Bab 10

4.6K 702 32
                                    

"Park Aery!!! Apa yang kau lakukan di kamar ku?! Aku mencium bau persetubuhan di sepray ku?!"

Aery memijat pelipisnya sejenak, menghela napas singkat sembari mengaduk kopi. Meletakan cangkirnya di hadapan Park Jimin yang masih mendelik sebal padanya. Salahkan Kim Taehyung, setelah pemuda itu pamit untuk pulang, Aery tidak punya waktu untuk membereskan kekacauan di kamar Jimin. Sebab dia harus memandikan Maru, menyiapkan semua perlengkapannya sebelum Jungkook menjemput putra mereka kembali.

"Jangan berteriak, Jim. Kau akan mengajarkan hal tidak baik pada Maru kita," katanya tenang.

"Aku? Mengajarkan hal tidak baik pada Maru? Bagaimana dengan mu? Bercumbu dengan pacar mu di depan putra mu?"

Aery mendesis. "Hentikan, Jim," tekannya. "Pertama, itu tidak disengaja. Kedua, dia bukan pacar ku,"

Bukannya tenang, Jimin malah jauh lebih gemas. Baru akan mengatakan sesuatu lagi sebelum dipotong oleh Maru. "Maru tidak suka paman yang tadi," tukas Maru dari balik meja kabinet di dapur. Melongokan kepala menunggu reaksi Jimin yang antusias mendengarkan.

Lelaki favorit Maruㅡselain papanyaㅡtersebut lantas mengangkat tubuhnya lalu mendudukan Maru di atas meja kabinet. Menatap si kecil dengan wajah serius dan khawatir. "Kenapa? Paman itu berlaku kasar pada Maru?" tanyanya pelan.

Duh, paman Jimin itu kalau sudah khawatir, akan terlihat seperti tempat paling hangat sedunia bagi Maru. Bahkan mengalahkan papa, sedikit. Ini juga yang membuat Maru tidak pernah ragu untuk menumpahkan keluh kesah, seperti sekarang. "Tidak sih, tapi paman itu berlaku buruk pada mama, paman Jims," katanya polos.

"Benar begitu, Ry?" Jimin memandang adiknya sejenak, sebelum atensinya kembali direbut si kecil Maru.

"Iya, paman. Tau tidak, tadi paman itu memakan mama," katanya lagi kelewat serius dengan alis menukik tajam.

"Me-memakan mama?" Jimin mengulang agak terbata, lantas mencuri lirikan tajam pada Aery yang membeku di depan kulkas.

Maru mengangguk tegas, bibirnya mengerucut lucu. "Lihat, paman itu menggigit leher mama, paman Jims," katanya, jari telunjuknya yang bulat dan gempal menunjuk ke area yang disebutkan lantas membuat Aery rasanya ingin merosot masuk ke dalam tanah. "Paman itu juga menimpa mama, sampai mama mengerang paman, suara kenㅡ"

"Maru," Aery buru-buru menukas. Pipinya panas dan wajahnya merah seperti udang rebus.

"Ry, seberapa lama kau mempertontonkan adegan itu pada Maru kita?" Jimin menatap tajam. "Jungkook tidak akan suka mendengarnya," katanya lagi lantas membuat Aery berjenggit.

Wanita tersebut menggeser posisi Jimin, menatap putra semata wayangnya dengan lembut. "Sayang," dia menjeda, mengulum bibir sendiri untuk sedetik. "Papa akan menjemput mu dalam lima belas menit dan mama ingin Maru melakukan sesuatu untuk mama,"

Maru mendengarkan dengan patuh. Matanya membesar tiap kali mamanya bicara. "Maru harus rahasiakan apa yang terjadi pagi ini dari papa, ya. Karena kalau papa sampai tau, papa pasti akan stres, lalu Maru akan sulit bertemu mama. Maru masih mau bertemu mama, kan?"

Maru mengangguk patuh. "Anak pintar, beri mama kecupan sayang," Maru patuh lagi lantas mendaratkan bibir mungilnya pada milik Aery diiringi bunyi mendecit yang mau tidak mau membuat Jiminㅡyang sejak tadi memerhatikan keduanyaㅡterkekeh.

"Sekarang Maru tunggu papa di ruang tengah dulu ya, paman Jims ingin bicara dengan mama," kata Jimin saat menurunkan gumpalan menggemaskan tersebut dari meja kabinet. Bocah kecil itu berlari kecil dan menjatuhkan dirinya di sofa. Kembali menonton Spongebob dengan tenang.

Sementara Jimin kembali memutar fokus pada adik semata wayangnya. Membelai halus rambut Aery dan menyingkirkan helaian yang menutupi parasnya ke belakang telinga. Seperti yang dibilang Aery, mereka berdua mungkin tidak mirip, tapi Jimin dan Aery berbagi rahim yang sama selama sembilan bulan. Tumbuh bersama dua puluh tiga tahun lamanya dan tidak pernah sehari pun terpisah jauh.

Kadang keduanya bertengkar, sebuah kewajaran terlebih mereka terlalu mirip untuk segi sifat. Jimin tau bagaimana keras kepalanya Aery, dia tau bagaimana lunak hati kembarannya tersebut. Meski tidak pernah diumbar pada siapapun bahkan Jungkook dan Maru sekali pun, Jimin mengerti bagaimana Aery membuang air matanya tiap malam selama lima tahun belakangan.

"Aery," panggilnya lembut setelah beberapa detik hanya hening yang mengisi. Aery bergumam pelan dan Jimin melanjutkan. "Jangan buang-buang waktu mu pada orang yang tidak tepat, sweetheart,"

"Aku tidakㅡ"

"Apa kau menyukaiㅡsiapa namanya? Kim Taehyung?"

Aery tidak lantas menjawab. Berpikir sejenak dan gagal menemukan kata yang tepat, terjebak dalam bingung dan menggedigkan bahu lemah.

Si sulung Park menghela napas lembut. Dia meraih jemari Aery, membawanya tinggi lantas memberikan kecupan singkat pada punggung tangannya sebelum membawa telapak tangannya untuk diusap lembut pada pipi Jimin. "Aku sudah sering melihat mu bermain-main. Kau bukan gadis seperti itu, jika kau tidak serius dengan si Kim itu, maka tinggalkan dia. Jungkook akan menerima mu kembali, ia sudah mengatakannya pada ku,"

"Aku tidak bisa Jim," Aery mengurai jarak. "Aku tidak bisa membiarkan Jungkook mengorbankan segalanya hanya untuk ku,"

"Aery," Jimin menukas lembut, "Kau melahirkan Maru di usia muda, tujuh belas tahun dan kau bahkan nyaris mengorbankan nyawa mu. Lihat dimana awal mulanya, semua ini. Tidak ada yang berkorban lebih banyak atau menerima lebih banyak, Ry,"

"Jim, aku bukan wanitaㅡyang diidamkan banyak pria," sahutnya lirih, nyaris tidak terdengar.

"Omong kosong, Aery!" nada Jimin sedikit naik. "Kalian sudah punya Maru, tidak ada yang dibutuhkan Jungkook lagi. Kau sudah melengkapinya,"

"Jim, tidak ada yang ingin menikahi wanita yang tidak sempurna," []

𝐑𝐄𝐃𝐄𝐌𝐏𝐓𝐈𝐎𝐍 [𝐅𝐢𝐧]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang