Di tengah ruangan itu, ia masih melihat wanita berwajah lembut yang sama, dengan senyum yang bisa menangkal segala macam badai persoalan. Tatapannya seperti telaga, namun saat itu bergolak oleh tangis amarah dan keterkejutan yang mengancam tumpah. Apakah ia bisa menenangkan badai itu? Tristan lebih dari siap menjadikan dirinya sebagai tumbal, jika perlu.
Nuria...
Kau membawanya ke sini?! Apa hakmu membuka pintu baginya untuk mengusik kehidupan kita? Kau mau membunuh ibumu ini?!
Wanita itu bersyarat dengan cepat. Matanya menyorotkan kemarahan menatap putranya yang termangu memandang bergantian antara mereka berdua.
"Jangan memarahinya.... Aku yang membuntutinya ke sini. Dia tidak tahu apa-apa."
Manik bening itu menatapnya tajam. Kedua tangannya meremas sisi gaunnya dengan keras, seolah mempertimbangkan apa yang akan dikatakannya pada Tristan.
Tapi Nuria Arras tidak pernah perlu berbicara.... Tristan selalu bisa membaca isi pikirannya
"Tidak usah mencoba mengusirku, Nuria. Kau tahu aku tidak akan pergi...."
Daniel yang berdiri di antara mereka menggigit sisi dalam pipinya dengan mata berbinar. Ia berusaha begitu keras menahan senyum yang ingin keluar.
"Aku.... sebaiknya aku meninggalkan kalian untuk bicara."
Daniel berbalik, tapi sang ibu bertepuk sekali menyuruhnya berhenti.
Jangan ke mana-mana!
"Aku ingin bicara denganmu nanti, Danny," Tristan berucap bersamaan dengan isyarat tangan Nuria.
"Oh..., aku cuma ke kamar. Mau ngeprint tugas.... Panggil saja kalau makan siang sudah siap." Anak itu berbalik dengan senyum lebar, naik dengan melompati tiga anak tangga sekaligus. Setelah sosoknya menghilang, Tristan kembali bertatapan dengan wanita itu.
Nuri-nya.... istri yang telah dicarinya lebih dari lima belas tahun lamanya.
Tristan mendenguskan tawa kecil, meskipun batinnya menangis. Pandangannya beredar pada ruang tamu kecil dengan perabot sederhana di sekitarnya.
"Aku harus mengakui kau ternyata pandai sekali bersembunyi. Kalau ditarik garis lurus, tempat ini hanya beberapa kilometer dari belakang Rumah Besar Barma. Iya kan? Tidak ada tempat yang lebih baik untuk bersembunyi dibanding belakang punggung orang yang mencarimu."
Nuria terdiam sesaat, lalu tangannya mulai bergerak pelan membentuk isyarat, Jacob Barma yang mengatur semuanya....
Kepalanya membuat anggukan kecil, "Aku tidak pernah bisa mengalahkan kecerdikan ayah. Dia pasti tertawa melihatku mencarimu sampai ke Spanyol, Irlandia, Yunani.... Ke setiap tempat yang pernah kau pernah bilang ingin mengunjunginya, bertanya pada setiap museum, hotel dan restaurant, kalau mungkin ada jejak Nuria Arras Barma yang tertinggal...."
Wanita itu menyentuh sisi dahinya dengan empat jari, aku tahu.
"Aku bertingkah seperti orang gila selama bertahun-tahun, sebelum kemudian memutuskan untuk menjadi orang mati. Kau juga tahu itu?"
Kali ini hanya kedipan matanya yang memberi jawaban.
Tangan Tristan mulai bergerak perlahan membuat beberapa isyarat yang masih diingatnya, Apa salahku... sampai kau pergi?
Tidak ada dari kita yang salah. Keadaan yang salah.... Tidak boleh ada bidadari Barma yang tidak bisa bicara. Kau harus menjadi putra ayahmu. Aku tidak ingin menjadi penghalang.
Tristan mendesah. Memaksa diri menelan sesak yang seperti duri di tenggorokannya. Ia bersyukur tidak harus mengeluarkan suara saat ini. Tangannya bergerak membuat isyarat,
KAMU SEDANG MEMBACA
GREY LOVE
RomanceCarolina Estal tertangkap oleh seorang pemabuk yang menjadi korban pencopetannya. Pria itu, -seorang laki-laki dengan nama belakang Barma-, justru melepaskannya dan menolongnya keluar dari kesulitan. Ketika Olie bermaksud mengembalikan kebaikan laki...