HAI, aku Defi Arika, penulis dari cerita You're My Obsession. Teruntuk kamu yang berhasil mencapai tahap akhir ini, selamat dan terima kasih. Karena aku tahu ini bukan cerita yang "wah" di dunia Wattpad, bertolak belakang dengan selera pembaca masa kini, kuakui kamu hebat apabila betah membaca hingga part ini.
Yang perlu kugarisbawahi adalah; tolong jadikan kisahku dan penyesalanku sebagai pelajaran. Jangan pernah meninggalkan orang yang benar-benar engkau sayang. Tapi jangan juga engkau terlalu dibutakan akan cinta. Semuanya harus imbang. Itulah hidup.
Ada beberapa hal yang aku ingin kalian ketahui. Alasanku menulis cerita ini dan mengapa aku bertekad untuk segera menyelesaikannya. Padahal, biasanya aku ini tipe penulis yang suka banget molorin cerita. Haha.
Sejujurnya, ini adalah kisah antara aku dan cinta pertamaku. 90% berdasarkan pengalaman pribadi, sisanya adalah bumbu penambah supaya kalian tidak merasa terlalu bosan saat membacanya. Karena ini bersifat pribadi, menulisnya pun benar-benar melihat suasana hati.
Pada awalnya aku menulis cerita ini dengan penuh kesedihan dan kepedihan, tak ada lagi harapan, bahkan kebanyakan tangisan. Yang kurasakan selama beberapa tahun belakangan hanyalah penyesalan. Aku benar-benar tak hentinya menyalahkan diriku sendiri.
Aku terus bertanya mengapa kita harus bertemu dalam keadaan aku sangat rapuh, dalam keadaan seribu satu ketakutan menghantui kepalaku, dan dalam keadaan aku belum mengerti segala perjuanganmu.
Aku begitu hancur, saat aku kembali memulai sebuah hubungan cinta dan orang itu sangat jauh berbeda denganmu. Dia tak sebaik dirimu dan sayangnya tak sebesar milikmu. Hei, maafkan aku ya, untuk segala kebodohanku? Hahaha.
Alasanku yang pertama adalah aku ingin sekali menulis sesuatu yang dapat kukenang, sesuatu yang muncul dari lubuk hati terdalamku.
Setidaknya walau kami sudah berpisah, semua cerita dan kenangan manis antara kami masih tersisa. Jadi, apabila suatu saat perasaanku padamu sudah benar-benar biasa saja, aku takkan lupa bahwa pernah mencintaimu sebegitu dalamnya.
Belakangan, aku selalu memiliki firasat bahwa sebentar lagi aku akan pergi ke suatu tempat yang jauh, tempat di mana tak seorang dari kalian dapat mencariku.
Belum lagi sekarang kondisi fisikku terus sakit-sakitan. Aku menjadi takut sekali, ketika akhirnya aku benar-benar pergi, karyaku belum juga terselesaikan. Inilah alasan aku ngebut menyelesaikan kisah ini.
Saat aku benar-benar tidak ada lagi, aku ingin sekali mantan kekasihku membaca tulisan ini. Aku ingin dia mengetahui alasan-alasanku memutuskan hubungan kami pada saat itu, yang membuatnya akhirnya sangat membenciku. Di sisi lain, aku ingin dia tahu bahwa tanpanya, aku tetap hidup.
Tidak apa, sayang, aku tahu ini semua salahku. Sama yang seperti kau rasakan dan pikirkan. Bahkan aku selalu mengatakan kepada semua orang, bahwa kandasnya hubungan kita sepenuhnya adalah kesalahanku. Tak pernah sekalipun aku mengaku bahwa ini adalah kesalahanmu. Tidak, tidak akan pernah.
Dan, kini tibalah saatnya.
Aku tak mungkin terus bertahan kalau keberadaanku selalu kamu tolak, 'kan? Aku takkan mengganggu hidupmu, apalagi wanitamu. Tidak, itu bukanlah aku. Aku tidak pernah berpikiran sepicik itu, sekalipun dulu aku sempat ingin kembali memilikimu.
Aku tak lagi bersedih setiap kali mendengar namamu, tak lagi menangis setiap kali mengingat memori akan dirimu. Ketika orang bertanya padaku, apakah aku sudah sepenuhnya merelakanmu? Aku mengangguk dengan mantap dan tersenyum.
Tentu saja, aku sudah merelakanmu.
Move on bukan berarti aku melupakanmu layaknya orang yang terkena amnesia, tetapi bagaimana caranya aku mengikhlaskan segala sesuatu yang telah terjadi di masa lalu dan terus bergerak maju untuk menjadi pribadi baru tanpa dirimu.
Bukan juga tentang siapa yang nantinya lebih dulu memiliki kekasih baru, cinta bukan perlombaan, bukan kompetisi, cinta itu perasaan tanpa pamrih.
Sepertiku, yang kini dengan ikhlas telah merelakanmu, membebaskan diriku dari bayang-bayang masa lalu, karna hidup bukan hanya sekadar di situ. Masih banyak hal indah yang menantiku, tanpa harus mengingatmu sebagai kesedihanku.
Jumpa lagi di lain hari.
Selamat tinggal, kenangan.
***