23# Daniel Arras

506 106 54
                                    

#Olie mejeng dears. Dilambatkan sedikit pacenya ya. Biar nggak ngos ngosan dengan konflik tirai emas😄😄 voment jangan lupa dears#

****
Pukul tujuh malam ketika ia telah menyelesaikan tugasnya mencuci mobil, Daniel Arras masuk lewat pintu samping utara Rumah Besar Barma menuju ke dapur untuk mengambil jatah makan malamnya. Langkahnya bergegas, karena ibunya sudah mengirim pesan berulang kali agar ia segera pulang. Tapi ketika melewati pintu-pintu kaca ruang rekreasi, ia melihat Tuan Tristan Barma duduk sendirian di bar.

Kenapa ia sendirian? Siapa yang melayaninya?

Daniel melepas celemek karetnya dan sedikit merapikan pakaian. Saat berikutnya ia telah berada di ruang rekreasi, berpura-pura mau mengganti lampu.

"Oh.... Tuan Tristan.... maafkan saya."

Pria itu berpaling dari posisinya yang sedikit membungkuk. Wajahnya merona karena mabuk dan ia mengernyit dalam, menatapnya, "Siapa kau?"

"Saya Daniel, Tuan. Maaf.... saya disuruh mengganti lampu." Ia mendekat ke lampu duduk di sekitar sofa-sofa besar yang tertebar.

"Siapa...? Oh! Danny! Danny si bartender muda yang tidak minum karena masih di bawah umur. Kelas dua SMA. Benar?"

Ia tidak bisa menahan senyumnya terkembang, "Benar, Tuan."

"Aku ingat..."

Daniel sedikit ragu. Tapi ia mendekat juga ke meja bar itu, "Bo... boleh saya buatkan sesuatu, Tuan? Supaya anda tidak terlalu merasa buruk besok pagi..."

Ia menelisip ke balik meja bar, mendengar Tristan mendenguskan tawa gamang. Tapi pria itu tidak tampak terusik dengan kehadirannya.

"Aku sudah cukup merasa buruk tanpa minum, Danny."

Daniel mengelap gelas bersih dan mulai membuat minuman dengan lemon dan jahe. Ia tidak tahu apakah ramuannya benar, tapi katanya, orang mabuk harus memperbanyak asupan cairan untuk mengurai alkohol dalam tubuh.

"Kau punya pacar, Danny?"

"Tidak, Tuan.... Saya tidak punya waktu."

"Hheehh... benar. Kau pelajar teladan. Tapi itu bagus. Kau tidak akan merasakan betapa mengesalkannya diputuskan pacar-pacarmu, bahkan jika kau tidak benar-benar menyukai mereka."

Ia bimbang apakah akan menyajikan ramuannya panas atau dingin, tapi akhirnya ia meletakkan gelas itu di depan Tristan dengan kepulan tipis di atasnya.

"Saya tidak mengerti, Tuan...."

Tristan mengangkat tiga amplop besar yang tadi tertindih di bawah sikunya, "Tiga tuntutan cerai bersamaan, Danny! Kau pasti baru sekali mendengar yang seperti ini." Tristan terkekeh panjang; antara menangis tetapi juga merasa senang.

"Tuan menceraikan istri-istri Tuan?"

"Bukan aku. Mereka yang mengajukan gugatan cerai. Setelah mendengar video wasiat ayah, mereka bersicepat dan berlomba untuk lebih dulu lepas dari nama Barma. Bukannya aku menikahi mereka dengan sebenarnya juga, selama ini. Semua karena kesepakatan bisnis. Masing-masing dari mereka memiliki kehidupan sendiri, kisah cinta sendiri, pekerjaan sendiri. Tapi kau tahu, kan, para Barma selalu punya cara menahan manusia lain tetap dalam genggaman mereka."

Laki-laki itu menyentuh gelas tinggi ramuannya, tapi kemudian menjauh lagi. Apa terlalu panas?

"Jadi mereka akan dilepaskan,Tuan?"

Tristan tiba-tiba terkekeh, menatapnya dengan mata kelabu yang berkilauan. "'Dilepaskan'? Khekhekhe.... seperti hewan ternak... Ya, tentu saja mereka akan dilepaskan, Danny. Kalau dipikir-pikir ini juga bukan pertama kalinya aku bercerai. Mungkin juga bukan terakhir kalinya."

 GREY LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang