2# Casados di Pandemanik

890 126 26
                                    

# maaf ya kalau GL belum bisa rutin update.  Masih uji coba mesin ini..😉
Tapi tetep voment ya.#

***
Mengemudi selama tiga jam selewat tengah malam dengan anak kecil berusia empat tahun tidur di pangkuannya itu berbahaya. Tapi toh Olie  tetap melakukannya. Ia agak grogi dengan jalan-jalan yang gelap dan sepi, tetapi kegeraman di dadanya begitu terang menggelora sampai bisa menghalau kegelapan malam yang ditakutinya.

Setelah menyerahkan uang satu setengah juta yang ditariknya dari ATM orang itu dengan cuma-cuma kepada Prasongko, Olie harus kembali ke rumah sahabatnya dengan kekesalan yang menggelembung di dalam dada. Bukan saja karena Prasongko mengejeknya dengan tanpa terimakasih atas uang yang katanya 'sekecil upil' itu, tetapi juga karena seharusnya uang sebesar itu bisa sangat berguna di pantinya!

Satu setengah juta!

Bayangkan! Berapa karung beras yang bisa dibawanya pulang dengan uang sebesar itu? Bisa jadi beratus mangkuk bubur untuk makan berpuluh orang tua di pantinya selama berhari-hari!!

Belum lagi obat-obatan yang bisa dibelinya.... dan sayur-sayuran....

Tapi ia malah menyerahkannya pada Prasongko!  Untuk mencicil hutang Rik Tua! Hutang judi pula!!

Hanya 'sekecil upil' katanya??!!

BRAKK!!

Olie memukul roda kemudi untuk kesekian kalinya dan terengah oleh kejengkelan. Benar-benar kakeknya itu perlu diberi pelajaran!!

Ketika ia menyusuri jalan-jalan berpasir lembut memasuki Desa Pandemanik yang berada di tepi laut, langit di atas pantai sudah memutih oleh cahaya fajar. Terang matahari yang muncul pertama kali, seketika menimpa dinding putih panjang yang menjadi bagian lantai dua sebuah rumah sangat besar yang begitu menonjol di lingkungannya. Sekilas wujudnya tampak seperti rumah penginapan di tepi pantai. Tetapi pagar putih tinggi yang mengelilingi, berikut gerbang besi yang selalu tertutup rapat sama sekali tidak menunjukkan kesan bahwa rumah itu akan bersedia menerima sembarang orang yang datang.

Orang-orang desa menyebutnya Casados, meskipun nama yang diberikan kakeknya sebenarnya  adalah Casa dos idosos; Bahasa Portugis untuk 'Panti Jompo'.

Walaupun penghuninya kebanyakan adalah orang-orang yang lemah secara fisik, tetapi rumah besar ini serta pagarnya yang tinggi telah memisahkan Olie dari penderitaan dan kepedihan masa kecilnya. Memberikan harapan baru, walau belum dapat mewujudkan impiannya.

Pick up-nya melintasi jalan kerikil beraspal kasar di depan pintu gerbang dan melambat sesaat. Olie menekan klakson, tetapi tidak ada orang yang keluar membukakan pintu sampai beberapa detik berikutnya. Akhirnya ia melaju kembali dan memutar untuk bisa masuk melalui gerbang samping.

Ia agak menyesal dengan keputusannya itu karena di halaman samping, empat orang lansia telah berada di tempat itu untuk duduk- duduk sambil berjemur atau berolahraga raga. Olie memarkir mobilnya sejauh mungkin dari mereka dan keluar untuk mengambil Anya dari pintu penumpang. Kasihan orang-orang tua itu kalau harus terkena asap mobilnya yang karatan. Apalagi pick up itu sudah berjalan di kota semalaman.

"Pagi Kakek Pras, kakinya sudah nggak bengkak?" Ia menyapa. Suaranya yang sengaja dikeraskan membangunkan Anya dalam gendongannya.

Laki-laki tua itu menggoyangkan kakinya dengan wajah cerah. "Aku bangun delapan kali semalam.... bolak balik ke kamar mandi.... banyak sekali...."

"Bagus kalau begitu.... Bapak tidak akan sesak napas lagi.... jangan banyak makan garam!"

"Kapal selam?!" Pras memiringkan kepalanya, tidak mendengar dengan jelas.

 GREY LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang