Bab 13

3.9K 579 29
                                    

Suasana canggung menguar dari kelopak Jimin yang sempit. Iris hazelnya mengamati pemuda Kim tersebut lekat-lekat, sementara bibirnya sudah gatal untuk melontarkan pertanyaan. Situasinya jadi tidak memungkinkan Jimin untuk menanyakan apapun, setelah mendapati wajah kusut Aery ketika keluar kamar pagi ini. Biasanya adik kesayangan Jimin tersebut akan bersenandung sembari memanggang roti atau membuat omelet. Namun pagi ini lebih hening, hanya terdengar denting sendok dan cangkir yang bersenggolan.

Tapi setidaknya Jimin tau tidak hal intim yang terjadi semalam, sebabㅡdemi Tuhan, Jimin bukan maniak yang posesif kepada adiknya dan dia hanya sedikitㅡmenguping hal yang terjadi di dalam kamar Aery semalam. Namun tidak ada yang terdengar, hanya sunyi tanpa desahan, erangan singkat atau pun ranjang yang berderit.

Jimin berdehem ringan, membuat Taehyung sedikit berjenggit di tempat duduknya. "Jadi, kapan kalian mulai berpacaran?"

Iris Taehyung bergetar gugup, sejenak melemparkan pandangan pada Aery yang terlihat acuh mengoles selai pada roti bakarnya. Gadis tersebut sepertinya tidak punya minat untuk menyahut, pun pertanyaan tersebut sudah pasti ditujukan pada Taehyung setelahnya. Ini kali pertama Jimin bicara padanya, entah kenapa Taehyung tidak ingin bersikap buruk. Pemuda tersebut bergumam panjang berusaha menemukan kalimat untuk diucapkan. "Hm, kamiㅡ"

"Kami hanya berteman," Aery menukas, menyedot atensi Taehyung dan Jimin yang langsung tertuju padanya. Gadis tersebut bersikap cuek seolah jawaban yang diberikan semudah soal matematika kelas satu SD.

Jimin menatap adiknya sesaat. Tidak perlu dijelaskan, Jimin paham ada yang tidak benar di atas meja makan mereka pagi ini. Suasana buruk antara Kim Taehyung dan Park Aery, Jimin menyesal sudah menceburkan diri dengan suka rela. Harusnya dia tetap bersikap dingin dan tidak mau tau saja.

Sementara Kim Taehyung kini tertunduk. Menatap dua tumpuk roti panggang di dalam piringnya, dibiarkan terbengkalai begitu saja sebab pikirannya mendadak sibuk. Ada yang sakit di sana, terasa perih, di dalam hatinya ketika Aery dengan lugas mengambil tanggungjawab untuk menyahuti pertanyaan Jimin.

Jimin berdehem sekali lagi, suasanya sudah tidak tertolong, namun dia tidak ingin menyerah. Jimin tidak mendukung hubungan Aery dan Taehyung, tidak juga menentang. Dia berada di tengah-tengah, mengawasi jangan sampai kesayangannya terluka seperti yang sudah-sudah. "Jadi," dia menjeda sejenak. "Kau akan pergi ke kampus bersama ku, atau bersama Taehyung, Ry?"

Aery menarik napas dan membuangnya perlahan. "Tidak keduanya, Taehyung akan pulang setelah ini. Aku harus pergi bersama Jungkook ke sekolah Maru,"

Jungkook?

"Kenapa aku harus pulang setelah ini?" Taehyung menukas, nadanya terdengar dingin sedang irisnya menatap tajam punggung Aery yang kini berdiri di depan wastafel, membelakangi keduanya.

Tubuhnya memutar, demi menatap Taehyung sama tajamnya. "Karena aku harus pergi bersama Jungkook, kau tidak mendengarnya tadi?"

Demi semua camilan Maru yang pernah dicurinya! Jimin membeku di meja makan. Sejam yang tadi dia mengusai situasi, menjadi yang paling superior untuk mengecilkan Taehyung. Tapi berada di tengah pertikaian sepasangㅡentah lah Jimin harus menyebut keduanya apa, tapi sumpah, Jimin rasanya ingin mengendap saja di kulkas bersama tumpukan sayuran.

