Bab 20

3.8K 582 40
                                    

"Aduh, paman Taetae tercinta. Terimakasih ya sudah mau jauh-jauh mengantarkan kotak makan siang keponakannya tersayang,"

Taehyung mendengus singkat, mencibir sejenak sembari menyerahkan bekal makan siang keponakannya pada Minhaㅡkakak perempuannya. "Lain kali jangan repotkan aku dengan hal-hal seperti ini," katanya ketus.

Wajar, harusnya Taehyung masih meringkuk di atas ranjangnya yang hangat sebelum panggilan dari Minha yang datang kelewat pagi menghancurkan mood-nya.

Wanita tersebut hanya tersenyum masam, memukul lengan si bungsu dengan pelan. "Mau bagaimana lagi, suami ku sudah pergi ke bandara pagi-pagi sekali karena harus mengikuti penerbangan pukul tujuh. Kakak mu yang cantik ini hanya punya kau untuk dimintai bantuan sayang," katanya.

Taehyung mencibir sekali lagi, lalu akhirnya pamit pulang. Kepalanya berdenyut pening, dia baru bisa terlelap pukul lima pagi dan Minha membangunkannya sejam kemudian. Nyawanya saja belum terkumpul semua ketika menyetir di jalanan. Dia bahkan hanya sempat mencuci muka lalu pergi dengan baju kaus lusuh yang dipakai sejak semalam.

Taehyung memutar haluan ketika merasa butuh sebotol minuman dingin untuk menyegarkan isi kepalanya yang kacau. Kalimat Aery semalam masih melayang-layang, menyesak ke dalam gendang telinganya.

"Kalau kau hanya ingin main-main dengan ku, aku bisa meladeni mu Tae. Tapi kalau hubungan ini akan berlangsung dalam waktu lama, mungkin kau harus memikirkannya kembali,"

Taehyung tersenyum getir. Membawa sekaleng cola dingin dan memberikan uang pas pada kasir. Kaleng cola Taehyung mendesis pelan saat dibuka, sodanya naik kepermukaan dan buru-buru disesap sebelum tumpah. Taehyung mengumpat ketikan carian tersebut menetes di bajunya.

"Main-main? Main-main pantat ku!" katanya pada diri sendiri lantas melangkah menuju taman. Mendudukan diri disana sebentar selagi menghilangkan buih cola yang tertinggal pada kausnya. Taehyung menarik napas panjang. Masih tidak percaya Aery akan menganggapnya serendah itu.

Sekali lagi, Taehyung mungkin pria paling berengsek di kampusnya. Tapi untuk mempermainkan Aery demi kesenangan malam, lebih baik dia meminta gadis-gadis kelab dari Namjoon untuk bersenang-senang.

Taehyung terdiam beberapa saat. Mengeluarkan cigaretnya dari balik jaket untuk dibakar lantas disesap kemudian, asap putih mengepul sedetik kemudian. Taehyung melemparkan pandangannya jauh keseberang taman, lantas netranya memicing lamban dengan tangan kanan yang menaungi pandangannya.

Seorang anak laki-laki berjalan gontai di pinggir taman. Tas punggungnya bergerak naik turun seiiring langkah yang dibuat. Sebelah tangannya menyeret pelan botol minuman di jalan yang dingin. Taehyung tersenyum timpang, mencampakan puntung rokoknya ke tanah lalu menginjaknya hingga padam sebelum memutuskan untuk menghampiri.

"Park Maru," panggil Taehyung dan si pemilik nama tersebut hampir terjungkal karena kaget. Belum lagi matanya yang mendelik dan wajah pucat pasi membuat Taehyung terkekeh setengah mati.

"Nama ku, Jeon Maru tau," protesnya ketus.

Taehyung cemberut, tapi berusaha tidak perduli. "Apa yang kau lakukan di sini? Tidak sekolah?" tanyanya melipat tangan di depan dada.

Maru tidak menyahut, hanya menatap Taehyung dengan bulat yang terlihat tak senang. "Kau membolos ya?" tuduh Taehyung dan bocah tersebut menunduk dalam. Mengoyangkan kakinya dengan salah tingkah. "Oh jadi benar?"

"Memang kenapa? Paman mau mengadu pada mama, ya?" Maru mendongak, menatap pria tinggi tersebut setengah jengkel.

Taehyung memicing jahil, merendahkan tubuhnya demi menatap bocah kecil dengan pouty yang menggemaskan. "Hm, takut ya kalau mama tau Maru membolos,"

"Tidak sih," sahutnya berkilah. "Hanya saja, mama pasti tidak senang," sambungnya lirih.

"Kalau sudah tau begitu, kenapa membolos?"

Maru tidak menyahut. Kemudian Taehyung mengela napas, mengeluarkan ponselnya dari saku jaket hanya untuk menggoda Maru. "Hm, kalau begitu paman bilang pada mama ahㅡ"

"Aku tidak suka pergi ke sekolah," Maru menukas cepat. Pandangannya dijatuhkan pada ujung sepatu dengan bibir berkedut.

Taehyung terpaku sejenak sebelum memasukan kembali ponselnya ke dalam saku. Tangannya meraih milih Maru untuk digenggam hangat. "Kenapa Maru tidak suka ke sekolah?" tanyanya lembut. "Ada teman yang suka mengganggu Maru ya?"

Bocah laki-laki tersebut menatap Taehyung sejenak, ragu-ragu. "Mereka sering mengatakan hal buruk soal mama karena papa membawa tante Jian untuk mengantarkan ku ke sekolah kemarin," sahutnya.

Taehyung menghela napas lembut selagi Maru melanjutkan lagi. "Papa bilang Maru tidak perlu mendengarkan mereka, sih. Tapi tetap saja, itu menjengkelkan," katanya lagi.

"Papa mu itu tidak keren sekali," komentar Taehyung kumudian. Lantas bangkit, masih menggenggam tangan kecil Maru. "Tunjukan pada paman, anak-anak nakal yang menggangu mu itu,"

"Paman mau menghajar mereka ya?" tanya Maru khawatir. Jelas saja, Maru tidak ingin terlibat masalah dan membuat orangtuanya pusing. Apalagi papa tidak akan senang kalau sampai dipanggil ke sekolahan karena hal seperti ini.

"Tentu saja," sahut Taehyung, lantas melempar senyum manis. "Tapi sebelumnya, kita akan teraktir teman-teman mu itu makan es krim," sambungnya membuat Maru menatap tidak mengerti.

Pemuda itu tidak bohong hanya supaya Maru menunjukan teman-temannya yang menyebalkan tersebut pada Taehyung. Kini keduanya sedang duduk manis di McDonals bersama empat anak laki-laki lain yang sedari tadi hanya mampu mencuri pandang sekilas. Menatap takut-takut pada Taehyung yang membagi pandangan mengintimidasi.

Taehyung menghela napas lembut, menahan tawanya ketika anak yang bertumbuh gendut di depan Maru berjengit ngeri. "Bagaimana bisa anak-anak lucu seperti kalian mengatakan hal yang buruk tentang orang lain?" suaranya terdengar berat dan dalam. "Dengarkan paman," katanya lagi menuntut atensi, keempatnya mengangkat pandangan dengan patuh. "Kenapa kalian melakukan itu?" tanyanya menatap satu-satu wajah mungil dihadapannya.

Keempatnya saling tatap, lalu yang bertubuh gemukㅡterlihat sehat dan kuat seperti pemimpin kelompok anak nakalㅡmenyahut mewakili yang lain. "Kami tidak bermaksud begitu," sahutnya lirih. "Tapi papa dan mama kami bilang, pria yang punya dua istri itu tidak baik. Maru punya dua mama," katanya menatap Maru yang sudah cemberut tidak suka.

Kepala Taehyung berkedut. Ternyata hal buruk seperti ini dibawa oleh orangtua mereka. Rasanya jadi gemas sendiri ingin mendatangi orangtua mereka satu per satu. Taehyung mendesis pelan. "Dengar ya, tidak ada yang salah kalau Maru punya dua mama. Artinya semakin banyak orang yang akan mencintai Maru," Taehyung menyandarkan punggungnya pada kursi.

Lalu si anak bertubuh gendut itu mulai memerhatikan Taehyung lagi. "Paman ini, papanya Maru juga ya?" tanya lirih.

Taehyung tersedak salivanya sendiri. Kini bukan hanya keempat bocah tadi yang menatapnya penuh tanya. Sepasang netra bulat Maru juga sudah menatapnya, menunggu diberi jawaban. Taehyung memijat pelipisnya pelan. Sempat menyesal juga sudah mau-mau saja melibatkan diri dalam masalah pelik bocah lima tahun di sampingnya. Tapi nasi sudah menjadi bubur, Taehyung berusaha memutar otak guna memberikan jawaban terbaiknya.

"Pokoknyaㅡ" katanya lalu diam sejenak, otaknya buntu. "Kalian tidak boleh mengatakan hal buruk lagi tentang Maru atau mamanya. Itu tidak baik, mengerti?" katanya sedikit memberi penekanan.

Keempat bocah tadi menunduk lagi. Lalu bergumam "Baiklah," dengan panjang. Taehyung tersenyum puas, memberikan masing-masing satu cup ice cream lalu menyuruh bocah-bocah itu pulang.

"Nah Maru," katanya saat sudah tinggal berdua. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi kan?" Maru mengangguk, tersenyum cerah. "Berarti mulai sekarang Maru tidak akan bolos lagi, kan?"

Bocah itu mengangguk lagi, tersenyum menampilkan gigi-giginya yang kecil. "Paman keren, aku akan berikan gelar sebagai hadiah,"

Taehyung menaikan alisnya, lantas terkekeh pelan. "Sungguh? Wah, gelar apa?" tanyanya.

"Super papa," []

𝐑𝐄𝐃𝐄𝐌𝐏𝐓𝐈𝐎𝐍 [𝐅𝐢𝐧]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang