Al Kahfi Land, Depok, 2004
Sudah beberapa hari, Widi bekerja di kantor sampai malam, ia sedang sibuk menangani proyek baru kantornya. Saat sedang memperhatikan kertas-kertas denah bangunan yang ia jejerkan di kaca, tiba-tiba terdengar suara notifikasi dari komputernya.
Widi terperangah, jendela chatting yang selalu dinantinya akhirnya muncul. Uge! Widi segera menghampiri komputernya.
"Assalamu'alaikum, kangen enggak?" tanya Uge.
Widi segera membalas. "Wa'alaikumussalam. Biasa aja, hehe. Akhirnya muncul juga setelah sekian lama menghilang. Gimana urusan kamu, lancar?"
"Alhamdulillah lancar. Aku udah mulai ngebangun kantor di kawasan hutan pinus. Mau ikut ngelihat enggak?" tanya Uge.
"Boleh. Kamu udah ketemu portal waktu yang bisa ngebawa fisik kita ikut nyebrang?"
Uge tertawa. "Hati-hati kalo becanda, kalo kejadian gimana? Cuma ketemu teks aja, kamu udah panik."
"Iya, ya. Lagian mancing-mancing sih."
"Aku serius mau ngajak kamu ikut ngelihat pembangunan Al Kahfi Land. Kita ketemuan yuk di tahun 1999."
Widi tertawa. "Kamu itu enggak pernah muncul di sejarah hidupku, mau ngerubah takdir?"
"Buat kamu itu memang udah takdir, tapi buat aku kan belum. Apa salahnya dicoba? Belum tentu orang yang udah ngelewati waktu, juga udah ngebuka rahasia takdir. Buktinya, setelah aku datang ke hutan pinus, tiba-tiba aku jadi bagian sejarah Al Kahfi Land. Siapa yang nyangka? Kamu yang udah ada di masa depan aja enggak tahu."
"Nah itu! Gara-gara kamu datang, hidupku mendadak jadi seruwet arsitektur bangunan yang lagi kamu bikin. Jangan-jangan itu sebenarnya bagian dari koreksi sejarah."
Uge tertawa. "Ada-ada aja. Bukan koreksi sejarah, Wid. Pengetahuan kitanya aja yang terbatas. Kecuali kalo aku tanam biji mangga sekarang, tiba-tiba mendadak muncul pohon mangga di depan kamu, hehe. Aku serius mau nemuin kamu nih."
"Ge, sejak tahun 2001 aku kan ada di tempat yang kamu tahu. Temuin aja nanti! Tapi, kenyataannya, hehe, udah 3 tahun di sini, kamu enggak pernah muncul. Jadi buat apa janjian di tahun sebelumnya?"
"Kalo aku nemuin kamu sebelum chatting, kan bisa dikira orang sinting."
"Betul, tapi sekarang kita udah sering chatting, kan? Ya udah, ke sini aja. Mana? Kok enggak ada? Nah, yang enggak mau ketemu itu siapa? Makanya, santai ajalah."
"Widi, kamu kan tahu, aku tetap mewujudkan Al Kahfi Land walau nantinya malah enggak jadi pemilik kantor itu, karena berniat melamar kamu di sana. Kalo aku belum juga datang, pasti ada alasan yang masuk akal."
Betul! Alasannya karena nanti kamu jatuh cinta sama Soffie, gerutu Widi.
Uge berpikir keras sejenak, lalu kembali mengetik. "Aku tahu alasannya. Aku udah bukan siapa-siapa setelah kehilangan kantor itu. Mungkin udah enggak pede lagi."
Widi terkejut. Astaghfirullah, aku lupa. Uge yang di tahun ini memang sedang jatuh. Dia pasti butuh bantuan, seenggak-enggaknya harus ada orang yang mau ngebangkitin semangatnya lagi.
"Ge, kalo gitu aku yang harus cari kamu di tahun 2004. Aku bisa mulai dengan mendatangi Kang Ujang, aku takut kamu udah nyerah sama mimpi kamu."
Uge terharu membaca kalimat Widi. Dia merasa telah mengambil keputusan tepat karena memilih Widi, tetapi dia tidak ingin menjadi beban untuk Widi.
"Tenang, Wid. Bisa jadi aku malah sedang berjuang untuk bisa nepatin janji melamar kamu. Aku cuma minta waktu supaya kamu mau nunggu sampai tahun 2004 berakhir."
KAMU SEDANG MEMBACA
Al Kahfi Land 1 - Menyusuri Waktu
RomansaUge, mahasiswa I TB, mengenal Widi, arsitek di Al Kahfi Land, melalui Chatting Lintas Waktu. Awalnya mereka tidak percaya berada di waktu berbeda, karena penasaran Uge mendatangi kantor Widi. Ternyata di sana tidak ada satu pun bangunan, Uge hanya...