"Kalian akan pergi berdua?" suara bariton Taehyung terdengar lagi.

"Apa aku harus mengulangnya," Aery terlihat sama dinginnya.

"Kenapa harus pergi berdua?"

Kali ini Aery tertawa getir, melipat tangan di depan perutnya. "Kim Taehyung, kau lupa? Jeon Jungkook itu ayah dari putra ku, Jeon Maru,"

Taehyung hampir saja meledak, mengigit bibirnya kuat seraya mengepal tangan sampai buku-buku jarinya memutih. "Kau tidak boleh pergi dengannya,"

Alis Aery menukik tajam, pun Jimin yang tidak luput merasa heran dengan sikap posesif Taehyung yang aneh. "Maaf?" Aery mendengus. "Kenapa aku tidak boleh pergi dengannya?"

"Karenaㅡ" Taehyung kehilangan kalimatnya. Mengatupkan kembali bibirnya rapat-rapat sembari mengigit lidah. Umpatan sebal sudah terukir di benaknya, hanya tinggal di keluarkan. Dia sedang bersiap, menghitung dalam hati.satu, dua, tiga ... lalu kalimatnya menguap begitu saja seiiring suara denting bel pintu yang berbunyi.

Jimin terlihat lega untuk sedetik, sebab bisa punya alasan untuk keluar dari arena pertikaian yang diciptakan Taehyung dan Aery. Namun segera juga bersiap untuk kemungkinan tersebut, ketika dia membuka pintu. Sumber pertikaian di meja makan kini ada di sana, berdiri dengan setelah hitam yang menggoda serta senyum menawan yang dilempar pada Jimin. Mau tidak mau pria tersebut harus membalas senyumnya, lantas mempersilahkannya masuk seperti biasa.

Iris Taehyung lekat mengamati pria yang kini menginjakan kaki di ruang makan, bersama Jimin. Rambut ikalnya yang legam terlihat sedikit berantakan, tapi tidak meninggalkan kesan buruk. Sepasang mata besar tesebut juga sedang mengamati Taehyung, mendadak Taehyung membayangkan wajah Maru ketika dewasa kelak.

"Jungkook," suara merdu Aery sempat mampir di rungu Taehyung, tatkala gadis tersebut menyapa lelaki dengan setelan hitam di hadapannya. Terdengar kelewat manis, membuat Taehyung mual dan nyaris muntah di atas meja makan.

Jungkook menebar senyum, tanpa tau tentang Kim Taehyung yang mati-matian menahan diri untuk tidak menggila dan melompat dari meja makan demi mencekik lehernya. "Apa aku datang terlalu cepat?" kata Jungkook.

Aery membalas senyum. "Tidak juga, sudah sarapan?"

"Ya, sebenarnya aku sudah sampai di sekolah Maru waktu kau bilang ingin dijemput saja tadi pagi,"

Diam-diam Taehyung mengerutkan kening, menatap Aery yang mendadak salah tingkah. Lantas tersenyum pahit ketika sadar, janji pergi bersama Jungkook itu baru saja dibuat pagi ini, dengan mendadak. Kenapa?

Jungkook mencuri lihat ke arah Taehyung sejenak, lantas kembali melempar atensi pada Aery. Gadis itu berdehem sejenak, sebelum mengatakan sesuatu. "Oh, Jung kenalkan ini Taehyung, seorang teman," jeda sejenak. "Taehyung, ini papanya Maru, Jungkook,"

Taehyung memainkan lidahnya di dalam mulut. Jengkel setengah mati sebab gadis yang favoritnya tersebut mendadak jadi berengsek setengah mati. Menatap datar pada Jungkook yangㅡawalnya inginㅡtersenyum ramah padanya. Tidak berminat sama sekali untuk balas tersenyum, alih-alih begitu Taehyung memilih bangkit. Meninggalkan lembar roti panggangnya tanpa disentuh, lalu melangkah menuju pintu keluar.

Iris keduanya bersirobok tatkala Taehyung memutar tubuh demi menatap tajam ke arah Aery, sebelum akhirnya membanting pintu dan berlalu begitu saja. []

𝐑𝐄𝐃𝐄𝐌𝐏𝐓𝐈𝐎𝐍 [𝐅𝐢𝐧]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang