tangan Ino bergetar, air matanya turun tanpa henti, rasa sedih, kesal dan marah berkumpul jadi satu melihat kedua orang tuanya yang bersimbah darah dan sudah tak bernyawa didepan matanya sendiri.
apakah ia harus menelepon polisi? tapi Ino juga telah membunuh, bisa saja ia yang langsung jadi tersangka pembunuhan orang-orang tadi bahkan ia bisa jadi tersangka yang membunuh ayah dan ibunya sendiri.
"kkhh.." tetap saja Ino tak bisa membiarkan jasad ayah dan ibunya terletak seperti ini.
tanpa pikir panjang Ino mengambil selembar kertas dan pulpen dari tasnya dan menulis sesuatu diatasnya setelah itu ia mengambil ponselnya dan mulai menelepon polisi, ia meletakkan kertas itu lantai.
setelah melaporkan seluruh kejadian dengan sedikit bumbu kebohongan Ino menghampiri jasad kedua orang tuanya dan memeluknya "ma'afkan Ino.. ibu.. ayah.. Ino tidak bisa menjaga kalian.." Ino menghapus air matanya, dadanya masih terasa sesak karena kehilangan kebahagiannya dan keluarganya.
"selamat tinggal.. ibu.. ayah"
Ino pergi dengan kenangan pahit yang selalu ada diingatannya, setelah ia kehilangan keluarga berharganya, ia tak ingin lagi kehilangan apa-apa.
Ino pergi dari rumahnya itu lewat pintu belakang dan segera menjauh dari tempat itu, ia memulai kehidupan baru sebagai pembunuh, yang mana hanya ada dia.. dan sang kakak yang selalu bersamanya.
______________________________________
Srraaakk!
Bruuk!Ino menghempas kasar orang yang hampir mati itu ke dinding gang yang kotor.
Ino membuka ponselnya, ia sedang menelepon seseorang "hey.. aku sudah menyelesaikannya" Tut..
sambungannya langsung diputus oleh sang pemilik Aquamarine setelah melapor ke seseorang.sudah 3 bulan berlalu sejak kematian ayah dan ibu Ino, sekarang Ino malah jadi pembunuh bayaran yang bekerja dibawah Shimura Danzo, salah satu pejabat tinggi di Konoha City.
Ino jadi buronan paling dicari di Konoha, karena itu Ino hanya bekerja pada malam hari agar tak tampak mencolok.
Ino merasakan hawa keberadaan orang lain yang tampak mengawasinya.
"hey! keluar atau kubunuh!?"
Tampak seseorang pria melompat dari balkon sebuah apartemen tepat didepan Ino.
"wah.. wah.. si cantik sadis" orang itu tersenyum pada Ino.
"cih.. kukira siapa, ternyata cuma atasan tidak berguna, padahal barusan aku'kan sudah melapor" Ino mengalihkan wajahnya dan berbalik meninggalkan orang tadi.
Sai, itu panggilannya. tentu saja itu bukan nama aslinya konon katanya tak ada orang yang tau nama asli lelaki pucat itu ia berusia sama dengan Ino, yaitu 16 tahun.
"jangan meremehkan mata-mata negara" Sai mengikuti langkah si pemilik surai blonde, Sai memakai setelan biasa dengan baju kaos, jaket dan celana levi's pendek.
Sai termasuk lelaki yang tampan, badannya yang tegap, kulit yang putih yang sudah mendekati pucat, dan jangan lupa dengan senyumnya, tentu saja senyuman palsu.
tapi wajah Sai malah mengingatkan Ino pada Sasuke, menurut Ino mereka itu mirip dan karena itu pula Ino membenci Sai.
"kau tidak perlu mengawasiku, aku tidak akan berkhianat, karena tak ada alasan untuk itu" Ino masih berjalan lurus ke depan dengan sedikit bercak darah dibajunya walaupun tak terlihat karena warna baju yang dipakai Ino gelap.
"ah.. aku tidak mencurigaimu Ino, aku hanya cemas kau kenapa-napa" Sai tersenyum lagi.
"gombalanmu membuatku ingin muntah" jawab Ino dingin.
"kau tidak kedinginan dengan baju seperti itu?"
Ino melihat bajunya, bajunya yang mirip dengan yang biasa ia pakai saat pergi membunuh beberapa bulan yang lalu.
"walaupun begitu, baju ini lebih memudahkanku bergerak" jawab Ino cuek.
Sai mulai membuka jaketnya, karena Ino tau maksudnya ia langsung menghentikan Sai dan menatapnya tajam.
"berhenti bersikap sok peduli, kau ingin kubunuh ya!?" ujar Ino marah, tentu saja karena itu semakin mengingatkannya pada Sasuke, perasaan Ino itu tak akan mudah dihapus karena mereka sudah lumayan lama bersama.
Sai memakai jaketnya kembali, jujur saja ia sedikit kecewa.
ya, Sai berusaha mengambil hati Ino, tapi semua usahanya sampai sekarang sia-sia, Ino tak pernah membuka hati pada siapapun yang berada didekatnya, seolah hatinya telah membeku.
Ino melanjutkan jalannya hingga sampai di ujung gang, disana sudah ada mobil dan sopir pribadi milik keluarga Shimura, yang datang untuk menjemput Ino dan Sai untuk kembali ke markas.
Ino hanya menatap keluar saat ia memasuki mobil mewah tersebut, sedangkan Sai yang disebelahnya hanya termenung menatap paras menawan Yamanaka Ino.
"sudah berapa kali kubilang, jangan menatapku"
suara Ino menyentak lamunan Sai dan seketika sai mengalihkan pandangannya. tanpa Ino lihatpun ia sudah tau kalau Sai pasti akan menatapnya.
Hening..
Ino masih menatap keluar jendela mobil yang ia tumpangi itu, sampai ia melihat sesosok yang dikenalnya yang berjalan dipinggir jalan dan ia menatap kearah Ino dengan sorotnya yang tajam, mata mereka saling bertatapan, walau sekilas tetap saja mereka melihat jelas sosok satu sama lain.
sontak Ino mengalihkan pandang, kaget 'dia.. melihat kearahku.. khh.. sial..'
TBC~~
28/07/2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Double Ino
FanfictionKehidupan yang berbeda, sifat yang berbeda, tapi di satu tubuh yang sama, ada apa dengan Yamanaka Ino? Apa yang sebenarnya terjadi?