Bab 8

4.7K 706 36
                                    

Terakhir kali Hoseok melihat Taehyung tidak enak makan, minum, merokok dan tidur itu, ketika si pemuda Kim tersebut kehilangan gadis bergaun biru langit dengan sepatu converse-nya. Tapi sepengetahuan Hoseok, si Kim tersebut sudah berhasil mendapatkan gadisnya kembali. Bahkan mereka sempat berkencan beberapa kali.

Mungkin dua atau tiga pekan, atau lebih. Entah lah, Hoseok tidak pandai mengitung. Tapi masalahnya, malam ini dia menemukan lagi Taehyung yang tidak enak makan, minum, merokok dan tidur itu sedang duduk di sofa bar lantai dua. Menatap kosong pada kerumunan orang yang bergoyang-goyang seperti kehilangan akal.

"Apa yang terjadi Kim," Hoseok memutuskan bertanya pada akhirnya, yang hanya dibalas tatapan tak berarti. Lalu pemuda tersebut kembali lagi menatap lantai dansa yang dibanjiri orang. "Kau kehilangan si gadis dengan sepatu converse lagi, ya?" tanyanya belum menyerah mengorek informasi.

Taehyung mendesah panjang. Kakinya diturunkan dari meja, lantas meraih gelas minuman dan menenggaknya sampai tandas. "Dia memiliki seorang putra," sahut Taehyung akhirnya, mau tidak mau mengundang Hoseok untuk mendelik kaget. "Bocah laki-laki berusia lima tahun," kaget Hoseok semakin menjadi-jadi. "Apa yang harus aku lakukan, hyung?"

Hoseok melunak, dia mengenal Kim Taehyung yang lebih muda dua tahun darinya sejak mereka sama-sama duduk di bangku sekolah dasar. Pemuda itu jarang memanggilnya dengan sebutan hyung, hanya di saat-saat tertentu ketika Soora meninggalkannya, dan Taehyung merasa rapuh.

Taehyung punya keluarga yang hangat, ayah, ibu dan seorang kakak perempuan yang pernah dicintai Hoseok ketika mereka ada di bangku SMA. Wanita itu sudah mempunya bocah laki-laki yang menggemaskan sekarang.

Namun tidak pernah membuat Hoseok harus berhenti mencintai wanitanya tersebut. Cinta pertamanya yang berpesan untuk menjaga Taehyungㅡyeah, meski Hoseok memang tidak bisa menjaga janjinya, minimal Hoseok selalu membantu Taehyung saat si bungsu Kim tersebut sedang kesusahan.

"Kau jatuh cinta ya dengannya?" kata Hoseok setelah beberapa detik dihabiskan untuk diam.

Taehyung menatap Hoseok sejenak, berusaha keras mencari jawabannya dan wajah Hoseok hanya memaksanya untuk mengaku. Tapi sayangnya, Kim Taehyung tidak semudah itu. Dia punya gengsi yangㅡastaga, sungguh kelewatㅡbesar. Jadi pemuda itu hanya menggedikan bahu. Tidak mengatakan tidak, pun mengatakan iya juga tidak.

Hoseok terkekeh pelan, hampir tidak terdengar kecuali senyum lebar dan bahu-bahunya yang naik turun terlihat jelas. "Lantas kenapa galau?" tanyanya setengah mengejek.

"Kau tau, hyung," jeda sejenak, Taehyung sebenarnya agak ragu mengatakan ini. "Dia mencium bibir ku,"

Hoseok tidak langsung berkomentar. Bagi orang yang tidak mengenal Kim Taehyung, kalimatnya bisa membuat orang salah sangka menempatkan sosok Kim Taehyung sebagai pria lugu yang lututnya gampang lemas ketika dikecup wanita cantik seperti Aery. Tapi tidak begitu, bukan itu. Ada hal lain yang mengganggu Hoseok, mengingat seperti apa pemilihnya Kim Taehyung. Bahkan dia akan mengganti gelasnya dengan yang baru meski itu bekas sang ibu.

"Wah, kau tidak muntah?" akhirnya Hoseok berkata. "Dia punya seorang putra, mungkin bibir suaminya masih menempel juga di sana,"

Taehyung mendesis jengkel, Hoseok hanya memperburuk keadaan. Tapi bukan itu yang Taehyung pedulikan. Ada hal lain yang lebih mengganggunya ketimbang rasa jijik ketika liur keduanya menyatuㅡmeski Taehyung tidak pernah merasakan itu saat Aery menciumnya dengan panas. Bukan itu poinnya, melainkan rasa candu.

Sudah tiga hari keduanya tidak bertemu, Taehyung memutuskan untuk tidak menemui Aery sampai waktu yang tidak ditentukanㅡatau mungkin selamanya. Tapi baru tiga hari, Taehyung sudah merasa sakau. Rindu disapu lembut ceruk bibir Park Aery. Bahkan malam ini dia hampir menerjang masuk ke apartemen Aery, namun batal. Gengsinya terlalu tinggi, sebab tidak sekali pun Aery mencarinya atau menanyakan kabar. Wanita itu mungkin sedang berkumpul dengan keluarga kecilnya? si Maru kecil sialan?

Ya, ya. Taehyung tau anak kecil itu tidak berdosa, tapi membayangkan putra Aery tersebut membuat Taehyung terasa terbakar. Kenapa bukan dia saja yang lebih dulu bertemu Aery? Lelaki beruntung seperti apa yang berhasil menanamkan benihnya pada Aery dan melahirkan Maru, si bocak kecil yang pintar bicara.

"Taehyung, mau kemana?" seru Hoseok saat pemuda tersebut mendadak bangkit dan menyambat jaket yang tersampir di sofa.

"Aku butuh udara segar,"

Ya, Taehyung hanya butuh udara segar. Kelab terlalu pengap dengan bau alkohol dan keringat orang-orang yang berjoget-joget seperti iblis karena mabuk. Belum lagi asap rokok yang mengepul, berputar-putar di atas kepala sebelum di sedot keluar ruanganya.

Taehyung butuh udara yang lebih bersih, jadi dia berakhir dengan mengemudi. Memutari seocho-gu seperti saat itu. Melintasi danau seperti saat itu. Sial, ini tidak membantu.

Taehyung hanya berputar di tempat yang sama, berbelok di tempat yang sama bermenit-menit lamanya. Tiga puluh menit atau empat puluh menit atau lebih. Sampai pada akhirnya berhenti di ujung jalan. Di seberang sana, di depan apartemen Aery.

Taehyung menatap wanitanya berdiri di sana sembari menggendong Maru. Bocah kecil itu memeluk erat leher Aery, meletakan dagunya pada pundak ibu mudanya. Selagi wanita tersebut bicara dengan seorang lelaki, mereka bebicara sebentar lalu tertawa. Lelaki tersebut membatu Aery mengaikat rambutnya yang menutupi wajahnya ke belakang telinga. Terlihat serasi.

Aery menatap lelaki tersebut dengan lembut, lelaki dengan jaket kulit hitam dan rambut legam yang ikal. Mengatakan sesuatu lalu mengecup Maru dan puncak kepala Aery bergantian sebelum pergi menjauh. []

𝐑𝐄𝐃𝐄𝐌𝐏𝐓𝐈𝐎𝐍 [𝐅𝐢𝐧]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang