Bab 21

4.6K 561 31
                                    

Leher Aery bergemeletuk saat dia memutar kepalanya. Hari ini melelahkan, dua kali lipat dari sebelumnya. Wajar, dua pekan lagi mereka akan menampilkan showcase yang rutin digelar tiga bulan sekali oleh kelas seni tari. Jimin saja masih belum pulang karena ada latihan tambahan.

Deting pintu lift terdengar, pintu metal di depannya terbuka lebar. Aery segera memijak langkah di lorong lantai lima, menuju pintu apartemennya. Di luar sama matahari sudah terbenam, digantikan cahaya lampu dari kota yang tidak pernah lengang.

Perutnya keroncongan, gadis tersebut memikirkan pizza atau roti lapis hangat yang cocok dijadikan makan malam. Harusnya dia sudah mulai diet, tapi mungkin besok. Terlalu lemah untuk menunda makan malam sekarang. Tubuhnya butuh asupan energi lebih.

Aery menyalakan lampu-lampu di ruangan, keningnya berkerut menatap layar tv yang hidup. Menampilkan serial anak-anak dengan volume rendah. Kakinya melangkah mendekati sofa, menggigit bibir sendiri ketika menemukan dua sosok sedang tertidur pulas.

Tanpa sadar kurva di bibirnya tertarik ke atas, melengkung membentuk senyum tipis mengamati bagaimana keduanya tidur dengan menggemaskan. Taehyung yang memeluk Maru, dan bocah kecil tersebut meletakan satu kakinya di atas perut Taehyung.

"Taehyung," panggilnya pelan. Aery sedikit mengguncang lengan pemuda tersebut, Taehyung mengerenyit sebelum membuka matanya. "Apa yang kau lakukan disini?" tanyanya lagi lirih.

"Ohㅡ" Taehyung terkesiap sejenak, sedikit linglung. "Oh, aku pasti tertidur,"

"Ssttt," Aery meletakan telunjuknya di bibir. "Pelan-pelan Kim. Pelan-pelan,"

Taehyung bangkit berlahan, menggeser tubuh mungil Maru lebih ketengah lalu meletakan bantal sofa di sampingnyaㅡmenjaga Maru agar tidak terjatuh.

Aery terkekeh pelan melihat rambut biru Taehyung yang berantakan. Matanya sembab karena baru bangun tidur. "Apa yang kau lakukan di apartemen ku?"

Taehyung mengekori Aery ke dapur. Duduk di depan meja makan sembari mengusap wajahnya pelan. "Aku menemui kakak perempuan ku di sekolah putranya, lalu bertemu Maru di sana," Taehyung menimang sejenak, lalu memutuskan untuk tidak mengatakan bagian dimana dia memberi pelajaran pada teman-teman Maru yang mengganggunya di sekolah.

"Lalu?"

Taehyung diam sejenak. "Maru bilang Jungkook tidak bisa menyusul karena ada ujian. Jadi aku menawarkan diri untuk menemaninya karenaㅡ" dia menjeda sejenak. "Mama dan paman Jims sedang sibuk belajar di kampus," katanya meniru ucapan Maru siang tadi.

Aery tersenyum. Memberikan secangkir kopi pada Taehyung lalu duduk di kursi sebelah. "Paman Taehyung memang baik," katanya menggoda.

"Hm'mh" Taehyung mengoyangkan telunjuknya tidak setuju. "Maru memberi ku gelar baru karena aku bersikap baik padanya hari ini,"

"Oh ya?" Aery menaikan kedua alisnya, lalu terkekeh. "Apa itu?"

Taehyung terdiam sejenak. Menggigit bibirnya pelan, mengulum senyum. "Aku adalahㅡ" dia menjeda. "Super papa,"

Senyum Aery mendadak sirna. Dia menghembuskan napas perlahan, mengalihkan pandangan dari Kim Taehyung. Kemudian pemuda tersebut menarik dagunya, memaksa iris keduanya untuk bertemu. "Aku sudah memikirkan semuanya," kata Taehyung lembut. "Aku menginginkan mu, Aery."

Aery menggeleng lemah, menepis tangan Taehyung pelan lantas mendesah singkat. "Kau tidak mengerti,"

"Aku mengerti," tukas Taehyung. "Aku lelah bermain tarik ulur seperti ini. Aku tau kau juga menginginkan ku dan aku menginginkan mu, sangat."

"Taehyung, aku seorang ibu. Putra ku berusia lima tahun dan akuㅡ"

"Aku tidak perduli," potongnya, mencuri kecupan singkat di bibir Aery.

"Oh, aku juga pernah berpikir begitu," balasnya, mendorong wajah Taehyung untuk mendapat ruang. "Tapi semuanya jelas berpengaruh nantinya. Aku tau kekurangan ku, itu sudah cukup membuat ku sadar tidak akan ada yang menginginkan ku, Tae."

"Aku menerima kekurangan mu," Taehyung menyahut cepat. "Aku mau menghabiskan waktu dengan mu, Ry. DenganㅡMaru, selama apapun itu,"

Aery tidak menyahut, tenggelam dalam pikirannya. "Kau khawatir dengan hal yang akan datang nanti?" Taehyung bicara lagi. "Khawatirkan saja nanti, dengan ku. Untuk sekarang, kita bisa menikmati yang ada bersama-sama. Aku bisa membantu mu membesarkan Maru," Taehyung tersenyum, mengecup punggung tangan Aery sekilas.

"Kau akan menyesal nanti," Aery mendesah panjang, tubuhnya terasa lelah dan benar-benar bukan waktu yang tepat untuk menghadapi Kim Taehyung yang keras kepala.

Pemuda itu hanya tersenyum, menggedikan bahu. "Setidaknya aku akan dalam penyesalan yang indah,"

"Gombal," Aery mencibir. Tengkuknya ditarik lembut, lantas tidak berdaya menolak lumatan-lumatan lembut dari Kim Taehyung. Sedang si pemuda tengah mengusap lembut tengkuknya, lalu tangannya yang lain sudah leluasa menelusup masuk dibalik blus biru Aery. "Kimㅡ" Aery mengurai jarak, meraup udara mengisi paru-parunya. Mengusap bibir Taehyung yang basah. "Aku tidak mau Maru terbangun dan melihat adegan tidak senonoh untuk kedua kalinya,"

Taehyung hanya terkikik, menghalau sejumput rambut yang menutupi wajah Aery. "Biarkan aku di sisi mu," Aery tersenyum ketika kening mereka bersatu. Aroma musk Taehyung mengisi penciumannya, terasa lembut dan manis. "Aku tidak berjanji untuk tidak meninggalkan mu, tapi kau bisa memegang kata-kata ku. Akuㅡakanㅡmenjaga muㅡdanㅡMaru,"

Aery memeluk Taehyung perlahan sembari mengoyangkannya ke kanan dan ke kiri. Melingkarkan tangannya pada pinggan pemuda tersebut. "Aku pegang kata-kata mu, Kim." [Fin]

𝐑𝐄𝐃𝐄𝐌𝐏𝐓𝐈𝐎𝐍 [𝐅𝐢𝐧]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang