Bab 9

4.8K 705 59
                                    

Oke.
Sebelum semua ini dimulai aku cuma mau peringatin kalian yang masih dibawah 18 tahun. Please. Baca ini dengan cepat. Jangan diulang. Tapi kalau nggak bisa, lebih baik jangan dibaca. Aku nggak tau gimana cara menyampaikannya. Tapi yang disuguhkan dalam Bab 9 ini merupakan hal-hal yang tidak seharusnya dibaca kalian yang masih di bawah 18 tahun. Oke?
Okey :'3

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ



Taehyung tidak benar-benar tau bagaimana rasanya sakau. Mana berani dia memakai barang terlarang, meski gemar minum-minum atau main wanita. Paling banter, dia akan muntah karena terlalu mabuk. Tapi mungkin kalau sakau begini rasanya, Taehyung sudah pasti tidak akan kuat.

Empat hari berlalu, pagi ini perasaannya bangun dengan tidak nyaman. Bayang-bayang wajah Aery seperti hantu. Bahkan setelah melihat wanitanya tersebut dikecup lelaki lain di depan matanyaㅡselain JiminㅡTaehyung yakin dirinya mungkin bisa menjadi pembunuh berdarah dingin.

Dia tidak ingin membuang waktu lagi, hanya sempat mencuci muka dan gosok gigi. Lantas mengganti pakaiannya, kemudian keluar apartemen dengan terburu-buru. Dalam beberapa menit, Taehyung sudah membawa mobilnya menuju jalanan besar. Ini hari Minggu, dan jalanan tidak ada bedanya dengan hari-hari sibuk.

Lelaki tersebut mengumpat ketika ada mobil besar yang menghalangi jalannya. Untung lah, Taehyung bisa juga segera sampai ke tempat yang dituju. Dia melesak masuk ke dalam lift yang kebetulan baru saja terbuka, lantas menekan tombol lima dengan tidak sabaran.

Lift berdenting, langkah Taehyung seringan bulu. Nyaris terbang karena terlalu cepat, dan berhenti di depan pintu bercat gelap dengan list emas di pinggirannya. Dia menekan bel agak tidak sabaran. Persetan jika Park Jimin yang keluar, atau oh, mungkin lelaki berambut legam agak ikal yang mengecup Aery semalam. Taehyung tidak perduli.

Namun yang ditemui Taehyung hanya Aery dalam balutan baju tidurnya seperti biasa. Menatap penuh rasa kaget pada sosok yang sudah berhari-hari menghilang. "Kim Taehyㅡ" kalimatnya terpotong saat bibir Taehyung berhasil membungkam Aery.

Taehyung bahkan tidak perduli apa Aery sudah gosok gigi atau belum. Namun dia bisa merasakan manis getirnya kopi yang biasa Aery minum. Wanita itu pasti sedang menyantap sarapan sebelum mendapatkan serangan dari Kim Taehyung. "Aku rindu pada mu," bisik Taehyung di telinga Aery.

Aery meremang sejenak, tatkal kedua tangan Kim Taehyung menangkup pipinya. Mengirimkan lumatan-lumatan lain, Taehyung terlihat lapar dan siap menelan Aery hidup-hidup. "Apa yang kauㅡbisakahㅡakuㅡ" kalimat Aery berantakan. Seberantakan dirinya sekarang karena ulah Taehyung.

Lelaki tersebut perlahan mendorongnya menuju kamarnya, Aery buru-buru menepis. "Ada Maru di dalam sana," bisiknya. Lantas Taehyung melirik pintu lain, kamar Jimin. Seolah menerima sinyal, Aery menarik kenop pintu kamar Jimin, membuat ruangan terbuka lebar dan membawa Taehyung masuk ke dalam. Aery bersyukur si sulung Park tersebut tidak pulang sejak semalam.

"Apa lelaki itu menginap di sini juga, Ry?" bisik Taehyung di tengah cumbuannya. Tangannya sibuk melucuti kancing piyama yang dikenakan Aery.

"Lelaki? Jungkook?"

"Jadi namanya Jungkook? Siapa dia? Suami mu?" Taehyung mengecup setiap inci leher Aery, tidak melewatkan satu tempat kosong pun yang diberi tanda kemerahanㅡtidak berbekas lama, mungkin akan hilang dalam sehari dan meninggalkam bekas kuning.

"Bukan, dia bukan suaㅡmi ku," napas Aery tercekat tatkala merasakan sesuatu memasuki tubuhnya. Taehyung bergerak perlahan, lengannya memeluk Aery erat. "Tapi ya, dia papanya Maru," bisik Aery lantas mendesis sejenak saat Taehyung menekan dalam.

"Kalian tidur bersama semalam?" Taehyung masih bergerak lembut. Netranya menatap lurus, menusuk Aery.

Aery tersenyum getir, mengerenyit saat Taehyung menyentuh titik lemahnya. "Emphㅡtidak, tidakㅡdia hanyaㅡmengantarㅡkan Maru,"

Taehyung menyeringai, tidak bertanya apa-apa lagi. Hanya fokus pada sesuatu yang menjepitnya di bawah sana. Menutup mata ketika begerak lebih cepat, lalu mendesis ketika merasa Aery menggigit dadanya dengan kuat. Bekasnya akan tertinggal di sana dengan warna kemerahan.

Taehyung menambah tempo ketika gigi Aery semakin dalam menancap. Lantas menegang, sementara Aery menggelinjang perlahan di bawahnya. Keduanya kehabisan napas lalu ambruk. Ini hal tercepat yang bisa Taehyung lakukan, sebab keduanya juga tidak ingin si kecil Maru di sebelah sana mendadak terbangun karena suara gaduhㅡatau sebenarnya sudah terbangun.

"Mama, apa yang terjadi?"

Taehyung reflek memutar tubuhnya, berguling di samping Aery lantas menarik selimut di ranjang Jimin untuk menutupi keduanya. Dihadapanya mereka, sepasang mata bulat yang penuh rasa ingin tau seperti sedang menghakimin Taehyung dan Aery dari jarak dua meter. Kening Maru berkerut dengan alis menukik menatap sepasang orang dewasa yang terlihat pucat pasi seolah baru saja menerima eksekusi mati.

"Ma-maru, sudah bangun?" suara Aery terdengar parau, nyaris pecah karena gugup. "Ingin sesuatu?" tanya lagi mengalihkan perhatian putranya.

Maru tidak langsung menyahut. Netranya tertumbuk pada sosok asing dengan mata besar di samping mamanya. Maru bahkan ragu kalau lelaki yang sesusia papanya itu bernapas atau tidak. Wajahnya sudah kelewat pucat seperti mayat. "Maru lapar, ma," sahut si kecil setelah puas mengobservasi.

"Ma-mama siapkan makanan, oke. Tapi Maru harus tunggu mama di ruang tengah dulu, atau dapur. Oke?" sahut Aery berusaha setenang mungkin. Dia merasakan tangan Taehyung dingin di atas lengannya.

"Oke mama, baiklah. Jangan lama-lama ya, Maru sudah lapar," sahut bocah kecil tersebut acuh. Memutar tubuhnya lantas menutup pintu kamar rapat-rapat.

Taehyung terbatuk membuat Aery nyaris terlonjak karena kaget. Paru-parunya terasa kering dan kempis sebab tidak diisi dengan udara dalam waktu yang lama. Aery malah terkekeh, sebab Taehyung kelihatan sangat ganas beberapa menit yang lalu saat memasuki rumah, namun ketika menghadapi Maru justru menciut seperti kapas.

"Tenang, Tae. Itu hanya Maru," katanya lantas berpakaian dengan cepat.

Hanya Maru?!

Taehyung mendengus tak percaya. Beberapa menit kemudian, ketiga sudah duduk di ruang makan, menikmati roti bakar buatan Aery. Taehyung mau tidak mau ikut sarapan, dia menerjang masuk ke apartemen Aery pukul tujuh pagi dengan perut kosong, lalu bertempur dengan Aery selama beberapa menit sudah cukup menguras tenaga. Di tambah lagi serangan jantung dari Maru. Kalau tidak ikut sarapan, Taehyung yakin mungkin nyawanya bakal bercecer di jalan.

Sementara itu, di sampingnya Maru kecil terus mengamati sembari mengunyah roti di dalam mulutnya yang kecil.

Aery mau tidak mau jadi terkekeh gemas melihat tingkah Maru yang sibuk mencari tau. Sampai akhirnya Aery menyerah dan sekalian saja memperkenalkan Taehyung pada Maru. "Maru, ini paman Taehyung,"

Namun sahutan dari bibir kecil yang lentik milik Maru sekali lagi membuat Taehyung mampu mati berdiri. "Mama, paman ini juga akan jadi papanya Maru, ya?" []

𝐑𝐄𝐃𝐄𝐌𝐏𝐓𝐈𝐎𝐍 [𝐅𝐢𝐧]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang