini pada Taehyung. Lelaki tersebut sudah tidak sadarkan diri jauh sebelum mereka menginjakan kaki di lantai lima. Dia hanya mengandalkan ingatan dari gumaman pendek Taehyung dalam perjalan menuju kemari. Pemuda itu merengek minta diantarkan kemari. "Oke, bagaimana cara kita masuk? Berapa kode pintunya? Apa kau membawa kunci atau ada seorang di dalam?" Namjoon menatap kosong pada pintu bercat gelap dengan list keemasan di pinggirannya.

"Masa bodo, coba saja tekan belnya." putus Namjoon. Beberapa detik berlalu, Namjoon sudah menekan benda kecil yang menempel di samping pintu tersebut sebanyak tiga kali. Tidak ada jawaban. Dia hampir menyerah, bahunya sudah ngilu karena lelah menjadi sandaran Kim Taehyung. Baru saja akan mendudukan lelaki tersebut di lantai, kemudian keajaiban datang ketika pintu mendadak terbuka.

Namjoon melongok, agak berdebar sebab tidak tau siapa yang akan keluar. Apa itu orangtua Taehyung? Atau kakak perempuannya? Namjoon tidak begitu tau tentang pemuda tersebut, hanya tau hobinya yang menghabiskan waktu dengan bercumbu bersama gadis-gadis di kelabnya. Bagaimana kalau anggota keluarganya yang keluar lalu terkejut? Apa yang harus Namjoon katakan?

Dan ya, Namjoon terpaku untuk beberapa detik ketika seorang gadis dengan surai sewarna karamel yang dicepol tinggi keluar dari balik pintu. Terlihat agak syok dan Namjoon mati-matian berusaha menjelaskan. "A-apa aku ada di alamat yang benar?"

"Kim Taehyung?"

Namjoon akhirnya bernapas lega untuk sedetik. "Oh, kau mengenalnya? Jadi aku pasti ada di alamat yang benar." Namjoon hampir limbung ketika Taehyung merosot. Gadis di depannya dengan sigap menangkap tubuh Taehyung, nyaris terjungkal karena tubuh Taehyung jauh lebih besar darinya. Namjoon hanya bisa membantu untuk menahan keduanya agar tetap berdiri dengan benar.

"D-dia agakㅡwell, dia mabuk. Lalu meminta ku untuk mengantarkannya kemari. Mau aku bantu memapahnya masukㅡhm,"

"Boleh, tolong dan terimakasih." sahut Aery tanpa memperdulikan Namjoon yang sedang memerhatikannya.

Pemuda itu bergerak dengan gesit, dalam beberapa detik sudah berhasil membaringkan tubuh Taehyung di atas ranjang. Lantas setelahnya buru-buru pamit. Tidak enak juga, sebab gadis tersebut nampaknya hanya sendiri di rumah.

"Terimakasih dan hati-hati di jalan." kata Aery, lalu segera menutup pintu rapat. Membuang napas pendek, sedikit terkesiap ketika pintu kamar Jimin terbuka. Menampilkan saudara kembarnya dengan rambut berantakan dan mata nyaris tidak terbuka. "Apa aku membangunkan mu, Jim?"

"Aku mendengar suara seseorang tadi," suara Jimin terdengar parau dan lirih. Matanya setengah terpejam karena masih mengantuk. "Siapa yang datang, Aery?"

Aery menggigit bibirnya sedetik, agak ragu untuk memberi tahu Jimin soal kunjungan mendadak di tengah malam. "Hm, Taehyung. Diaㅡ" Aery menelan salivanya dalam. "Dia ada di kamar ku,"

Jimin tidak berkomentar untuk sesaat. Hanya melemparkan pandangan dingin, lantas memutar matanya seolah jengah lalu menutup pintu dan meninggalkan suara berdebum.

Menghela napas lagi, Aery beranjak menuju dapur, mengambil segelas air yang kemudian dibawanya masuk menuju kamar. Di atasnya ranjangnya, Taehyung berbaring terlentang. Aery agak berusaha keras melepaskan jaket yang membalut tubuh lelaki tersebut. Taehyung mengerang, mengerejap sebentar sebelum membuka matanya. "Aery," katanya riang. "Apa yangㅡkauㅡlakukan diㅡsini?"

Gadis tersebut terkekeh, dia jarang menghadapi orang mabuk. Bahkan selalu merasa enggan untuk dekat-dekat dengan orang yang sedang mabuk, sekali pun itu Park jimin. "Harusnya aku yang bertanya padamu, Tae. Kau harus menjelaskan ini pada Jimin nanti pagi, dia terlihat tidak senang tadi," Aery melemparkan jaket Taehyung ke kursi kecil di depan meja riasnya.

"Jimin?" Taehyung mengerucutkan bibirnya. "Kenapa saudara mu ada di rumah ku, sayang?"

"Rumah mu?" Aery menahan diri untuk tidak terbahak, orang mabuk itu memang sinting. "Oke, jadi kau mengatakan pada teman mu yang tinggi itu kalau ini adalah rumah mu?"

Taehyung tidak menyahut. Lengannya melingkari tubuh Aery, memeluk gadisnya lembut. Mengusap punggungnya sembari meletakan dagu pada bahu si gadis. Itu tempat favorit Taehyung dimana aroma vanila akan menguar lagi dan lagi. "God, aku suka sekali aroma mu, Aery," gadis itu tersenyum, membalas pelukan Taehyung tak kalah hangat.

"Apa dia juga jatuh cinta pada aroma mu ini, Ry?"

Senyum Aery pudar seketika. Lekas-lekas mengurai jarak demi menatap wajah Taehyung yang mulai memerah. Irisnya kedua bersirobok, membuat Aery serta-merta membeku di tempatnya. Taehyung memandangnya tajam, menusuk dan dingin. Dagunya terangkat tinggi, membuat yang ditatap merasa kecil.

"Apa dia masih sering menghirup aroma ini ketika kalian bertemu?"

Mulut Aery terkunci rapat, lidahnya mendadak kelu luar biasa selagi Taehyung memuntahkan banyak pertanyaan yang gagal dijawab. "Semalaman ini aku berpikir, Ry. Berpikir sampai kepala ku terasa sakit," jeda sejenak. "Kau tidak mau tau apa yang kupikirkan?"

Aery menarik napas panjang, terpasak membuka mulut. "Tentang apa?" tanyanya lirih, terpasak.

Taehyung tersenyum timpang, tangannya terangkat membelai rambut Aery yang keluar dari ikatan. "Tentang sebuah alasan," Taehyung menjeda, mengusap bibir Aery dengan ibu jarinya. "Alasan kenapa aku harus menjadikan mu milik ku?" []

𝐑𝐄𝐃𝐄𝐌𝐏𝐓𝐈𝐎𝐍 [𝐅𝐢𝐧]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang